Titah Ibu
"Jadilah pengawal keluarga Aiben!"
Felix tertegun, baru beberapa menit ia menginjakkan kaki di rumah keluarganga, dan ia langsung mendapat titah yang bahkan tidak ia paham. Ia melihat ibunya yang tengah duduk anggun dengan teh hangat di tanggannya. Bukankah Bryan berkata jika ibunya sedang ada pemotretan?
Bahkan, setelah jauh dari Felix selama dua puluh tahun wanita itu tidak menunjukkan rasa rindu sama sekali.
Felix menoleh untuk mendapat penjelasan Bryan, dan hanya mendapat anggukan dengan mata berkedip pelan dari saudaranya.
"Apa ibu punya hutang ke keluarga Aiben?" tanya Felix. Setahunya, hutang keluarganya begitu besar, mengapa ia hanya ditugaskan sebagai pengawal yang notabenenya mendapat gaji tidak seberapa.
Rose, ibu Felix segera bangkit dari duduknya. Menghampiri putra bungsunya. "Ikuti ibu!" titahnya sembari berjalan mendahului Felix.
Wanita itu berhenti sekilas di depan pintu, lalu segera masuk setelah melihat Felix mengikutinya.
"Cari informasi tentang Candra," ujar Rose seraya menyerahkan tablet berisi informasi tentang Candra.
Tepatnya, Candra Aiben. Seorang hakim terkenal dengan komitmen tidak akan pernah menerima sogokan dari siapa pun. Ia terkenal sebagai Hakim terlurus, dan sangat dipercaya di masyarakat karena ketampanan dan sering memberikan hadiah kepada masyarakat kecil. Namun, pria itu juga yang membuat kerugian perusahaan Albarack yang dipegang Bryan.
Peristiwa bermula ketika ada perusahaan kosmetik yang memiliki nama produk hampir menyamai produk Albarack. Awalnya, Bryan dengan cerobohnya menuntut perusahaan Convort agar nama produk perusahaannya tidak ada yang menyamai. Namun, hal itu malah berbalik dan perusahaan Albarack dinyatakan bersalah dan harus membayar denda kepada Convort sebesar 25 miliar.
Rose mengira itu semua terjadi sebab campur tangan Candra, sang hakim. Ia pernah melihat pria itu berjabat tangan serta menerima amplop dari lawannya. Itu sudah terlihat jelas jika Candra berbuat curang, dengan bukti yang sangat kuat, perusahaan Albarack dinyatakan kalah. Itu tidak masuk akal.
Rose ingin Felix bekerja sebagai pengawal Candra, ia ingin putranya menjadi mata-mata dan mencari bukti kecurangan Candra.
"Jadi, aku harus mencari bukti kecurangan Candra?" tanya Felix. "Jika dia tidak melakukan kecurangan, apa yang akan ibu lakukan?"
Rose meremas kedua tangannya. "Aku yakin, hakim itu punya banyak rahasia. Dia sudah mempermalukan keluarga kita, aku akan membalasnya dua kali lipat. Aku akan mengungkapkan rahasia busuk pria itu sampai tidak akan ada yang mempercayainya."
"Aku tidak mau," sahut Felix. Lagi pula, hal itu belum jelas adanya. Jika Candra terbukti tidak seperti yang dibicarakan ibunya, apa yang akan ia lakukan selanjutnya?
"Kenapa?"
Felix menunduk ketika ibunya menatap marah kepadanya. "Ya, aku tidak mau."
"Apa kamu ingin ibu kirim ke Amerika lagi?" ucap Rose. "Ikuti perintah ibu, jika kamu berhasil menemukan titik celah Candra dan membantu ibu menghancurkan pria itu. Ibu janji akan mengakuimu sebagai anak ibu dan mencatat namamu di kartu keluarga."
Felix tercengang dengan apa yang ia dengar. Itu adalah impian Felix selama ini, ia ingin dunia tahu jika ia adalah anak Rose.
"Bagaimana, Felix?" tanya Rose kembali.
"Akan aku pikirkan, bagaiman dengan identitasku?" tanya Felix, ia masih menggunakan identitas Amerika, sudah jelas Candra tidak akan menerima sembarang orang menjadi pengawalnya.
Rose bukan asal memilih Felix sebagai pengawal. Ia tahu jika Felix di Amerika dari kecil mengambil kelas bela diri. Jadi, sudah dipastikan Felix memiliki kemampuan sebagai pengawal.
"Ibu akan mengurus semuanya. Jangan sampai ibu berubah pikiran," ucap Rose.
Felix mengangguk, ia melihat wajah ibunya. Hanya terlihat kebencian kepadanya, sedangkan kepada kakaknya, Bryan. Ibunya selalu memperhatikannya dan berbicara lembut kepada Bryan. Bahkan, tugas untuk Felix tak lain hanya untuk membantu kakaknya. Sepertinya dunia ibunya dipenuhi dengan Bryan, tidak ada celah untuk Felix masuk ke dalam sana.
***
Felix merebahkan tubuhnya pada ranjang al size kamarnya pas kecil. Sekarang sudah direnovasi menjadi kamar seorang pria dewasa.
Felix terus menyapu pandangannya ke atas, mengamati langit-langit kamar berwarna hitam. Ia juga menyapu pandangannya ke seluruh penjuru arah. Lumayan, sepertinya orang yang mendesain kamarnya paham kesukaan pria pada umumnya.
Felix kembali menyadarkan dirinya agar memikirkan perintah ibunya. Ia sempat berpikir akan menolak lagi, ia tidak ingin membeli pengakuan ibunya. Ia ingin merasakan ibunya benar-benar tulus menginginkannya. Namun, jika bukan sekarang, kapan lagi ada kesempatan ia bisa tercatat di kartu keluarga ibunya. Meskipun itu hanya sebuah tulisan di atas kertas.
"Boleh kakak masuk?"
Felix mengangkat sedikit kepalanya untuk melihat wujud kakaknya yang baru saja memanggil namanya. "Ada apa, Kak?"
Bryan duduk mensejajarjan tubuhnya pada tubuh Felix. "Aku ingin kau mengikuti perintah ibu. Demi aku."
Felix sontak duduk untuk mendengar jelas ucapan Bryan. "Kenapa?"
"Kamu tahu, kan, ibu tidak suka ada yang meremehkan keluarga kita," ucap Bryan. "Aku yakin firasat ibu benar tentang Candra."
"Entahlah, aku lupa. Selama 20 tahun aku tidak mengenal ibu. Tapi kenapa ibu sangat terobsesi dengan Candra, bukan pemilik perusahaan Convort?"
"Mengenai itu, ibu merasa ada kejanggalan di persidangan. Ia tidak merasa ada raut ketakutan di wajah CEO Convort. Ada seringai aneh diantara keduanya," titah Bryan. "Setelah ibu menyuruh orang mencari tahu, ternyata itu bukan sidang pertama kali yang membahas masalah nama produk, dan semuanya dimenangkan oleh produk yang menyamai itu."
"Jadi, kalian pikir ada sangkut pautnya dengan hakim?" tanya Felix. Mungkin saja semua yang pernah dilaporkan ke pengadilan bersekongkol dengan hakim itu.
"Iya, bagaiman, kau mau? Kebetulan keluarga mereka sedang membutuhkan pengawal," tukas Bryan. "Aku baru menjalankan bisnis tiga tahun ini, dan aku langsung membuat kerugian yang sangat besar karena kecerobohanku."
Felix melihat wajah kakaknya yang terlihat lesu. Ia kemudian mengangguk. "Baiklah kak, berikan informasi tentang Hakim Candra kepadaku, mungkin aku akan menemukan sedikit celah pada pria itu."
"Benarkah? Terima kasih, Felix. Aku akan segera membawakannya kepadamu." Setelah memeluk sekilas Felix, Bryan bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja dengan wajah sumringah.
***
Felix menatap layar monitor di depannya dengan serius. Membaca seluruh informasi tentang keluarga Candra.
"Bukankah wanita ini ...."
Felix menunjuk seorang wanita yang berdiri di samping Candra pada foto. Rasanya tidak asing, ia pernah melihat wanita itu.
"Ah iya, wanita dres merah di pesawat, Velova. Jika Candra adalah suaminya, apa pria yang ada di pesawat itu selingkuhannya?" Felix memutar kembali memori ingatanya tentang Velova. Apa mungkin wanita itu dilecehkan saat di pesawat? Tapi Felix juga melihat kemauan pada wajah Velova saat pertama mereka bercumbu di depannya. Itu bukan paksaan.
"Menarik," gumamnya. Jika ita tahu ini dari awal, ia mungkin bisa mencari nama di depan Candra setelah membongkar perselingkuhan istrinya.
Felix mengembuskan napasnya pelan, lalu kembali merebahkan tubuhnya. Mungkin istirahat sebentar dapat menghipangkan rasa lelahnya. Beberapa detik kemudian, hanya ada suara dengkuran halus di ruangan itu.
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top