9
Selamat membaca
Tolong tinggalkan vote dan jangan sider (silent riders) hargai usaha author dengan vote :)
Terimakasih pembaca setia saya!
°
°
°
°
Matahari mulai terbit, semua pasang mata yang melihat dibuat kagum dengan keindahan alam tersebut. Dengan cangkir berisikan minuman hangat, semua prajurit menikmati acara melihat sunrise pagi ini. Mantel tebal dirapatkan, uap panas dari dalam cangkir ditiup perlahan kemudian meneguk isi nya setelah merasa minuman panas itu berubah menjadi sedikit hangat. Mengalirkan hantaran hangat nya ke seluruh saraf tubuh.
(Name) memejamkan mata, menikmati sensasi hangat yang mengalir di dalam tubuh nya. Irisnya menoleh ke samping ketika menyadari seseorang ikut meletakan bokong di sana. Bibir tertarik membentuk sebuah senyum ramah.
"Selamat pagi komandan Erwin."
Yang disapa ikut tersenyum sebagai balasan awal, "Selamat pagi juga." Ucap nya ramah.
"Apa komandan tidur dengan-"
"Sudah ku bilang untuk tidak terlalu formal jika kita sedang berdua bukan?" Erwin memotong pembicaran.
Membuat jeda sejenak diantara mereka. Membiarkan iris yang berbeda warna itu saling melihat satu sama lain.
Untuk beberapa saat (name) memutuskan kontak mata, kembali menatap matahari terbit.
"Tapi banyak prajurit yang akan mendengarnya kemudian salah faham."
"Kau mempermasalahkan pandangan mereka pada mu?"
"Ya..." Wanita itu mengangguk singkat "...mereka akan berspekulasi yang tidak benar pada kita nantinya."
"Begitu...baiklah kau boleh memanggil jabatan ku tapi hanya disaat kita sedang berada di tengah tengah prajurit seperti ini."
Iris wanita disebelah kembali bertemu tatap dengan nya. Menyunggingkan bibir ranum yang menggoda.
"Baiklah..ketika hanya ada kau dan aku maka tidak akan ada jabatan lagi yang ku sebutkan sebagai panggilan."
"Ya, tidak ada salahnya kembali akrab seperti di pelatihan. Aku tidak sabar untuk kembali melihat wajah marah mu."
Kekehan pelan terdengar dari lawan bicara Erwin, "Sungguh? Aku tidak yakin kau bisa membuat ku marah dengan cara yang sama lagi."
"Percaya diri yang bagus, tidak ingatkah bahwa aku komandan mu sekarang?"
"Dengan kata lain aku tak ada kesempatan untuk membalas tingkah konyol mu pada ku suatu saat nanti? Menggunakan jabatan sebagai tameng itu tidak asik, tuan Smith si kutu buku."
Erwin tertawa singkat, "Baiklah kita lihat saja nanti. Ah ngomong ngomong (name) apa kau tidak memiliki rencana untuk membangun keluarga?"
Wajah yang ceria mendadak tegang. Iris wanita itu menatap lawan bicara nya dengan ekspresi bingung dicampur gelisah. Kenapa tiba-tiba pria ini membahas hal lain?
"Kenapa bertanya seperti itu?"
"Tidak ada alasan khusus, hanya saja wanita tidak baik menikah di umur dua puluh tiga keatas."
Ucapan nya benar. Usia (name) kini hampir menginjak dua puluh empat tahun dan ia terlihat sama sekali tidak memiliki dambatan hati di dalam dunia kemiliteran. Tentu saja Erwin khawatir akan nasib nya tersebut akan tetapi, bukankah seharusnya ia yang mengkhawatirkan dirinya sendiri? Erwin tidak mungkin mengorbankan keturunan untuk mengabdikan jiwa pada manusia di dalam dinding.
"Kau sendiri, apakah tidak memikirkan keturunan mu dimasa depan?"
Erwin tersenyum kecil. Menatap rerumputan dibawah sepatu bot nya.
"Soal itu mudah untuk pria karena kami masih terlihat muda walaupun umur tak mendukung. Contohnya saja Levi, masih banyak prajurit wanita yang menyukai nya padahal umurnya sudah menginjak tiga puluh keatas."
Ah..benar juga. Pria cebol itu masih memiliki wajah awet muda walaupun terdapat beberapa kerutan pada area mata. Mungkin efek dari insomnia akut.
Dan benar bahwa masih banyak prajurit wanita yang berharap menjadi pendamping hidup pria pendek tersebut hingga Petra bersedia menggunakan kekuasaan ayahnya untuk menjadikan Levi sebagai prianya. Atas dasar pertunangan yang menguntungkan.
"Kau benar sebaiknya aku harus memikirkan soal membuat keluarga ini ya."
Tentu saja bukan bersama Levi. Ia tidak ingin membangun sebuah keluarga yang dulu sangat ia harapkan.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Entah Erwin kembali pada masa mudanya atau ia hanya ikut ikutan membahas topik hangat yang tengah ramai di bicarakan oleh prajurit survey corps. Menyinggung masalah soal membangun keluarga. Membuat Hanji tidak mempercayai apa yang komandan nya itu bahas saat ini.
Setelah kembali dari perkemahan, para petinggi itu seperti biasa berkumpul di ruangan sang komandan. Mulai membahas masalah politik hingga ke masalah pribadi.
"Tunggu Erwin, bagaimana jika kau tidak kembali dan meninggalkan istri serta anak mu?" Pertanyaan itu meluncur halus dari mulut Hanji.
"Maka dari itu sebagai komandan aku harus memikirkan masalah ini matang matang. Apa saja resiko nya dan keuntungan nya."
Levi berdecih pelan, ia mulai memotong pembicaraan.
"Tidak ada salahnya juga kau membangun sebuah keluarga. Soal hidup dan mati sudah jadi resiko bagi orang yang kita tinggalkan nantinya. Siap tidak siap mereka harus menerima resiko tersebut, bukan begitu? Kau tidak mungkin hanya akan mengabdi di sini sampai mati bukan?"
"Awalnya aku berfikir seperti itu namun melihat (name) membuat ku kembali pada kenyataan.Sebagai manusia kita harus membangun keluarga dan meneruskan keturunan."
"(Name)? Apa yang dilakukan gadis itu hingga kau memutuskan untuk mencari pendamping dan membahas masalah ini?" Tanya Hanji
Diam diam Levi melirik penasaran kearah Erwin. Membuka lebar lebar indra pendengaran nya.
Jeda sejenak. Pria berpangkat komandan itu berusaha membentuk senyum yang terlihat normal namun sia sia. Mike menyadarinya lalu ia mengangguk tidak jelas seraya berdehem kecil.
"Tidak mungkin bukan? Erwin?" Suara Mike memecahkan keheningan.
Masih dilanda penasaran membuat Hanji tidak puas. Ia terus mendesak Erwin untuk mengatakan jawaban nya dengan jujur.
"Ini hanyalah masalah pribadi. Levi, sebagai seseorang yang sebentar lagi akan menjadi suami orang lain maka bahagiakan dia. Bahagiakan Petra."
"Tch..tanpa kau bilang juga aku sudah faham akan hal itu."
Erwin kembali menggodanya, "Cepat nikahi dia atau ku susul kau."
"Percaya diri sekali, memangnya dengan siapa kau akan menyusul pernikahan ku?" Levi mendelik datar.
Hanji menyelak ketika Erwin hendak berbicara, "Aku faham sekarang! Kau berniat membangun keluarga bersama (name) bukan begitu?"
Ada yang salah disini. Seharusnya Levi tak merasa keberatan. Ia seharusnya tak marah dengan ucapan Hanji yang barusan dan seharusnya ia tidak mendelik tajam ke arah Erwin setelah menangkap basah ekspresi malu malu pria itu. Ditengah tengah kebisingan Hanji yang menggoda Erwin, Levi sibuk bertengkar dengan fikiran nya.
Di hatinya yang terdalam terdapat kalimat 'pria itu tidak boleh menikahi wanitanya.' namun tercekat di pangkal lidah.
Perasaan muak apa ini?
Perasaan muak ini semakin besar ketika melihat Erwin terus terusan jujur mengenai perasaan nya dengan (name).
Sial! Bedebah!
🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Sebuah tarikan kasar mengejutkan nya hingga ia refleks berteriak namun tertahan setelah mengetahui pelaku penarikan lengan nya tersebut.
Levi menatap nya datar namun iris keabuan nya sedikit berkilat.
"Biarkan aku bertemu putri ku." Adalah ucapan pertama Levi tanpa basa basi.
"Hah? Untuk apa kau menemui nya? Tidak kah kau berfikir telah membuang keluarga mu sendiri?"
"Aku tidak berniat membuang kalian namun kau justru menahan ku untuk membatalkan pertunangan ini-"
"Tentu saja karena akan banyak yang kelaparan jika aku egois! Tidak masalah jika hanya aku dan Viona yang kelaparan, setidaknya aku tidak menanggung tanggung jawab orang orang sebanyak ini."
"Dan apakah kau tidak berfikir jika kau juga egois terhadap ku?" Levi mendorong wanita dihadapan nya hingga punggung membentur dinding.
Iris keabuan kembali berkilat tajam.
"Jika kah menahan ku untuk tidak membatalkan pertunangan nya maka izinkan aku bertemu dengan Viona."
Terdapat jeda sejenak diantara mereka, "Untuk apa? Setelah melihatnya apa yang akan kau lakukan? Viona sedang berada ditahap mengingat yang kuat. Jika suatu saat ia bertanya soal pria yang pernah ditemui nya saat itu dan bertanya siapa dia apakah aku tega dengan menjawab bahwa dia adalah ayahnya? Viona akan kembali bertanya dimana kini ayahnya berada, dasar bedebah sialan! Lepaskan aku!"
Levi segera menahan kedua tangan (name) di sisi tubuh nya.
"Kau menahan ku untuk tidak membatalkan pertunangan nya, kau juga melarang ku untuk bertemu dengan Viona, jadi disini siapa yang sebenarnya membuang keluarga sendiri?"
"Apa kau menyalahkan ku? Bukankah yang memilih pergi ke tempat ini lalu tak lagi kembali adalah diri mu, Levi?"
"Kenapa kau sangat keras kepala dan tidak mendengarkan ku? Aku kembali, menjemput mu saat itu dan terus mencari mu hingga saat ini. Jika kau bertanya apa aku menyesal, tentu saja aku menyesal. Soal menerima lamaran Petra bukan berarti aku mencintainya."
(Name) memilih diam, membiarkan Levi melanjutkan pembicaraan.
"Demi rasa hormat ku pada Erwin, demi rasa kesetiaan ku pada fraksi ini akan ku lakukan apapun untuk membuat fraksi ini tetap bertahan. Perusahaan keluarga Rall yang menyangkut soal bahan pangan memang sangat menguntungkan dan Erwin menginginkan nya. Mengingat saat ini sedang musim kemarau, tanah menjadi tidak subuh. (Name) jika tidak adanya pertunangan tanpa hal yang menguntungkan, aku sudah pasti menolak nya dari awal."
"Kenapa kau keras kepala ingin bertemu dengan Viona?"
"Alasan nya sederhana. Aku mencintai kalian, mencintai keluarga kecil ku yang berharga."
Malam ini adalah sebuah kesalahan. Membiarkan Levi kembali mengulum bibir nya dengan lembut. Membiarkan setitik air mata membasahi pipinya. Balas menggenggam tangan Levi dengan erat.
Sialan..bagaimana bisa ia mencintai sekaligus membenci pria ini?
"Apa yang kau lakukan disini..."
Seorang gadis tersentak kecil karena interupsi sebuah suara. Dengan panik ia membekap mulut si pemilik interupsi suara tersebut dan menyuruhnya tenang.
"...kau sedang tidak menguping kan..."
Gadis itu tersenyum tipis.
"...Petra?"
"Aku hanya sekedar lewat. Ayo kembali ke kamar."
Bersambung
Next?
Silahkan tinggalkan komentar •~•
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top