4. Bentuk cinta
Suara dering smartphone terus berbunyi. Dengan malas Archie meraba meja nakas di samping tempat tidur untuk mengambil smartphone-nya. Kedua matanya mengerjap. Kemudian mencoba membaca nama seseorang yang terpampang di layar smartphone sebelum menerima panggilan yang sudah mengganggu tidurnya.
"Assalamu'alaikum, Bia," salam Archie sopan.
"Wa'alaikumsalam. Abang baru bangun?" tanya Aresh, ibunda Archie.
Archie mengelus tangan yang tiba-tiba saja memeluknya, "Tadi pagi sudah bangun. Ada apa, Bia?"
"Bia cuma mau ingetin aja, jangan lupa nanti siang fitting baju. Bia dari tadi malam coba hubungi Juli, kok, nggak bisa? Abang ketemu Juli nggak?"
"Nanti Abang kasih tahu Juli."
"Bilang sama Juli, Bia akan jemput nanti."
"Siap."
"Ya, sudah. Nanti siang kita ketemu di butik. Baik-baik di sana, Abang. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Archie kembali meletakkan smartphone-nya di meja nakas. Lalu memeluk Juli dengan erat sembari memejamkan mata lagi. Menghabiskan sedikit sisa waktu istirahatnya bersama sang kekasih.
Sudah beberapa hari terakhir, Archie selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi Juli. Tak jarang Archie menginap untuk beristirahat di apartemen Juli walau hanya beberapa jam saja. Ia tahu kebiasaan baru itu adalah sebuah dosa besar. Tetapi ia selalu berusaha menyangkal. Karena tidak akan ada yang tahu, bagaimana hari esok nanti. Begitulah dalih yang selalu dikumandangkan Archie di dalam hati setiap mengingat dosa-dosanya.
Juli pun tak merasa keberatan. Ia begitu menikmati kebersamaannya dengan Archie layaknya sepasang suami istri. Walau hanya tidur bersama tanpa berhubungan badan. Hal yang membuat Juli semakin terkagum-kagun dengan sosok Archie. Archie masih sanggup mempertahankan imannya agar tak melebihi batas keintiman saat bersama. Diam-diam menghanyutkan--peribahasa yang cocok untuk menggambarkan karakter seorang Archie. Menghanyutkan Juli dalam dunia cinta.
"Sayang, bangun."
Suara serak Archie terdengar jelas di telinga Juli, bersamaan dengan bunyi alarm dari jam tangan Archie. Alarm yang sudah menunjukkan pukul enam pagi tepat.
Juli bergeming meski sudah setengah sadar dari tidurnya. Ia ingin menghabiskan rasa rindunya sebelum kembali bertugas. Setelah hampir dua minggu lebih Juli mendapat keringanan bekerja karena lukanya yang cukup parah. Sekarang ia sudah dijadwalkan lagi untuk bertugas di lapangan seperti biasa.
"Ayo bangun," ujar Archie sebelum mencium bibir Juli.
"Nanti malam ketemu lagi, kan?" tanya Juli sembari memandang Archie dengan tatapan sayu.
"Iya, Sayang."
Archie kembali mengecup bibir Juli sebelum bangun. Ia pun memaksa Juli untuk terbangun sebelum beranjak dari tempat tidur. Dengan malas Juli menurut.
"Mau roti bakar atau sandwich?" tawar Juli dengan menu makan pagi yang tak pernah berubah.
"Roti bakar aja," sahut Archie sambil berlalu ke kamar mandi.
Dengan gerakan cepat, Juli berlari dan langsung melompat ke punggung Archie. Membuat seulas senyum Archie tersungging dengan tingkah Juli yang tak terduga. Hal kecil yang selalu menambah rasa cinta Archie kepada Juli setiap saat.
"Abang mau mandi," kata Archie sebelum menutup pintu kamar mandi.
"Aku mau cuci muka," ungkap Juli seraya meledek.
Archie menahan senyum saat mengetahui isi kepala Juli, "Tumben."
"Atau Abang mau aku mandiin?"
"Sayang, cepat keluar! Abang telat nanti."
Juli tertawa, lalu segera turun dari gendongan Archie. Kemudian mencuri cium dari bibir Archie dalam beberapa detik dan bergegas mencuci muka. Entah apa yang sudah terjadi kepada dirinya hingga tak ingin jauh dari Archie. Rasanya sudah tak sabar untuk dinikahi Archie sesegera mungkin. Persetan dengan pekerjaannya yang tak menentu itu. Yang diinginkannya saat ini hanyalah hidup bersama Archie. Sesederhana itu.
"Aktifkan smartphone-nya! Bia jemput kamu nanti siang," teriak Archie sebelum mandi.
♡♡♡
Tatapan Juli terkunci. Memandang dua orang perempuan yang sedang bersama Alrescha. Juli menerka-nerka, mungkinkah mereka adalah calon adik iparnya?
"Jangan bilang, aku yang paling tua di sini. Ish!" batin Juli menggerutu.
Aresh, ibunda Archie, tersenyum menghampiri anak-anak tersebut. Ya, anak-anak yang masih berumur belasan. Berbeda jauh dengan umur Juli.
"Sudah dari tadi?" tanya Aresh setelah selesai bersalaman dengan Alrescha, Bintang dan Happy.
"Lumayan," jawab Alrescha singkat, "Kak Juli nggak bareng Bang Archie?"
"Lho, Adek udah kenal Kak Juli?" tanya Aresh ingin tahu.
Kecanggungan mulai dirasakan Juli. Ketika mengingat pertemuan pertamanya dengan Alrescha. Berharap Alrescha tak mengetahui kebohongannya saat itu sampai kapan pun.
Alrescha mengangguk, "Sudah, Bia. Kita ketemu di rumah sakit."
"Katanya Bang Archie menyusul," terang Juli diiringi seulas senyumnya.
"Bintang, Happy, kenalin ini Kak Juli," kata Aresh mengenalkan Juli kepada Bintang dan Happy.
Juli mengulurkan tangan terlebih dahulu, seraya tersenyum mengenalkan dirinya kepada Bintang. Pun Bintang dan Happy. Menyambut uluran tangan Juli untuk berjabat tangan dan saling berkenalan. Sedang Happy masih terkesima dengan kecantikan Juli. Memandang lekat setiap pergerakan Juli tanpa berkedip.
"Ayo kita masuk. Sambil menunggu yang lain datang," ajak Aresh kepada anak-anaknya.
Juli, Happy dan Bintang terlihat takjub saat memasuki butik yang seluruhnya terbuat dari kayu jati. Ornamen khas Jawa Tengah tampak begitu terasa di dalam butik 'Oemah Pengantin'. Berbagai macam kebaya dan batik yang beraneka ragam menyambut kedatangan tamu dengan begitu cantik.
"Bi, mahal banget," bisik Happy setelah melihat salah satu price tag di kebaya panjang yang sempat dilihatnya. "Tujuh jeti, Bi."
Bintang tampak terkejut. Raut wajahnya seakan tak percaya dengan harga pakaian yang begitu fantastis. Tak berbeda jauh dengan Juli. Berulang kali kedua matanya melotot saat melihat harga yang tertera di setiap pakaian itu. Apalagi pakaian tersebut hanya bisa dipakai di acara-acara tertentu saja. Sebuah kemubaziran yang nyata.
"Ini butik langganan Bia dan Uti. Kita di sini tinggal nurut aja apa kata Bia. Bia yang bayar," ujar Alrescha santai kepada Happy dan Bintang.
"Alres, ini Bia mau beli atau gimana? Harganya bikin pusing," tutur Juli setelah Aresh masuk menemui seseorang.
Alrescha tersenyum lebar, "Belilah, Kak. Masa sewa. Nanti itu acara nikahannya Bang Aksa kayak royal wedding gitu. Anggap aja, ini semacam referensi pernikahan buat kita. Ya, nggak?"
"Buang-buang uang, Res."
Juli memberikan jawaban telak, dan hanya disambut tawa dari Alrescha.
"Kan! Kak Juli aja seotak sama kita. Uang segini bisa bikin kebaya buat satu komplek, Bang," ujar Happy.
"Emang kalian nggak mau waktu nikah pada pakai kebaya cantik kayak begini?" tanya Alrescha mengetes para perempuan di dekatnya.
"Enggak!!" Bintang, Happy dan Juli menjawab serempak.
Alrescha bertepuk tangan dengan semangat. Membuat Juli hanya menggeleng-gelengkan kepala. Juli tak pernah menyangka akan masuk ke dalam kehidupan keluarga kaya seperti saat ini. Mimpinya hanya ingin bisa bekerja dan hidup bahagia di luar panti asuhan. Tapi rencana Semesta jauh lebih indah dari rencananya. Juli juga penasaran, bagaimana sosok calon kakak iparnya yang akan melaksanakan royal wedding.
"Kita nggak salah pilih berarti," ucap Alrescha yang terkesan ambigu bagi ketiga perempuan di hadapannya.
"Maksud kamu?" tanya Juli tak mengerti.
"Ada apa, nih?" tanya seseorang yang baru saja datang.
Juli memerhatikannya dengan lekat. Lelaki itu sangat mirip dengan Archie. Namun sorot matanya berbeda. Tatapan lelaki itu tajam dan hangat. Menggambarkan kepribadian yang selalu welcome kepada orang lain di sekitarnya, percaya diri, dan mudah bergaul. Tidak seperti tatapan Archie yang terkesan dingin, meski terkadang tampak meneduhkan.
"Kirain nggak datang," sungut Happy kesal kepada Arash.
Arash mencubit pipi Happy sambil tersenyum, "Datang dong, Sayang. Abang pantang ingkar janji."
Mulut Happy terbuka, seakan ingin memuntahkan sesuatu. Membuat Arash gemas bukan main. Ia pun langsung mengapit kepala Happy karena sudah lama tidak bertemu walau hanya sekedar melepas rindu.
Seperti disambar petir. Juli hanya terdiam melihat lelaki itu bermesraan dengan Happy. Sifat lelaki itu pun sangat jauh berbeda dengan Archie. Akhirnya Juli mengerti. Lelaki itu bukanlah kekasihnya.
"Eh, ada kakak cantik di sini. Kakak calonnya Bang Archie?" tanya Arash ingin tahu.
Juli masih menerka-nerka, siapa lelaki yang sangat mirip dengan Archie itu? Apakah dia kembaran Archie? Jikalau itu Archie, kekasihnya itu tak akan berani memeluknya dengan mesra di depan umum.
"Semua cewek kayaknya cantik, ya, di mata Abang?!" gerutu Happy melihat tingkah Arash.
Arash tertawa, "Semua perempuan itu cantik, Yang. Tapi--"
"Tapi semua cewek emang cantik di matanya Abang. Ya, kan?!"
Alrescha, Bintang dan July terkekeh melihat kerusuhan kecil yang dibuat Happy dan Arash. Juli merasa bahagia dikelilingi oleh adik-adik Archie yang super berisik. Mengingatkannya pada kehidupan di panti dulu.
"Ya, emang bener. Tapi Happy yang paling cantik," goda Arash yang mampu membuat wajah Happy bersemu memerah.
Alrescha menimpali, "Hoax itu, Hap."
"Oh. Jadi kalau Abang bilang kayak gitu sama Bintang artinya bohong?" tandas Bintang telak, membuat semua tertawa kecuali Alrescha.
"Enggak, Bi. Abang nggak pernah bohong sama Bintang," elak Alrescha yang tak ingin menjadi kesalahpahaman.
"Hoax tu, Bi," balas Arash.
"Panggil Bintang, Bang!" perintah Alrescha tak suka.
"Maksudnya itu," sahut Arash meledek.
"Mas Arash," panggil seseorang bersamaan dengan pintu masuk yang tertutup.
Akhirnya Juli pun mengetahui nama lelaki itu--Arash. Arash terkesiap melihat kedatangan seseorang yang memanggilnya beberapa detik lalu. Ia langsung berdiri tegap dan bersiap.
"Siap, Mbak," kata Arash sigap.
Juli, Happy, dan Bintang memandang perempuan itu dalam diam. Ketiganya mengetahui siapa yang ada di hadapan mereka.
Suasana butik mendadak sunyi dan kaku. Tak sehangat beberapa menit lalu. Terlebih saat dua orang paspampres berdiri di belakang perempuan tersebut. Perempuan sederhana yang sama sekali tak terlihat seperti putri dari orang nomor satu di Indonesia. Ia tampak manis dan cantik meski hanya mengenakan celana jeans belel dan kaos putih bertuliskan 'see you soon' di tengah gambar penyu.
"Kenapa Dia ditinggal? Kan, Dia udah bilang mau ikut Mas Arash ke sininya. Gimana, sih?" omel Dia, calon istri Aksa.
"Siap. Maaf, Mbak. Saya lupa," terang Arash.
Dia tersenyum memandang orang-orang yang sudah dipastikan akan menjadi keluarga nanti. Ia mengulurkan tangan untuk berkenalan. Ini kedua kalinya Dia bertemu dengan keluarga besar Aksa setelah acara pertunangan waktu itu.
"Mbak July ini pacarnya Mas Arash? Atau Adek?" tanya Dia ingin tahu.
Alrescha merangkul Bintang dengan erat, "Ini pacarnya Alres, Mbak. Cantik, kan?"
"Cantik, cute." Dia memuji paras wajah Bintang yang begitu polos.
"Panggil Juli saja, Mbak. Saya kekasihnya Bang Archie," terang Juli dengan nada formalnya.
"Dia akan tetap memanggil Mbak Juli. Nggak sopan kalau Dia manggil cuma pakai nama aja," lanjut Dia yang hanya dibalas anggukan kepala dari Juli.
Dia kembali memanggil Arash, "Mas Arash."
"Siap, Mbak," sahut Arash seperti biasa.
"Mas Arash masih bertugas?" tanya Dia.
"Siap, Mbak. Tugas saya sudah selesai hari ini," terang Arash.
"Ya udah, biasa aja. Jangan siap-siap terus!"
"Siap, Mbak."
"Tabok, nih!"
"Siap, Mbak. Shit!"
Alrescha, Bintang, Happy dan July terkekeh melihat Arash yang belum bisa santai di hadapan Dia.
"Ini nih yang dari dulu Alres tunggu-tunggu. Lanjutkan, Mbak," kelakar Alrescha.
Tatapan Juli tak pernah lepas dari sosok Dia. Ia memandang Dia dengan lekat. Menilai Dia dari ujung kepala hingga kaki. Juli pun penasaran seperti apa sosok kakak Archie yang akan menjadi suami Dia.
Hembusan napas Dia juga tak luput dari penglihatan Juli. Dia menatap semua orang yang ada di hadapannya dengan tatapan tanpa binar seperti beberapa menit lalu. Sorot matanya meredup. Menampakkan kelelahan yang tersimpan rapi dalam diri Dia.
"Eh, Dia sudah datang," sambut Aresh setelah bertemu dengan desainer sekaligus pemilik Oemah Pengantin.
Semua menoleh ke arah suara. Kemudian menyalami si pemilik butik dengan sopan.
"Ayo masuk," ajak Anna, pemiliki butik Oemah Pengantin. "Bunda sudah siapkan contoh kebaya pesanan Bia kalian."
Juli, Bintang, Happy dan Dia dipersilakan masuk ke ruangan khusus yang berisi kebaya-kebaya mewah. Anna menunjuk beberapa kebaya berwarna merah marun dengan gradasi warna hitam dan emas sebagai penyempurna. Mereka pun langsung memilih-milih kebaya yang akan dipakai di acara sakral pernikahan Dia. Selesai memilih, mereka masuk ke ruang ganti untuk fitting kebaya.
Di luar ruangan, Arash dan Alrescha mengobrol random diselingi keributan kecil seperti biasa. Tanpa mereka sadari Archie datang dengan terburu-buru. Diikuti Aksa yang tampak santai mengenakan kemeja lusuh, celana jeans dan sneakers putih kesayangan. Archie sudah tak sabar untuk melihat Juli mengenakan kebaya rancangan Anna Vantie yang terkenal cantik dan mewah.
"Pada kemana?" tanya Archie yang baru saja datang.
"Fitting kebaya," terang Alrescha sebelum bersalaman dengan Aksa.
"Ayah nggak datang?" Aksa bertanya setelah duduk di antara Alrescha dan Arash.
Arash menjawab, "Katanya, Ayah nanti sama Kakung dan Uti. Nggak tahu juga, sih."
"Dia sama siapa ke sini?" tanya Aksa kembali sambil memasang earphone di salah satu telinganya.
"Mbak Dia datang sendiri tadi. Kenapa, Bang?" Arash bertanya ingin tahu.
"Tanya aja," jawab Aksa singkat seraya menyibukkan diri dengan smartphone yang baru dipegangnya.
"Bang, Lo ketemu Kak July dimana? Perasaan kerjaan Lo sebagai dokter sibuk banget, deh. Kok bisa punya cewek cantik gitu," ujar Arash yang sudah merasa bosan menunggu.
"Jodoh pasti bertemu," sahut Archie tenang.
Arash mencibir, "Klise."
"Lebih klise cerita cinta Abang kali," seloroh Alrescha mengejek.
Archie terkekeh mendengar pembelaan Alrescha. Ia mengacak rambut Alrescha karena gemas. Membuat Arash ikut mengusap rambut sang adik dengan kasar.
"Rese, Lo!" gerutu Alrescha menampik tangan Arash karena kesal, sedang Arash tertawa puas.
"Eh, gue tanya tadi belum dijawab. Maksudnya apa kalau kita nggak salah pilih?" ulang Arash bertanya.
Alrescha teringat, "Maksudnya, pacar kita bukan cewek matre. Jadi Abang tenang aja. Mereka nggak akan bikin kita bangkrut."
"Tahu dari mana?" sangsi Arash.
"Punya banyak mantan pacar, tapi nggak bisa nilai cewek. Kalah kamu sama Adek. Sekali punya pacar langsung pinter dia," olok Aksa dengan wajah serius dan tetap menatap layar smartphone.
Arash meringis sambil menggaruk kepala, "Emang cewek matre bisa langsung ditebak, Bang? Kan, harus dilihat dulu. Kayak Bella. Tiap jalan pasti minta belanja. Dari situ ketahuan kalau Bella cuma mau duitnya gue doang."
"Ajarin, Dek!" perintah Aksa.
"Abang, dari penampilan aja kita udah bisa nebak. Mana cewek biasa, mana cewek luar biasa. Luar biasa boros maksudnya," jelas Alrescha.
"Kayak Bintang?" timpal Archie.
Alrescha mengangguk, "Huum. Kalau pergi nggak ribet, pakai kaos sama jeans kelar. Muka aja polos gitu."
"Happy juga keles," kata Arash tak mau kalah.
"Coba bandingkan Bella dengan Happy." Archie mencontohkan.
Arash terdiam. Mencoba membandingkan Happy dan salah satu mantan pacarnya, Bella.
"Lemot, kok, bisa jadi paspampres, sih, Bang," ejek Alrescha yang langsung mendapatkan toyoran kepala dari Arash.
Suara tawa terdengar keras. Aksa, Archie serta Alrescha tertawa melihat reaksi Arash. Entah karena Arash kelelahan hingga otaknya sangat lambat untuk bekerja.
"Ini tu namanya rejeki gue. Makanya gue lebih keren dari Lo," elak Arash yang kembali disambut tawa oleh saudara-saudaranya.
"Iya, Abang emang lebih keren dari Alres. Tapi Alres lebih cerdas dari Abang." Alresha tertawa puas dan langsung berlindung di balik tubuh Aksa sebelum Arash memukulnya.
"Udah. Kayak gini, kok, minta pada nikah. Malu-maluin," kata Aksa melerai adik-adikya yang mulai rusuh.
"Abang tu rese!" adu Alrescha.
Arash tak terima, "Lo yang rese duluan, Bambang!"
"Udah dapat perbedaan Bella sama Happy?" tanya Aksa mengalihkan perhatian Arash agar tenang kembali.
"Bella glamour. Happy simple," kata Arash to the point.
"Semakin tinggi ilmu seorang perempuan, maka semakin sederhana pula penampilannya. Karena apa yang ia kenakan, pastinya akan mencerminkan siapa diri dia yang sebenarnya. Meskipun nggak selamanya identitas hati bisa dilihat dari fisik dan penampilan," jelas Aksa yang mampu membuat Arash dan Alrescha bungkam seraya berpikir.
Archie menambahkan, "Karena seberkelas apapun wanita dengan pendidikan yang dimiliki, kalau nggak bisa menyederhanakan penampilan dengan baik, maka dia nggak jauh beda dengan wanita yang tidak berpendidikan."
"Tapi berpendidikan itu nggak selalu identik dengan sekolah yang tinggi, Bang," sela Alrescha.
Aksa menggangguk sambil memandang Bintang, Happy, July dan Dia yang sudah berganti kebaya dan berjalan ke arahnya, "Yang bergelar belum tentu terpelajar."
"Wooow...." gumam Arash melihat Happy terlihat begitu cantik dan anggun mengenakan kebaya berwarna merah marun.
Sedang Alrescha, Archie dan Aksa hanya terdiam. Mengagumi kecantikan para kekasihnya dalam balutan kebaya modern yang didominasi warna merah marun. Kebaya tersebut melekat pas di tubuh Juli Bintang, Happy bahkan Dia.
Bintang, Happy dan July mengenakan kebaya berwarna merah marun dengan kombinasi warna emas dan hitam. Dipadukan dengan kain batik berwarna hitam dihiasi bordiran warna emas di sekelilingnya. Dan memiliki belahan setinggi paha di bagian depan.
"Cantik," kata Alrescha saat mendekati Bintang.
Bintang tersenyum malu, "Belahannya tinggi banget," ujar Bintang menutupi belahan kain di paha bagian depan.
"Nanti minta ditutup aja," sahut Alrescha merapikan rambut Bintang yang menutupi bahu.
Bintang sengaja memilih kebaya yang terlihat wajar di matanya. Ia tak ingin mendapat kritikan atau protesan dari Alrescha. Berbeda dengan Happy. Kebaya yang Happy kenakan terlihat begitu cantik dan terkesan sexy. Sebagian tubuh Happy terlihat karena pada beberapa bagian dibiarkan transparan. Seperti bagian lengan kanan yang tertutup rapat, sedangkan sebelahnya lagi dibiarkan terbuka.
"Perfect," puji Arash kagum dan hanya dibalas senyuman bahagia dari Happy.
Archie memegang kerah kebaya yang dikenakan Juli dalam diam. Kebaya itu hanya memiliki kerah sebagian. Membuat sebagian bahu Juli terekspose jelas, meski dibalut kain transparan.
"Modelnya memang begini," tutur Juli seakan tahu isi kepala Archie.
Archie menatap kedua mata Juli dengan lekat, "I see."
"Terus?"
"Ya, udah."
Juli mengembuskan napas karena kesal. Kemudian mencepol rambut sebahunya mengenakan karet gelang yang berada di pergelangan tangan kanan sambil memerhatikan Dia.
Dia terlihat sangat cantik mengenakan kebaya pengantin yang didominasi warna merah marun dan sentuhan emas yang menyala. Meski bertubuh kecil, namun Dia piawai membawakan kebaya itu dengan anggun dan elegan bak putri kecantikan dunia. Ekor kebaya yang panjang dan besar tak membuat Dia kesulitan saat berjalan.
Terlihat Dia dan Aksa sedang saling memandang tanpa kata. Tubuh Dia yang lebih kecil dari Bintang seakan tak merasa terintimidasi oleh tatapan tajam Aksa. Semua terdiam ketika Dia dan Aksa mulai beradu mulut. Pun Juli. Memerhatikan keduanya dengan penuh penilaian. Terlebih Aksa, seseorang yang sudah tak asing bagi Juli. Berharap Aksa tak membahas pekerjaan saat berkumpul nanti.
"Kenapa? Salah lagi?" gerutu Dia kepada Aksa.
"Enggak ada yang salah. Cuma kayak kebaya kurang kain aja," sahut Aksa santai, dan disambut tawa keras dari Arash dan Alrescha.
Dia geram, "Mas Arash!"
"Siap, Mbak," kata Arash sigap.
"Diam!"
"Siap, Mbak."
"Aku enggak, ya, Mbak." Alrescha menyahut.
"Adek juga!" perintah Dia keras.
Arash dan Archie terkekeh. Pun Aksa yang menahan tawa karena Dia begitu gampang membuat adik-adiknya patuh. Setidaknya hal itu yang tidak akan membuat Dia tunduk kepada siapa pun.
"It's fashion, Abang! Jangan jadul, deh. Kalau mau jadul, Abang nikah aja sama nenek-nenek. Kebaya mereka ketutup semua tuh," sungut Dia yang hanya membuat Aresh mengulum senyum dan menggelengkan kepala.
"Nggak apa-apa, Bang. Memang modelnya begitu. Itu masih sopan, kok," bela Aresh.
"Yakin mau pakai kebaya ini buat acara Pedang Pora?" tegas Aksa yang tak ingin prinsipnya terbantah.
"Yakin. Kata Bia nggak apa-apa. Warnanya juga pas sama baret merahnya Abang. Ya, kan?" ujar Dia mempertahankan keinginannya.
"Oke."
Dia tersenyum. Namun sepersekian detik kemudian senyum itu memudar. Ketika Aksa memanggil sang desainer.
"Bunda, kalau kebayanya dikasih kerah bisa? Biar nggak terlalu terbuka. Kalau nggak, kebayanya dibuat seperti yang Bintang pakai," pinta Aksa sopan kepada Bunda Anna.
Bunda Anna mengangguk mengerti, "Bisa. Nanti diperbaiki lagi."
"Nggak usah, Bunda. Dia suka yang ini. Nggak usah dengerin Abang. Abang biasa kaya gitu. Maklum, udah tua. Agak kuno," gerutu Dia sambil mengarahkan tatapan tajam kepada Aksa.
"Diubah atau ganti kebaya yang lain?" tegas Aksa penuh penekanan.
"Abang egois!"
"Buat Papa sama Mama. Jangan bikin mereka malu atau sedih lagi."
Dia bungkam mendengar penuturan Aksa. Pun dengan semua orang yang berada di sekitarnya. Dia memandang Aksa dengan lekat, sedang kedua tangannya mengepal di samping. Ia ingin memberontak. Namun tatapan Aksa sangat mengintimidasi, tajam dan tak terbantahkan. Tatapan yang membuat Dia langsung jatuh hati kepada Aksa kala itu.
"Cinta itu nggak selalu harus diucapkan. Apa yang Abang lakukan sekarang adalah salah satu cara Abang mencintai Dia," kata Aksa lugas, membuat kedua mata Dia merebak.
"Abang, ai lop yu tu," teriak Arash menyoraki, karena tak percaya dengan apa yang Aksa katakan.
Bagi adik-adiknya, Aksa adalah orang yang misterius. Sangat mirip dengan sang ayah. Sedikit pendiam dan setiap kata yang terucap selalu tepat sasaran. Tak jauh berbeda dengan Archie. Tetapi Archie lebih pendiam, dan hanya berbicara seperlunya saja. Membuat beberapa orang kesulitan untuk mendekatinya.
"Kenapa?" tanya Archie setelah memberi waktu Juli untuk menikmati wajahnya dari samping.
"Apa nanti Abang juga seperti itu kalau kita akan menikah nanti?" ungkap Juli ingin tahu.
"Tentang?"
"Tentang model kebaya. Abang kayaknya nggak suka aku pakai kebaya model terbuka gini."
"Suka."
"Jadi, besok aku boleh pakai kebaya model seperti ini lagi waktu menikah?"
Archie menyunggingkan senyum sebelum menjawab. Sedari tadi ia mengerti apa yang Juli bicarakan. Dan selama itu pula, Archie mencari kata-kata halus agar Juli tidak memberontak seperti Dia.
Dengan sabar Archie memberikan sebuah kalimat analogi kepada Juli, "Kalau kamu disuruh milih antara permen yang masih terbungkus sama yang sudah dibuka bungkusnya, kamu bakal pilih yang mana?"
"Apa hubungannya permen sama kebaya?!" semprot Juli kesal.
"Apa jawabannya?"
"Pilih permen yang masih terbungkuslah."
"Kenapa nggak milih permen yang sudah dibuka bungkusnya?"
"Kalau sudah dibuka, kan, kotor. Kena debu. Abang mau makan permen kotor?"
"Enggak. Sama kayak kebaya yang kamu pakai sekarang. Kamu cantik pakai kebaya ini, tapi Abang akan lebih suka kalau kamu pakai kebaya yang tertutup."
Juli pun mengerti, "Kenapa kalian selalu ngelarang ceweknya pakai pakaian terbuka? Bukannya kalian menikmati juga?"
"Karena kami nggak suka kalau milik kami dinikmati bebas oleh orang lain. Milik Abang, hanya untuk Abang seorang."
Wajah Juli terasa memanas oleh ucapan Archie. Ia terdiam memandang Archie yang sedang melepas gulungan rambutnya. Kemudian merapikan rambut itu dengan kedua tangannya. Hal sederhana yang mampu membuat degup jantung Juli bertalu kencang.
"Cantik."
Satu kata yang membuat jantung Juli melemah dalam hitungan detik. Kata pujian pertama yang Archie lontarkan setelah menjadi pasangan. Archie tersenyum kala mengetahui isi kepala Juli atas ulahnya tadi.
"I love you, Abang," kata Juli dalam hati.
Archie langsung menyahut, "I love you too."
Juli terkejut mendengar ucapan Archie. Bagaimana bisa Archie mengetahui ucapannya di dalam hati? Sorak-sorai dari Arash dan Alrescha menggema saat melihat interaksi Juli bersama Archie yang begitu tenang juga tampak sangat manis. Arash dan Alrescha mulai mengetahui bagaimana kedua kakak misteriusnya ketika jatuh cinta.
Tbc.
24 May.21
Mohon maaf lahir dan batin semua. 🙏
Alhamdulillah, kita bisa bertemu lagi di sini. Maaf, karena baru bisa update lagi. Karena ternyata, tingkah Bang Archie nggak sesuai dengan suasana bulan ramadan kemarin. Barangkali jadi dosa. 😆
Happy reading, enjoy the story.
And thank you so much buat kalian yang masih setia di sini, terutama yang bersedia kasih bintang dan juga komen.
Tabik.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top