Pria malang

Felix duduk di kursi hitam sembari memijit pelipisnya, hari ini ia selesai mengantar Candra. Tidak ada apa-apa yang ia curigai dari pria itu kecuali isi amplop yang katanya akan diberikan kepada Velova.

Felix mulai meragukan Velova yang berkata akan membantunya. Semua yang dilakukan wanita itu mencurigakan, hal itu membuat Felix merasa menjadi orang bodoh. Ia tidak suka dipermainkan, apa lagi oleh seorang wanita. Apa yang harus ia lakukan sebenarnya?

Felix menoleh ke sampingnya ketika mendengar banyak notifikasi dari sebuah ponsel. Ia meraba sakunya, ponselnya masih berada di sana. Lalu, ponsel siapa itu?

Berulang kali Felix berusaha mengabaikan notifikasi pesan pada ponsel di sampingnya. Namun, notifikasi itu berubah menjadi sebuah panggilan.

Niat awal Felix tidak ingin memedulikan itu. Namun, pada akhirnya, ia mengangkat benda pipih itu dan mulai menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan yang mengganggunya.

"Awasi Felix dengan benar! Beritahu aku semua yang dilakukannya tanpa terkecuali."

"Hallo!"

"Apa kau di sana Richard!?"

Felix segera menutup panggilan itu setelah mendengar suara wanita di balik telepon yang tidak asing di telinganya. Prasangkanya benar, ia telah dipermainkan Velova. Mungkin wanita itu sudah menertawai kebodohannya selama ini. Bahkan dengan sengaja mengirim Richard untuk mengawasinya.

Mengingat apa yang telah dilakukan Richard selama ia bertemu dengannya, itu sangat aneh, sekarang Felix jadi tahu apa maksud semua itu.

Felix meremas buku-buku jarinya dengan keras, ia harus memimpin permainan antara ia dan Velova mulai sekarang. Ia tidak akan gegabah lagi. Tujuan utamanya bukan mengekspos Candra, akan tetapi menghancurkan Velova. Ia akan membalas semua perbuatan wanita itu kepadanya.

Felix bangkit dari duduknya setelah menghapus semua riwayat panggilan di ponsel Richard, kemudian melemparkan ponsel itu kembali ke tempat semula.

***

"Felix!"

Bryan mempercepat langkahnya, dan menghampiri Felix yang tengah berdiri di depan gerbang.

"Kenapa kau tak masuk?" tanya Bryan setelah berada di depan Felix.

Felix tersenyum senang melihat saudaranya. Ia menggeleng seraya menyapu pandangannya ke depan. "Ada ibu?"

"Ada, di dalam. Masuklah! Ini sudah malam," titah Bryan.

"Tidak, Kak. Aku akan masuk setelah menyelesaikan janjiku," ucap Felix. Ia hanya ingin memastikan keadaan ibunya setelah melihat berita di televisi.

Beberapa jam lalu, Felix melihat layar televisi di kamarnya yang menayangkan  tentang keadaan ibunya yang sedang tidak sehat, dan bahkan menunda jadwal sutingnya.

Felix mengenal ibunya walaupun tidak pernah bertemu selama 20 tahun. Wanita paruh baya itu gila pekerjaan, ia tidak akan berhenti bekerja sebelum benar-benar sakit.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Felix.

"Ibu sudah meminum obat, dan dipasang inpus. Sekarang ia sedang istirahat," ujar Bryan. "Tapi, bagaimana keadaanmu di rumah Candra?"

Felix merogoh ponselnya di saku, lalu membuka video yang ia ambil satu hari lalu. "Aku mendapatkan ini," ucapnya.

"Biar aku lihat," titah Bryan seraya mengambil ponsel Felix.

Setelah beberapa menit melihat video yang diberikan Felix, dahi Bryan mengerut seakan tahu apa yang terjadi di sana. "Saat menangani kasusku juga Candra diam-diam mengambil amplop dari pria itu."

"Velova bilang dia pamannya," ujar Felix.

"Bukan," sela Bryan yang kemudian mengambil ponselnya, memberikan informasi yang belum sempat ia berikan kepada Felix. "Orang tua Velova tidak punya kerabat, paman dari mananya? Berhati-hatilah dengan wanita itu, aku tahu kau sudah tidur dengannya kan?"

Felix tertegun beberapa saat. "Bagaimana bisa kau tahu itu, Kak?"

Bryan tertawa, lalu menepuk pundak Felix. "Maaf aku tidak memberitahumu sebelumnya untuk berhati-hati dengan wanita itu. Dia selalu berselingkuh dengan pengawal suaminya, jika dia bosan, dia akan membuangnya. Kau tahu kenapa dalam catatan Candra selalu mengganti pengawalnya dua bulan sekali?" tanya Bryan. "Itu karena ulah istrinya."

Hati Felix bergemuruh mengingat setiap momen yang ia habiskan dengan Velova. Jadi, itu semua adalah jurus wanita itu mengelabuhi mangsanya? Felix tidak habis pikir mengapa ia dengan mudahnya tertipu oleh wanita itu.

"Mulai sekarang kau harus berhati-hati, jangan percaya setiap omongan wanita itu," ujar Bryan.

"Bagaimana dengan video itu?" tanya Felix. Untung saja ia belum mengembalikannya dari berkas sampah setelah di perintah Velova.

"Hanya video seperti ini tidak cukup membuktikan kecurangan Candra. Kau harus menemukan buku kas asli pria itu, di sana ada semua catatan pemasukan Candra dari awal menjadi hakim. Jika pemasukan ia lebih besar dari gaji yang seharusnya, kita akan mengekspos itu ke media." Bryan menggulung kemejanya sebatas siku, lalu menepuk pundak Felix. "Maaf sudah merepotkanmu."

"Tidak apa-apa, Kak. Ini semua demi keutuhan keluarga kita, aku akan menjadi adikmu seutuhnya," ujar Felix seraya tersenyum. "Kalau begitu aku akan kembali ke rumah itu, Kak."

"Semoga berhasil!" titah Bryan, senyum penuh arti terukir di wajah pria itu ketika Felix sudah menjauh darinya. "Adiku yang malang."

***

Sepanjang perjalanan, Felix terus menggerutu tanpa henti menyumpah serapahi Velova. Ia merasa begitu terhina oleh wanita itu. Ia akui, Velova memiliki bakat akting yang luar biasa.

Setelah menempuh perjalanan setengah jam dari rumah ibunya ke mansion Aiben, Felix kembali bersikap normal. Ia harus berpura-pura tidak terjadi apa-apa dan terus mengikuti semua permainan Velova. Jangan sampai wanita itu mengetahui tentang apa yang ia tahu, rencananya pasti akan diubah secara tiba-tiba, dan itu sangat berbahaya.

"Felix, kau dicari Nyonya Velova," ucap Richard.

Felix menatap dingin ke sampingnya. Mengingat jika pria itu juga ikut andil dalam upaya membodohinya membuatnya marah. Ia menarik napasnya dalam-dalam,  lalu mengangguk.

"Di mana Nona?" tanya Felix.

Richard menunjuk ujung koridor. "Di ruangan itu!"

Felix mengangkat lengannya, melihat layar jam tangannya yang menunjukkan pukul sembilan malam. "Oke," ucapnya, lalu meninggalkan Richard.

Felix berjalan dengan santai walaupun ia tengah merasa begitu marah. Bahkan jika ia bisa, ia ingin membunuh Velova sekarang juga.

"Kau sudah datang?" sapa Velova setelah Felix masuk ke ruangan itu.

Felix menatap datar ke arah Velova. Wanita itu tengah menyalakan sebuah lilin di atas meja, ada banyak makanan yang terhidang di atas sana.

"Hari ini jadwal kita adalah makan malam bersama," titah Velova.

Felix mengangkat satu alisnya. Ia kira wanita di depannya itu hanya butuh dengan tubuhnya saja.

"Kenapa melamun? Di proposal tidak ada tulisan kita hanya bisa menghabiskan waktu dengan tidur bareng," ucap Velova disertai candaan. "Selama kau datang ke tempat ini dan menghabiskan waktu denganku, itu sudah termasuk memenuhi aturan."

Felix mengangguk lalu mulai duduk sesuai tempat yang Velova siapkan untuknya.

"Terima kasih, boleh aku makan sekarang?" tanya Felix, ia ingin segera mengakhiri pertemuan itu dengan menghabiskan semua makanan yang di sediakan untuknya.

"Bersulang," titah Velova seraya mengangkat gelas wine di tangan kanannya.

Felix mengangguk, lalu ikut mengangkat gelasnya. "Bersulang," ucapnya mengikuti Velova.

***

"Apa yang kau inginkan kali ini?" tanya Velova setelah selesai menghabiskan makanannya, dan membersihkan area mulutnya yang sedikit belepotan.

"Apa?!" Felix terlihat bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan Velova.

"Kemarin kau menambah aturan proposal, aku akan menjawab satu pertanyaanmu atau aku harus membayarmu, apa ada sesuatu yang ingin kau lakukan denganku?"

Felix meminum segelas wine nya hingga tandas, lalu tersenyum senang. Ia lupa telah menambahkan aturan proposal yang menguntungkannya.

Pria itu bangkit dari duduknya, menghampiri Velova dengan pelan. Menggoda wanita itu dengan mengelus pelan seluruh wajahnya.

Dengan langkah hati-hati, Felix menuntun Velova ke atas ranjang. Setelah itu, ia mencekik leher wanita itu dengan keras.

"Apa yang kau lakukan!" pekik Velova.

"Kau bertanya apa yang ingin aku lakukan?" tanya Felix seraya berbisik di telinga Velova, dan menggigit telinga wanita itu pelan. "Aku menginginkan ini."

Velova tersenyum setelah Felix mengendurkan tangannya dan menggodanya dengan lembut. "Kau boleh melakukannya," ucapnya terbata-bata. "Tapi jangan terlalu keras, jangan sampai ada tanda yang terlihat!"

Felix tersenyum dan mengangguk. Ini adalah cara pertamanya membalas dendam dengan wanita itu secara perlahan.

TBC.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top