Wajah polos Velova
Velova membaringkan tubuhnya di samping Felix, tubuhnya meringkuk memeluk pria di sampingnya perlahan. Matanya tertutup dengan tangan yang terlihat sedikit gemetar.
"Aku harus pergi," ucap Felix. Namun, seketika itu langkahnya terhenti ketika Velova semakin erat memegang lengangannya.
Velova memajukan tubuhnya, lalu bergumam, "tetaplah seperti ini untuk sementara."
Felix terdiam seraya melirik ke bawahnya, ia merasakan lengannya yang basah. Apa Velova menangis? Ah, itu pasti tipuan wanita itu lagi. Baru beberapa menit lalu ia melihatnya bermain dengan senang, tidak mungkin sekarang menangis.
Untuk kali ke tiganya Felix mendesis. Ia sudah muak dengan sifat Velova. Bahkan seujung kuku pun ia tidak akan mempercayai akting wanita itu lagi.
Felix bangkit dari duduknya secara perlahan setelah memastikan jika Velova sudah tertidur pulas. Ia berjongkok sedikit untuk memperhatikan wajah polos Velova ketika tertidur. Sangat jauh berbeda dengan wanita yang selalu membantai orang-orang yang berbuat sedikit celah kesalahan. Apa mereka orang yang sama?
Felix menarik ujung bibirnya lalu pergi tanpa membenarkan selimut yang mengekspose hampir seluruh tubuh Velova. Ia tidak peduli jika besok wanita itu akan masuk angin atau kedinginan semalaman. Itu bukan urusannya.
Felix menatap jam di atas nakas, sudah pukul dua malam dan ia masih belum bisa tidur, dan anehnya, ia tidak langsung pergi ke kamarnya. Ia masih berada di ruangan yang sama dengan Velova. Menatap wanita itu dari kejauhan sembari menyesap rokoknya yang sudah setengah batang.
Felix mengingat setiap umpatan kata yang selalu Velova lontarkan ketika bercinta dengannya. Ia tahu itu bukan untuknya, itu untuk Candra.
Entah mengapa Felix bisa langsung menebak sedikit yang dialami Velova. Wanita itu kesepian karena suaminya yang tidak lagi memberikan haknya sebagai seorang istri, dan jarang di rumah.
"Kenapa kau tidak menceraikanku dari awal jika pada akhirnya kita tidak akan saling mencintai!"
"Kenapa kau mempertahankan hubungan yang tidak pernah ada artinya selama ini?"
"Kenapa kau menahanku saat kau sendiri tidak membutuhkan kehadiranku!?"
Pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari mulut Velova sedikit mengganggu fokus Felix. Ia tidak ingin percaya lagi dengan sandiwara wanita itu. Namun, raut wajah Velova terus berkata jika itu kebenarannya.
"Arrgh! Sial, aktingmu benar-benar sempurna," desis Felix seraya menunjuk Velova yang masih tertidur pulas.
Felix harus mencari tahu sebenarnya apa yang terjadi dengan hubungan Velova dan Candra sebenarnya. Barang kali ada celah untuknya menemukan semua yang ia butuhkan.
Felix bangkit dan segera memakai pakaiannya, meninggalkan tempat itu secara hati-hati. Setahu ia, setelah ia mengantar Candra, pria itu langsung pergi ke luar sendirian membawa mobilnya. Hampir setiap malam pria itu akan pergi sendirian. Entah ke mana tujuannya, pantas saja istrinya selalu butuh belaian orang lain.
Sebelum benar-benar pergi, Felix mengambil sidik jari Velova terlebih dahulu lewat alat seperti kantung tangan yang sudah ia siapkan sebelumnya. Setelah semuanya selesai, ia baru beranjak dari sana.
Felix memelankan langkahnya, lalu membuka pintu kamar Candra dengan sidik jari Velova. Untung saja tidak ada penjagaan malam di mansion itu, hanya ada beberapa Cctv di setiap sudut, ia tahu jika di mansion tidak ada penjaga khusus Cctv, karena itu dipegang langsung oleh Velova. Felix hanya perlu pergi ke ruang Cctv untuk menghapus jejaknya. Itu hal yang mudah.
Felix mencari di setiap ruangan kerja Candra. Ia tahu jika pria itu pasti tidak akan menaruh buku catatan tabungannya sembarangan. Pasti itu di simpan di suatu tempat, jadi ia hanya perlu mencari sedikit petunjuk kebenaran adanya buku tabungan itu.
Felix melihat amplop yang beberapa waktu lalu ia lihat diberikan oleh pria buncit. Mengapa amplop itu tidak diberikan ke Velova jika memang titipan pamannya?
Segera, Felix mengambil amplop putih itu. Membukanya perlahan karena belum ada tanda terbuka sebelumnya. Sepertinya Candra belum membukanya sama sekali.
"Menangkan Group Lueena dalam persidangan, akan saya beri kau 20 juta."
-CEO Lueena
Felix terkejut, ternyata apa yang dikatakan ibunya itu benar. Candra selalu bermain curang dalam persidangan.
Sebelum mengembalikan bentuk amplop itu seoerti semula, Felix memfotonya terlebih dahulu untuk ia berikan kepada kakaknya.
***
Pagi harinya, Felix kembali bersikap normal seperti biasanya. Ia tidak menunjukkan sikap bahwa ia sudah tahu apa yang dilakukan Richard sebenarnya. Ia membiarkan pria itu terus mengawasinya.
Felix sengaja menelepon beberapa kenalan wanitanya yang ada di Las Vegas, menggoda mereka dengan intens lewat panggilan telepon dan panggilan video agar Richard mengadu ke Velova. Ia ingin tahu apa reaksi wanita itu nantinya jika mendengarnya.
Setelah selesai dengan wanita ke sepuluhnya, Felix melempar ponselnya ke atas ranjang, lalu membaringkan tubuhnya dengan keras.
"Aargh, senangnya punya banyak wanita yang menyukaiku," gumam Felix sedikit keras agar Richard yang berada di seberangnya mendengar itu.
Felix melihat Richard yang sedari tadi sibuk memainkan jarinya di atas layar benda pipih dengan serius. Sepertinya pria itu masuk ke dalam jebakannya.
Benar saja, dalam hitungan detik, Velova langsung menghubunginya lewat panggilan telepon. Felix merasa senang ketika mengabaikan panggilan Velova. Lagi pula ia harus bersiap-siap mengawal Candra ke acara pertemuan anggota hukum.
"Angkatlah panggilan itu, suaranya mengganggu!" titah Richard. Sepertinya Velova meminta pria itu untuk membujuknya mengangkat telepon.
Alih-alih mendengarkan titah teman sekamarnya, Felix malah mematikan nada panggilannya, dan kembali mengabaikan Velova. "Sudah, kau tak akan keganggu lagi. Mending siap-siap, 15 menit lagi kita harus berada di pintu."
"Sial, angkat panggilan itu!" desis Richard setelah beberapa menit menahan emosinya.
Felix terdiam beberapa saat, lalu tertawa melihat ekspresi Richard yang gusar. Sepertinya Velova mengancam pria itu. "Kenapa kau memaksaku?"
"Itu panggilan Nyonya!"
Felix menoleh, melihat ponselnya yang tergeletak dengan posisi layar di bawah. "Kenapa kau bisa tahu jika itu panggilan Nona Velova?" tanyanya.
Wajah Richard terlihat lebih pucat dari sebelumnya. Tangannya sedikit gemetar, terlihat walaupun ia terus membolak-balikkan ponsel di telapak tangannya.
"Lupakan, aku akan mengangkatnya nanti setelah merapikan diri," ucap Felix lalu pergi begitu saja ke kamar mandi.
"Sial!" decak Richard setelah Felix benar-benar menghilang di balik pintu kamar mandi. Ia kemudian menelepon Velova segera.
"Maaf, Nyonya. Felix sedang mandi makanya tidak bisa menerima panggilanmu," ucap Richard tergagap setelah panggilannya tersambung.
"Katamu Felix sedang bermesraan dengan banyak wanita di telepon. Mana? Apa kau membohongiku?"
Richard menggeleng keras. "Tidak, Nyonya. Aku berkata dengan benar."
"Jika kau berani membohongiku, kau akan tahu akibatnya!"
Richard meremas ponselnya saar Velova mengakhiri panggilan. Harusnya ia tidak dulu mengadu ke wanita itu tentang apa yang Felix lakukan.
Richard melempar ponselnya ke atas ranjang, lalu pergi ke kamar mandi yang bersebelahan dengan Felix. Di kanar yang luas itu, terdapat dua kamar mandi khusus untuk per orang.
Sebenarnya bisa saja peraturan membiarkan mereka berada di kamar yanh terpisah. Namun, tujuan Velova mengirim Richard adalah mengawasi Felix. Jadi, ia tidak diperbolehkan berbeda kamar dengan Felix.
Beberapa menit kemudian, Felix ke luar dari kamar mandi. Wajahnya tetsenyum bahagia, lalu mengambil ponselnya yang masih menghubungkan suara dengan bluetooth earphonenya. Ia sengaja menyambungkan itu agar mendengar Richard yang dimarahi Velova. Rasanya menyenangkan, bahkan ia hampir tertawa lepas di dalam kamar mandi. Untung saja bisa ia tahan sedikit agar tidak terdengar ke luar dengan menyalakan keran.
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top