Kembali

Pada akhirnya, Felix mengikuti kata hatinya untuk pergi bersama Velova setelah seharian memikirkannya. Ia tidak bisa terus-terusan bersembunyi di negeri orang tanpa punya identitas resmi kewarganegaraannya. Ia berniat membuat identitasnya sendiri tanpa menautkan ibu atau keluarganya. Hanya ada satu nama pada kartu keluarganya, yaitu dirinya sendiri.

"Apa kau benar-benar akan pergi lagi?" tanya Daniel dengan muka tak senang.

Felix mengangguk. "Iya, ada urusan yang belum aku selesaikan."

"Tentang Candra?"

"Hmm," sahut Felix seraya memasukkan beberapa bajunya ke koper. "Aku masih terdaftar sebagai kriminal di kantor polisi."

Daniel menepuk pundak Felix. "Semoga berhasil! Apa mau ku bantu?"

Felix menoleh. Ia mengenal Daniel dengan baik, pria itu tidak pernah melakukan pekerjaan dengan benar, bagaimana bisa membantu masalahnya yang begitu rumit?

"Tidak usah," jawab Felix. "Kau tetap di sini saja!"

Daniel menghela napas, lalu mengangguk. Padahal ia berniat baik membantu temannya. Namun, temannya itu tidak pernah menerimanya sama sekali.

"Bantu bawakan barang-barangku saja ke lantai satu, Velova sudah menunggu di sana," ujar Felix seraya menarik resleting kopernya, lalu menarik pegangan tangan koper ke atas.

"Velova wanita yang menjadikanmu seorang pebinor itu?" tanya Daniel seraya menahan tawa.

"Hmm."

"Apa kau masih diperbudak dia sampai tiba-tiba ke Indonesia?" Daniel menutup mulutnya dengan punggung tangan agar tidak kelepasan tertawa keras.

"Tidak, aku menginginkannya tanpa paksaan, seperti yang aku jelaskan tadi," titah Felix.

Daniel mengangkat kedua alisnya naik turun. "Apa kau mulai menyukainya?"

Daniel mendorong Felix pelan agar cepat ke luar dari ruangan saat melihat wajah pria itu sedikit salah tingkah, jelas menunjukkan jika tebakannya benar, ia sudah tidak sabar bertemu dengan calon kakak iparnya. Velova adalah wanita pertama yang berhasil membuat Felix salah tingkah.

***

Velova melambaikan tangannya saat melihat sosok Felix yang ke luar dari lift dengan seorang pria bule di sampingnya. Ia terpaku melihat penampilan Felix yang sudah lama tidak ia lihat.

Celana bahan dengan panjang selutut serta kemeja selengan yang dimasukkan kedalamnya menambah kesan god boy meskipun berwajah dingin. Felix memiliki kulit berwarna sawo mateng dengan alis tebal dan hidung mancung. Ketika ia tersenyum, terlihat lesung pada pipi sebelah kanannya yang ketarik bibir tipisnya. Mungkin karena sering merokok, bibir Felix terlihat sedikit gelap dari sebelumnya.

"Apa kau menunggu lama?" tanya Felix setelah sampai di depan Velova.

"Setengah jam," titah Velova seraya melirik jam di layar ponselnya.

"Hai Kakak Ipar," sapa Daniel dengan kedua tangan dilebarkan. Ia terbiasa menyapa seseorang dengan pelukan.

Sebelum Daniel benar-benar menyentuh Velova, Felix sudah dulu menarik lengan pria itu. "Cara menyapamu salah!"

Felix mencuri pandang dengan gaun terbuka yang dikenakkan Velova. Belahan dadanya rendah yang jelas menampakkan seperempat kedua tonjolan di dada milik wanita itu. Jika mereka berpelukan, pasti Daniel akan merasakan milik Velova walaupun tidak terlalu besar. Ia merasa tidak rela.

Daniel mengerutkan alisnya ketika melihat Velova tertawa ringan melihat tingkahnya.

"Berjabat tangan, kau hanya boleh melakukan itu," ucap Felix.

"Iya, iya ... baiklah," sahut Daniel seraya mengulanginya dan mengulurkan tangan kirinya ke Velova.

"Kanan!" titah Felix.

"Huft, salah lagi, ni?"

"Iya, kau harus belajar berinteraksi sesuai kebiasaan lawan bicaramu," ucap Felix.

"Maaf."

Velova tersenyum canggung. "Tak apa, salam kenal, aku Velova. "

"Nyonya, waktu kita hanya lima belas menit lagi sebelum pesawat terbang," ucap Tara yang sedari tadi hanya menonton aksi orang-orang di depannya.

"Ayo berangkat sekarang!"

Setelah berpamitan kepada Daniel, mereka semua meninggalkan loby apartemen tempat tinggal Felix, dan segera pergi ke bandara dengan mobil yang sudah disiapkan perusahaan Louis Vintage.

***

Dua hari berlalu setelah kedatangan Felix ke Indonesia. Ia kini tinggal bersama Velova di sebuah villa besar yang ia ketahui milik Velova pribadi. Selain dibantu dengan tempat tinggal, ia juga dibantu mengurus seluruh identitas resminya oleh wanita itu.

Seperti kata pepatah, kau bisa melakukan apa pun jika punya uang.

Felix semakin bingung dengan dejavu yang sering ia rasakan saat bersama Velova. Apa hanya ia yang merasakan itu? Velova tidak?

Felix berpikir, Velova adalah Dziwozona di dunia nyata. Wanita itu pasti akan menarik pria muda baru saat bosan dengannya, dan ia hanya permen kapas yang rasa manisnya akan menghilang bersama ampasnya tanpa bekas.

Beberapa detik yang begitu kebetulan, Velova masuk ke dalam kamar Felix yang tidak terkunci dengan hanya menggunakan setelan bikini saja.

"Di kamarku panas, sepertinya Ac rusak. Aku akan di sini sementara waktu sampai tukang service datang," ujar Velova lalu merebahkan tubuhnya di ranjang Felix.

Felix yang tengah meminum secangkir kopi seraya menikmati angin sore di perbukitan Bogor segera menaruh gelasnya ke meja di dekatnya. Ia lalu memakai celananya untuk menutupi tubuhnya yang hanya tertutup boxer ketat.

"Sebenarnya apa artinya aku di matamu?" tanya Felix setelah memakai celana. Terkadang, ia muak dengan perilaku Velova yang sering seenaknya. Wanita itu akan datang semaunya dan akan pergi sebosannya.

"Apa yang kau maksud?" sahut Velova masih dengan mata tertutup. "Apa kau mulai menaruh perasaan padaku?"

Felix terdiam. Ia juga tidak paham apa yang ia lakukan sekarang. Mengapa ia marah saat memikirkan akan tergantikan nantinya.

"Apa tebakanku benar? Kau mulai menyukaiku?" sambung Velova saat tidak mendapat jawaban dari Felix.

Velova kemudian duduk dan membuka matanya menatap Felix yang masih terdiam di tempatnya dengan napas menggebu-gebu.

"Jika iya, apa kau akan membuangku seperti pria di pesawat waktu itu?" tanya Felix. Ia mengingat saat Velova dengan entengnya membuang pria yang hanya beberapa menit membuatnya jengkel di pesawat waktu pertama ia bertemu dengan wanita itu.

"Kenapa kau menyukaiku?" tanya Velova seraya mendekati Felix.

"Karena kau cantik."

"Jika nanti kecantikanku hilang apa rasa sukamu juga hilang?" tanya Velova kembali. "Berikan alasan yang masuk akal!"

"Entahlah, aku tidak tahu aku menyukaimu karena apa, yang jelas ... saat  aku bersamamu, jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya, dan aku suka perasaan menggebu-gebu itu."

"Aku suka saat kau menyuruhku melakukan apa yang kau suka."

"Aku suka saat kau tersenyum dan menatap wajahku."

"Aku suka segalanya tentangmu.""

Velova tersenyum mendengar ucapan Felix, ia tidak tahu pasti apa yang ia rasakan sebenarnya. Namun, ia senang saat mengetahui jika Felix menyukai segala tentangnya, dengan semua perilaku yang ia lakukan selama ini, Felix adalah satu-satunya orang yang menyukainya tanpa syarat dan alasan.

"Tidak peduli seburuk apa perilakumu di masa lalu, tapi aku ingin saat kau bersamaku, kau tidak akan memikirkan orang lain setelahku. Aku ingin menjadi masa sekarang dan masa depanmu," ujar Felix.

"Stop, jangan katakan hal itu lagi," ucap Velova seraya menempelkan jari telunjuknya pada bibir Felix agar tertutup dan berhenti berbicara. "Aku tidak bisa mendengar kata-kata manis itu, rasanya ... aku ingin menerkam bibirmu saat ini juga."

Felix membeo beberapa saat untuk mencerna ucapan Velova. Ia tersenyum saat mengetahui jika Velova tidak keberatan atas ucapannya. Ia sempat khawatir jika Velova akan langsung narah dan membuangnya. Namun, ternyata wajah wanita itu terlihat berbunga-bunga mendengarnya.

Felix memegang tengkuk Velova pelan dengan tangan kirinya, lalu tangan kanannya menarik pelan dagu wanita itu hingga bibirnya sedikit terbuka. Felix langsung menyambar bibir ranum Velova setelah mendapat lampu hijau dari respons wanita itu.

"Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu sendirian," ujar Velova ditengah-tengah ciumannya dengan Felix.

TBC.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top