1. Apa yang akan terjadi?
Juli memotret sejumlah bahan baku bom seperti aceton cair, hidrogen klorida (HCL), termometer, serbuk aluminium, gotri serta TATP (triaceton triperoxide) menggunakan smartwatch-nya. TATP adalah bahan kimia yang sangat mudah terbakar. Bahan peledak yang menggunakan bahan kimia tersebut akan tergolong sebagai high explosive atau berdaya ledak tinggi.
"Shit!" gumam Juli saat tertangkap basah.
Perlahan Juli melangkah mundur saat beberapa orang mulai mendekat ke arahnya. Juli menatap orang-orang itu dengan tatapan menyalang. Ia mengambil langkah seribu dengan sigap. Di otak Juli hanyalah menghindari para security itu agar identitasnya tidak terbongkar.
Para security itu pun segera berlari mengejar Juli. Salah satu dari mereka berteriak agar beberapa rekan kerjanya bisa menghadang pergerakan Juli di tempat lain. Meski rasa lelah telah merasuki tubuh Juli, namun ia terus berlari mencari pintu keluar.
"Mau kemana kamu?!" teriak salah satu security yang berbadan besar.
Juli menghentikan langkah, ketika lima orang security menghadangnya. Deru napas Juli tersengal-sengal. Kepalanya menggeleng saat ia sudah terkepung. Tak ada jalan untuk bisa lolos dari kepungan itu.
Para security itu mulai maju menyerang Juli. Tidak ada cara lain bagi Juli untuk menyelamatkan diri selain melawan. Ia bersiap-siap untuk melawan siapa saja yang maju menyerangnya. Kedua matanya menatap waspada para security yang sudah mengepung.
"Tangkap dia!" pekik security tersebut.
Mereka segera maju menyerang. Dengan sigap Juli menangkis untuk menghindar dari serangan itu. Ia meninju wajah seseorang yang akan memukulnya. Lantas menendang seseorang yang akan menghampirinya. Pertahanannya goyah, ketika seseorang memukulnya dari belakang. Namun Juli masih mencoba untuk bangkit dengan sisa-sisa tenaganya.
Juli kembali memukul lantas menendang beberapa orang yang akan menangkapnya. Ia pun tak segan-segan memelintir tangan lawan yang sudah mencengkram jaketnya. Jumlah lawan yang terlalu banyak membuat Juli terpontang-panting. Hingga sebuah pisau menusuk perutnya.
Deru napas Juli memburu. Menandakan dirinya yang sudah teramat lelah. Namun ia tak boleh menyerah sampai berhasil melarikan diri. Diambilnya sebuah benda dari saku celana–permen karet.
Juli mengunyah permen karet tersebut dua kali sambil melangkah mundur sembari melawan agar tidak tertangkap. Kemudian membuang permen karet itu ke tempat yang sedikit jauh dari bahan peledak sebelum melarikan diri melewati barisan drum-drum minyak dan memanjat tembok layaknya seorang parkour profesional.
"Kejar!" teriak seseorang yang masih mengejar Juli sebelum suara dentuman keras terdengar dan membuat semua pergerakan terhenti.
BOOM!!
♡♡♡
Setelah merasa aman dari persembunyian, Juli bergegas keluar. Ia berjalan mencari taksi sambil membuka masker hitam yang dipakainya. Tangan kanannya menekan perut yang sudah bersimbah darah. Baju serba hitam yang dikenakannya mampu menutupi warna merah darah yang sedang mengalir.
"Ke Rumah sakit, ya, Pak," kata Juli setelah memasuki sebuah taksi yang sedang mengantri mencari penumpang.
Supir tersebut langsung menyahut, "Rumah sakit mana, Mbak?"
"Rumah sakit terdekat, Pak," ujar Juli sembari menahan sakit.
"RSPAD?"
"Boleh. Cepat, ya, Pak."
"Iya, Mbak."
Supir taksi tersebut langsung meluncur ke tempat tujuan. Sesekali ia memerhatikan Juli melalui kaca spion dalam mobil. Ia menerka-nerka apa yang sedang terjadi pada penumpangnya. Namun enggan untuk bertanya. Ia pun menancap gas kala melihat Juli meringis kesakitan.
"Sudah sampai, Mbak," kata supir taksi setibanya di depan IGD RSPAD.
Juli mengangguk sambil mengambil selembar uang berwarna merah dari saku jaketnya, "Ambil saja kembaliannya, Pak. Terima kasih."
Juli segera turun dari taksi itu. Meninggalkan tatapan curiga dari sang supir taksi saat melihat Juli berjalan tertatih-tatih menahan sakit. Karena takut, taksi itu langsung pergi meninggalkan area rumah sakit dengan tergesa-gesa.
Sesampainya di ruang IGD Juli terjatuh dengan sisa-sisa kesadarannya. Suara riuh masih terdengar di telinganya. Ia langsung ditangani secara intensif oleh dokter dan para perawat.
"Tolong," gumam Juli sambil melihat papan nama di jas putih yang sedang memeriksanya–dr.Archie–sebelum ia menutup mata.
"Siapkan ruang operasi. Hubungi dokter Ryan dan dokter Ivan sekarang!" teriak Archie setelah memeriksa luka tusuk Juli.
♡♡♡
Archie kembali ke IGD setelah salat subuh dan beristirahat sejenak di masjid rumah sakit. Ia memeriksa beberapa pasien yang sudah ditanganinya malam ini. Dahi Archie berkerut ketika menemukan daftar nama pasien terakhirnya. Pasien tersebut tanpa ada nama dan identitas apa pun.
"Ini barang-barang pasien luka tusuk tadi malam, Dok," kata seorang perawat bernama Santi.
"Cuma ini?" tanya Archie melihat beberapa barang di sebuah kotak kardus.
"Iya, Dok," jawab Santi.
Celana jeans hitam, kemeja hitam dan tank top hitam yang sudah robek karena tusukan, smartwatch, sepatu kets, uang kertas, permen karet, gelang karet berwarna hitam, serta kalung dog tag military berinisial JK yang disertai angka-angka di bawahnya.
"Nggak ada dompet?" tanya Archie kembali.
Perawat itu menggeleng, "Nggak ada, Dok. Terus gimana, Dok? Apa kita telepon polisi saja?"
"Iya, Dok. Barangkali Mbaknya kerampokan tadi malam," ujar seorang perawat yang lain.
"Apa pasien sudah sadar?" tanya Archie yang hanya dibalas gelengan kepala dari para perawat itu.
"Karena kamu yang menolongnya tadi malam, berarti kamu walinya, Dokter Archie," tutur seorang dokter bedah senior yang sempat membantu mengoperasi–dr.Ryan.
Dokter bedah itu menepuk pundak Archie seraya tersenyum. Membuat Archie pasrah. Ia pun mengambil kotak kardus itu dan berjalan pergi meninggalkan IGD. Tak lupa ia menanyakan dimana ruang perawatan pasien luka tembak tersebut.
Selesai mandi dan berganti pakaian, Archie segera ke ruang perawatan pasien misteriusnya. Ia pun mengingat-ingat beberapa bekas luka di tubuh pasiennya itu. Luka itu meyakinkannya bahwa si pasien bukanlah orang biasa. Ia bergegas untuk bertemu pasien tersebut.
"Selamat pagi," salam Archie ketika masuk ke ruang perawatan sang pasien tanpa nama.
Juli menyahut pelan, "Selamat pagi. Maaf, Anda siapa?"
"Saya dokter Archie. Dokter residen bedah yang membantu mengoperasi Anda tadi malam," terang Archie sambil meletakkan sekotak kardus kecil di atas meja nakas yang berada di samping hospital bed.
Kedua mata Archie menatap Juli dengan lekat seakan memeriksa sesuatu, "Bagaimana keadaan Anda?"
"Lebih baik dari pada tadi malam. Terima kasih, Dokter, sudah menolong saya," kata Juli yang hanya dibalas anggukan kepala dari Archie.
"Saya membawa barang-barang Anda. Barangkali Anda membutuhkannya," ujar Archie sambil menunjuk kotak kardus di sampingnya.
Juli hanya mengangguk perlahan. Ia tidak tahu jika Archie sedang membaca pikirannya dengan sangat mudah. Archie pun mencoba untuk tetap berkomunikasi agar bisa mendapatkan identitas pasiennya.
"Dokter memutuskan untuk mengambil tindakan operasi di bagian perut Anda. Akibat tusukan tersebut telah ditemukan luka di bagian usus halus, sehingga usus halusnya mesti dipotong sepanjang 30 cm," terang Archie yang tidak membuat sang pasien terkejut sedikit pun.
"I see. Bedebah berengsek! Awas aja besok," umpat Juli dalam hati, dan langsung diketahui oleh indera keenam Archie.
Archie menambahkan, "Kami khawatir jika luka tusuk tersebut terdapat kuman yang bisa menginfeksi rongga perut. Operasi dilakukan untuk menghentikan pendarahan, serta menghentikan kontaminasi."
"Boleh saya meminta data-data Anda? Untuk administrasi," tutur Archie yang langsung dibalas anggukan kepala dari Juli.
Archie mengambil sebuah map yang berisi beberapa lembar kertas untuk data-data pasien. Kemudian mengambil kursi kecil untuk duduk di samping bed hospital. Juli memerhatikan Archie tanpa berkedip.
"Baru tahu ada dokter secakep ini," ucap Juli dalam hati, dan langsung bisa terbaca dengan jelas oleh Archie.
"Ada apa?" tanya Archie memergoki Juli yang sedang menatapnya dengan intens.
"Apa saya boleh pulang besok?" tanya Juli mengalihkan pembicaraan.
"Tidak. Anda belum sembuh."
"Tapi saya harus cepat pulang, Dok."
"Siapa nama Anda?"
"Julaeha."
Archie melayangkan tatapan tajam kepada Juli karena telah membohonginya.
"Siti Julaeha." Juli mengulang nama itu untuk meyakinkan Archie.
"Nomor telepon?" tanya Archie yang ingin melacak nomor telepon Juli.
Juli menyebut beberapa angka dengan cepat, "0811223344."
Archie memainkan lidahnya di dalam mulut sebelum menuliskan nomor tersebut di data pasien.
"Ada nomor keluarga yang bisa dihubungi?" tanya Archie yang sudah gemas dengan kebohongan Juli.
"Tidak ada," jawab Juli cepat dan lugas.
Juli terpaku ketika kembali ditatap oleh kedua mata tajam Archie. Ia merutuki detak jantungnya yang berdegup kencang karena tak kuasa akan tatapan mematikan dari Archie.
"Shit! Ini jantung kenapa lagi? Kayak baru lihat orang cakep aja," gerutu Juli dalam hati, tetapi telah terbaca jelas oleh Archie.
"Dokter nggak percaya?" tanya Juli yang ingin meredakan kecanggungannya kepada Archie.
"Enggak. Kamu sedang membohongi saya, bukan?" terang Archie tanpa basa-basi.
Juli mengembuskan napas sembari memutar otak, "Dokter Archie, saya dibesarkan di panti asuhan. Mau saya hidup ataupun saya mati sekarang, nggak akan ada yang peduli. Maka dari itu, tolong bantu saya keluar dari sini. Please."
Archie tertegun mendengarnya. Kali ini Juli benar-benar jujur mengatakan hal tersebut. Sorot mata Juli pun telah berubah sedikit sendu, tidak setajam sebelumnya.
"Apa perlu saya menelepon polisi untuk menolong Anda?" Archie memancing karena ingin tahu bagaimana pasiennya ini bisa tertusuk. "Anda bisa menceritakan apa saja yang telah Anda alami semalam."
"Nggak perlu. Dokter tahu, kan, polisi itu bikin ribet. Yang ada saya nggak akan bisa hidup tenang nanti," jawab Juli mulai kesal.
"Oke. Saya akan menjadi wali Anda sampai diizinkan untuk pulang. Jadi saya mohon, turuti perkataan saya. Bisa?" pinta Archie yang semakin membuat Juli gemas.
Juli pun kembali bernegosiasi, "Dokter Archie, kalau saya bisa keluar dari sini, saya akan segera mengembalikan semua biaya yang sudah Dokter keluarkan untuk saya. Bagaimana?"
"Saya tidak peduli Anda mau mengembalikan biaya perawatan itu atau tidak. Saya cuma mau Anda tetap di sini sampai sembuh. No debate!"
Juli terdiam seraya melayangkan tatapan tak setuju kepada Archie. Ia pun mencari cara lain agar bisa meninggalkan rumah sakit dengan segera. Akan tetapi rencana itu langsung diketahui oleh Archie.
"Jangan coba-coba untuk kabur!" ancam Archie yang membuat Juli terkejut dalam beberapa detik, "Kalau sampai itu terjadi, saya nggak akan pernah mau menolong kamu lagi. Mengerti?"
Juli mengangguk sembari berpikir apa yang akan dilakukan setelahnya, "Mengerti. Tapi kalau kita berjodoh, bagaimana pun keadaannya Dokter pasti akan menolong saya. Correct me if I'm wrong."
Detak jantung Archie tiba-tiba berdegup kencang. Ia terpana dengan senyuman tulus Juli yang begitu manis. Dan juga tentang kata 'jodoh' yang baru saja didengarnya dari mulut Juli. Kata yang tak pernah terpikirkan di benak Archie selama ini.
"Jodoh nggak akan kemana, Dokter," kata Juli dalam hati.
Lagi, Archie kembali membaca pikiran Juli dengan begitu jelas. Archie merasa tidak mungkin jika jodohnya seorang wanita berakal bulus seperti Juli.
"Saya pergi dulu. Selamat berisirahat dan semoga cepat sembuh," pamit Archie sebelum meninggalkan ruang perawatan.
"Tunggu, Dok," cegah Juli yang langsung membuat langkah Archie terhenti.
"Ada apa lagi?" tanya Archie to the point.
"Saya membutuhkan pakaian ganti, Dok. Apa Dokter bisa meminjamkannya untuk saya?"
Juli mencoba menggoda Archie, tapi hal itu benar-benar dibutuhkannya saat ini. Ia tak mungkin melarikan diri menggunakan pakaian rumah sakit.
"Berapa ukuran pakaian Anda?" tanya Archie yang sudah mengetahui siasat buruk Juli.
"M. 29. 34B," terang Juli yang mampu membuat Archie mematung dalam beberapa detik.
Archie membatin, "Perempuan gila. Bisa-bisanya dia menyebutkan ukuran pakaian tanpa rasa malu."
Salah satu kaki Archie melangkah mundur, kemudian segera berbalik untuk pergi tanpa pamit. Sedang Juli mengulum senyum ketika mengingat reaksi tercengang dari Archie barusan. Ia merasa lega, karena sudah terbebas dari Archie. Terbebas dari hal yang berhubungan dengan identitasnya.
"Satu masalah kelar," kata Juli berbangga hati karena bisa meluluhkan sosok Archie yang baru dikenalnya.
¤¤¤
Tbc.
12April.21
Hai....
Maaf lahir dan batin semua.
Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya. Semoga ibadah kita di bulan suci ini dimudahkan dan dilancarkan. Aamiin 🤲
See you soon, InsyaAllah. ☺
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top