Las Vegas

Las Vegas, Amerika serikat.

Felix menyesap perlahan koktail yang diantarkan pelayan untuknya, manik mata elangnya terus bergerak mengikuti pergerakkan sang bandar yang tengah bermain kartu.

Felix terkekeh melihat wajah kemenangan lawannya sembari melirik kartu di tangannya. Baru beberapa detik lalu bandar black jack membagikan kartu, dan Duke sudah tersenyum bahagia. Mungkin ia berpikir telah mendapatkan jackpot besar.

"Ayolah! tunjukkan kehebatanmu, Felix. Malam ini adalah terakhir kau bermain di meja judi Las Vegas. Kau harus menang!"

Felix menatap wajah sahabatnya, Daniel. Pria itu terus merengek agar ia menang dalam permainan ini. Bukan karena apa, jika Felix menang, Daniel pasti dapat 50% dari hasil kemenangannya.

Sebenarnya Felix tidak terlalu terobsesi mengincar hadiah uang jika memenangkannya. Ia sudah memiliki banyak uang, jadi tidak apa-apa jika ia tidak menang. Namun, ia sangat senang, dan rasanya sangat candu ketika melihat ekspresi lawannya yang putus asa karena kalah.

"Tenang, Daniel. Aku pastikan kali ini aku mengalahkan mereka," bisik Felix di telinga Daniel.

Felix memasang taruhan setelah mendapat kode dari wanita yang berdiri di samping bandar. Dengan ketampanan dan uangnya, ia bisa membayar orang untuk berpihak kepadanya. Bahkan wanita yang terlihat berpihak ke lawannya itu dengan suka rela membongkar isi kartu tuannya.

Felix tersenyum penuh kemenangan setelah melihat wajah kekalahan lawannya, dan benar saja setelah bandar memberitahu isi kartunya, Felix memenangkan permainan terakhirnya di Las Vegas.

Daniel menepuk pundak Felix dengan bahagia. "Wow, kau hebat, kawan."

Felix mengangguk kemudian memberikan satu kedipan mata kepada wanita yang berada satu meter darinya. Setelah itu, ia bangkit dan pergi ke lantai atas untuk memberikan bayaran yang ia janjikan kepada wanita itu.

Las Vegas terkenal sebagai surganya para penjudi pada pusat kasino di Negeri Paman Sam. Malam ini adalah malam terakhir Felix di Amerika, dan akan kembali ke Indonesia setelah dua puluh tahun diasingkan keluarganya. Ia sudah berada di Negeri orang sejak umur delapan tahun karena kelahirannya tidak di harapkan semua orang. Bahkan ibu kandungnya adalah pendukung nomor satu dalam pengasingannya ke luar negeri dengan berkedok kasih sayang. Bagaimana bisa orang menyebutnya kasih sayang di saat dua puluh tahun seorang ibu tidak melihat putranya?

Keluarga Albarack, keluarga yang terkenal terpandang dalam masyarakat luar. Ibu Felix adalah artis papan atas dengan banyak penghargaan setiap tahunnya, sedangkan suami ibunya yang jelas-jelas bukan ayah kandung Felix adalah anggota DPR yang akan mencalonkan diri sebagai Presiden. Mereka tidak ingin nama baik keluarganya tercemar sebab menyembunyikan setatus Felix yang menjadi anak haram keluarga itu.

Meski demikian, Felix sangat menyayangi dan mengikuti semua perintah ibunya. Ia berharap, dengan selalu patuh ia akan mendapat kasih sayang dari wanita itu.

Felix membuka kamar Vvip yang sudah di siapkan untuknya. Ia melihat ke sekelilingnya, kiranya tidak ada yang memperhatikannya, ia masuk ke dalam kamar itu.

Felix duduk di sofa sembari meminum vodka, memperhatikan dua wanita yang kini tengah berjoget melikuk tubuhnya di depan Felix. Alunan musik erotis membuat suasana semakin panas. Satu per satu, mereka melepaskan pakaian yang menghalangi bentuk tubuhnya. Hingga tersisa hanya pakaian dalam yang menutupi bagian penting saja.

"Ck, jalang-jalang itu," gumam Felix. Ia seharusnya menolak permintaan wanita itu yang memintanya membayar dengan tubuhnya.

Felix bangkit dari duduknya, menghampiri dua wanita itu. Memeluknya dengan intens, mencumbu satu per satu tubuh wanita di sampingnya, dan membawanya ke atas ranjang sprei putih tanpa melepas pagutan. Satu wanita berambut pirang terus mencium bibir Felix, dan wanita dengan ukuran dada lebih besar tengah memuaskan Felix di bawah sana.

Suasana panas terus berlangsung tanpa kata lelah dari ketiga manusia yang tengah merasakan surga dunia itu.

***

Felix mengerjapkan matanya ketika mentari menerpa wajahnya. Ia menoleh mencoba melepaskan lengan kirinya yang kini dijadikan bantal oleh wanita di sampingnya, kemudian meregangkan sedikit ototnya yang terasa kram dan mengambil ponsel di atas nakas.

Jam sebelas pagi di Las Vegas, di Indonesia sekarang sudah jam sebelas malam, orang-orang rumah pasti sudah ada yang tidur.

Felix duduk, menyenderkan punggungnya pada bahu ranjang. Ia mengembuskan napasnya pelan, kemudian bangkit dari ranjang, memakai celana boxernya yang entah sejak kapan tergeletak di atas permadani. Ia menoleh, melihat wajah tidur pulas dua wanita di atas ranjang. Mereka benar-benar kuat bermain dengannya semalaman tanpa istirahat.

Felix berjalan mendekati jendela, menyalakan korek api dan menyulut rokok di mulutnya. Ia menyesap pelan, lalu mengembuskannya. Menatap padatnya kota Las Vegas siang ini. Hanya tiga jam lagi ia berada di sana, tiket pesawat sudah ia pesan satu hari yang lalu. Rasanya sangat tidak sabar kembali ke Indonesia. Melihat langsung wajah ibunya bukan dari layar handphone.

Tok ... Tok ... Tok

"Felix!"

Suara gaduh di luar pintu membuyarkan lamunan Felix. Ia mematikan rokoknya, dan membuang putungnya di lantai. Dengan perasaan jengkel karena terganggu, Felix berjalan untuk membuka pintu setelah memakai kimono tidurnya.

"Ada apa?" decak Felix sembari membuka pintu.

Muncul wajah Daniel yang tersenyum sumringah. "Hai, Felix. Maaf mengganggu waktumu, tapi ini genting."

"Genting?" Felix mengangkat satu alisnya dengan raut bertanya-tanya.

"Hanya tiga jam lagi kau di sini. Apa kau tidak ingin bersenang-senang dulu di sini?" Daniel menerobos masuk ke kamar Felix, memunguti pakaian temannya yang masih berserakan, lalu menyodorkannya agar pria itu segera berganti pakaian.

"Ini bukan punyaku!" Felix mengangkat celana dalam wanita dengan ragu, kemudian melemparkannya ke wajah Daniel. Untung saja, Daniel sempat menghindar dan berlari ke luar.

"Aku tunggu kau di mobil, cepat!" teriak Daniel sembari berlari dan menutup pintu.

Felix terkekeh, Daniel adalah satu-satunya teman Felix di Las Vegas selama 20 tahun. Dulu, ia dititipkan ibunya ke orang tua Daniel.

Walaupun awalnya Daniel sangat arogan, dan membenci Felix karena berpikir Felix merebut orang tuanya, setelah mereka sering menghabiskan waktu bersama dan bersekolah bersama, mereka menjadi begitu akrab hingga sekarang.

Felix sempat meminta Daniel untuk ikut dengannya ke Indonesia. Namun, ditolak karena Daniel berpikir di Indonesia mungkin tidak akan sebebas di Las Vegas, dan juga kedua orang tuanya masih ada. Daniel tidak ingin meninggalkan mereka.

***

Suara dentuman musik rock terdengar sangat keras di dalam mobil yang ditumpangi Felix dan Daniel. Mereka berdua menggeleng-gelengkan kepala dengan asyiknya, mengelilingi kota Las Vegas sebagai tanda perpisahan keduanya.

"Kenapa kau tiba-tiba disuruh ke Indonesia setelah 20 tahun diasingkan?" tanya Daniel dengan suara keras agar orang di sampingnya mendengar di sela-sela suara musik yang mengguncang telinga.

Felix mematikan musik yang keras itu karena tidak suka berteriak, kemudian menoleh dengan wajah datar. "Entahlah, ibuku bilang ini saatnya aku membalas budi kepadanya yang sudah memenuhi kebutuhan hidupku 20 tahun ini."

Felix baru melihat berita Indonesia pagi ini jika keluarganya telah terjerat hutang penipuan 25 miliar uang, dan harus membayar ke keluarga teman ayahnya. Entah apa yang akan ditugaskan ke Felix jika ia kembali ke sana. Tidak mungkin ia disuruh untuk melunasi hutang ayahnya, ia tidak punya uang sebanyak itu.

"Bahkan hidupmu yang tanpa orang tua pun terhitung hutang?" tanya Daniel yang merasa iba.

Felix mengangguk dan acuh. "Tak masalah, selagi aku bisa dekat dengan ibuku."

"Lupakanlah, ayo kita lanjut bersenang-senang!" teriak Daniel sembari membuka sunroof di atap mobil. Membiarkan angin jalanan menerpa wajah mereka, dan ikut bersenang-senang.

TBC.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top