8

Selamat membaca

Tolong tinggalkan vote dan jangan sider (silent riders) hargai usaha author dengan vote :)
Terimakasih pembaca setia saya!
°
°
°
°

Udara dingin menusuk hingga ke tulang, membuat sebagian orang merapatkan jubah kebanggaan mereka. Malam ini Erwin mengadakan acara kemah bersama, lokasinya berada di luar markas hampir mendekati dinding maria. Bermodalkan api unggun besar yang dilingkari semua prajurit, mereka menghangatkan diri menepis angin malam. Begitu pun dengan (name). Wanita itu tersenyum setelah seseorang memberikan nya secangkir teh hangat.

"Terimakasih komandan."

"Dengan aku diangkat menjadi komandan bukan berarti kau harus formal pada ku, (name)"
Ucap Erwin seraya meletakan bokong disebelah wanita tersebut. Di tangan nya juga terdapat cangkir berisikan teh hangat sama sepertinya.

(Name) menyeruput isi cangkir. Membiarkan hawa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia memejamkan mata sejenak lalu kembali membuka nya.

"Akan terdengar mencurigakan jika aku hanya memanggil nama mu, Erwin."

"Hanya jika sedang berdua seperti ini saja. Aku ingat dengan jelas ketika salah satu angkatan kadet dibawah ku tiba-tiba dimasukan ke dalam kelompok ku. Saat itu posisi mu adalah adik angkatan bukan?"

(Name) mengangguk, ia ingat kejadian itu. Dimana hanya dirinya seorang yang dimasukan ke dalam kelompok para senior ketika mereka masih berada di pelatihan kemiliteran. Sejak saat itu (name) maupun Erwin menjadi dekat. Menjalin kerja sama yang baik, menyusun strategi bersama serta masuk ke dalam pasukan siap mati ini bersama. (Name) sudah menganggap Erwin seperti kakak nya sendiri.

"Aku masih mengingatnya dimana saat itu kau keras kepala ingin terus memecahkan misteri dinding hingga jatuh sakit. Seharusnya kau mendengarkan ucapan ku untuk tidak membaca buku suntuk semalam."

"Tidak masalah. Aku memang seperti itu jika sudah penasaran akan sesuatu. Sudah lama kita tidak bicara seperti ini."

Biarpun keadaan disekitar mereka ramai karena guyonan prajurit, (name) maupun Erwin mengesampingkan semua situasi nya. Mereka hanya mempedulikan obrolan mereka sendiri, tidak menyadari jika terdapat beberapa pasang mata yang tengah menatap lain ke arah mereka termasuk wanita berkacamata di sana.

"HEI KALIAN YANG DI SANA! IYA KALIAN! JANGAN BERMESRAAN DISAAT KITA SEDANG MEMBUAT GUYONAN BERSAMA! BIKIN IRI SAJA BENAR TIDAK?!"

Jika bukan Erwin yang ada di sampingnya mungkin (name) sudah pasti akan memaki wanita seperti Hanji. Mulutnya gatal ingin mengatakan sesuatu sebagai pembalasan.

Respon Erwin hanya tersenyum bijak sebagai tanggapan sementara (name) membuang tatapan ke arah lain.

Apa sih..ini hanya obrolan sesama angkatan, tidak ada yang salah bukan?

Mereka tak menyadari jika Levi masih menatap mereka dari awal pembicaraan itu berjalan.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Ia bersiap untuk tidur di dalam tenda berisikan tiga orang. (Name) memilih posisi paling pojok karena ia tidak ingin menjadi korban keganasan tidur Hanji.

"Hm..aku di pinggir saja." Ucap Hanji dengan meletakan bantal begitu saja di sana.

Sementara di tengah..

"Saya di tengah saja."

"Apa tidak masalah jika kau di sana..." Iris (name) menatap Hanji yang telah memejamkan mata nya.

"...Petra?"

Gadis bernama Petra mengangguk sebagai jawaban. Ia dengan suka hati meletakan bantal nya di tengah.

Baiklah untuk satu posisi lain ia merasa aman dari keganasan tidur Hanji akan tetapi ia juga merasa kasihan pada Petra.

"(Name) senpai tidur lah, besok kita harus kembali ke markas pagi pagi sekali."

(Name) mengangguk, "Kau saja dulu."

"Selamat malam (name) senpai."

"(Name) saja, terdengar aneh jika menambahkan embelan senpai seperti itu."

Setelah tersenyum sebagai respon, Petra ikut memejamkan matanya. Meninggalkan (name) seorang diri dengan beban fikiran yang terus terbayang. Melihat gadis ini membuat nya teringat dengan pembicaraan nya dengan Levi tempo hari. Gadis bersurai karamel mencintai Levi hingga melibatkan keluarga Rall untuk bertunangan dengan nya. Apapun jika memiliki kekuasaan sepertinya akan terlihat lebih mudah termasuk masalah hati. Bukan nya ingin menuding gadis ini lemah namun apakah Petra tak ingin berjuang terlebih dahulu untuk mendapatkan hati Levi? Akan terlihat lebih baik jika Levi juga mencintai nya dengan ikhlas bukan? Beratas namakan bantuan sosial jika lamaran sang putri di terima, pihak pria hanya akan terlihat seperti dipaksa. Menyerahkan diri untuk hidup bersama wanita yang belum tentu dicintai nya.

Ia ingin keluar sejenak. Mungkin angin malam dapat menyejukkan suasana hatinya.

🌹🌹🌹🌹🌹

Secarik foto ditangan ditatap nya lembut. Ibu jari mengelus pelan permukaan nya. Bibir ranum tersungging perlahan, membuat hati kembali merindukan sang buah hati tersayang. Ah..ia ingin cepat keluar dari fraksi ini. Menjalani lembar kehidupan baru sebagai ibu rumah tangga walau tanpa pendamping. Sebagai penjual gandum juga tidak masalah asalkan ia bisa selalu bersama putri tercintanya.

"Aku tidak tahu jika kau menyukai anak-anak."

Suara berat menyentak jiwanya. Ia menoleh ke arah sumber suara seraya memasukan lembar foto itu ke dalam saku dengan cepat. Ekspresinya bercampur antara panik dan terkejut.

Levi ada di belakangnya. Ia tak mendengar langkah apapun yang mendekat. Atau mungkin dirinya terlalu larut dalam memandangi foto sang buah hati?

"S-sejak kapan kau di sana?"

Levi mendudukan diri di sebelah. Menoleh menatap (name) dengan datar.

"Sejak kau mendengus geli menatap selembar foto seorang anak kecil. Kau pecinta anak?"

Tak ada jawaban pasti yang keluar. (name) memilih memutus kontak dengan Levi. Menatap sisa sisa api unggun yang sebentar lagi akan padam.

"Tidak juga."

"Lalu untuk apa membawa foto anak kecil? Jangan bilang kau sedang mengintai nya?"

"Ha? Apa maksud mu? Melihat foto seorang anak bukan berarti aku mengincar nya! Lagi pula ini bukan sembarang anak, dia permata ku yang paling..."

!!

Sial hampir kelepasan!

Tubuhnya menegang, lidah terasa kelu. Sial ia hampir kelepasan. Pria di sebelahnya hampir mengetahui sebuah rahasia. Bagaimana jika Levi tahu bahwa ia sebenarnya adalah seorang ayah? Ayah dari foto yang ia usap tadi.

Ucapan yang mendadak terhenti membuat Levi bertanya dalam ekspresi nya. (Name) menunduk tak ingin melanjutkan pembicaraan.

"Kembalilah ke tenda mu, Levi. Ini sudah malam."

"Ucapan mu yang tadi belum selesai."

"Aku tak ingin membahasnya."

"Kau bilang dia permata mu. Itu berarti seseorang yang sangat berarti untuk-"

"Bisa kah kau membahas hal yang lain?" Potong wanita itu dengan penuh emosi. Sudut matanya mulai memerah, entah menahan amarah atau hal yang lain.

Levi menatap ke arah lain, mengabaikan keinginan wanita di sebelah yang memintanya membahas topik baru. Ia tidak suka dengan pembicaraan yang menggantung.

"Setelah apa yang kita lakukan saat itu tidak menutup kemungkinan jika aku memiliki seorang anak..."

Deg!

"...namun kita hanya melakukan nya dua kali. Tapi sepertinya saat itu adalah masa masa di mana kau subur. Bukan begitu?"

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Jawab (name) dengan pertanyaan lain nya.

Jeda sejenak. Iris obsidian menatap iris cantik di depan nya.
"Kau tidak menyembunyikan apapun dari ku?"

"Tidak ada keuntungan nya juga bagi mu jika aku memang menyembunyikan sesuatu."

Levi mendekatkan wajah. Membuat (name) menjauhkan tubuh, membuat jarak yang tak dapat dijangkau pria itu.

"(Name) dengar, aku dapat membuat keluarga Rall tetap memberikan dana sosial tanpa harus menikahi putri nya."

"Dan apakah aku akan sudi jika kau melamar ku setelah apa yang kau perbuat?"

Ia sudah tidak tahan dengan kelabilan sifat Levi.

Saku di rogoh, mengambil selembar foto itu lagi kemudian menunjukan nya di depan wajah Levi.

"Tatap ini baik baik. Kau berkata tidak menutup kemungkinan jika kau memiliki seorang anak bukan? Bagaimana jika ku katakan bahwa anak yang ada di dalam foto ini adalah anak mu?" Lanjutnya.

Membungkam Levi dengan wajah tidak percaya. Iris obisidian beralih menatap wajahnya setelah puas menatap secarik foto tersebut.

"Jika itu memang putri ku?"

"Jika itu memang putri mu apa yang akan kau lakukan? Kau tak perlu merasa bersalah atas apa yang telah kau perbuat. Setidaknya tidak dengan Petra. Wanita itu tulus mencintai mu. Anak ini juga tidak akan sudi bertemu dengan ayah nya."

(Name) berdiri hendak meninggalkan Levi di sana seorang diri.

"Selamat malam, Levi. Jangan siksa diri mu dengan insomnia itu."

Langkah kaki nya terhenti ketika lengan ditahan oleh sebuah tarikan. Ia menoleh, menatap lengan Levi yang menggenggamnya dengan erat. Pria itu menarik dirinya ke dalam sebuah dekapan erat namun sedikit terasa kasar sebab ia yang memberontak minta di lepas.

"Dia putri ku?"

Hembusan angin malam di dedaunan mengisi keheningan. (Name) sama sekali tak berniat untuk menjawab. Menunduk kan wajah menyembunyikan ekspresinya.

Dirinya sedikit menyesali perbuatan atas apa yang ia lakukan tadi. Mengambil keputusan saat marah memang bukan jalan yang terbaik.

"Bukan. Dia hanya anak bibi ku, bukankah semua pertanyaan ku hanya pengandaian?"

"Anak bibi dengan wajah mirip seperti mu? Jangan bercanda. Dia anak ku?"

Bibir bawah digigit nya kuat. Penolakan atas minta dilepas dari dekapan tak lagi ditunjukan. (Name) membiarkan pria itu mendekapnya dengan erat. Perlahan iris dingin obsidian menatapnya dengan hangat.

Anggukan kecil ditunjukan sebagai jawaban pertama. "Dia anak yang ku kandung saat di kota bawah tanah. Ketika kau hendak pergi ke sini bersama Isabel dan Farlan aku sedang mengandung saat itu."

"Kenapa tidak memberitahukan nya pada ku?"

"Aku berniat melakukan nya di esok hari namun ternyata kau pergi secepat itu dan tak lagi kembali. Bagaimana caranya aku memberitahukan nya pada mu?"

"Saat itu aku kembali lagi hendak mencari mu namun kau telah pergi dari rumah itu. Kemana kau pergi?"

"Aku melihat mu saat kembali tapi karena aku telah membenci mu jadi aku memilih untuk merawat anak ini sendiri dan berjanji tak akan mempertemukan kalian."

Levi melepaskan dekapan, membiarkan (name) perlahan mundur menjauhi nya.

"Ketika kembali dan bertemu dengan mu lagi ternyata kabar pertunangan Petra dengan mu sudah berjalan lancar. Terlebih pertunangan ini menguntungkan pasukan, membuat ku mengambil keputusan untuk tidak menyantumkan marga mu di belakang nama putri ku."

"....siapa nama putri ku?"

(Name) berbalik tak berniat menjawab.

"Selamat malam sekali lagi. Tak akan ku biarkan kau bertemu dengan nya. Fokus saja pada pertunangan mu, bahagiakan Petra."

Hatinya sesak mengatakan semua itu. Ia mempercepat langkah demi meninggalkan Levi bersama kesesakan hatinya.

Tak apa asal Viona bahagia, ia harus menjauhkan ayahnya. Cukup dirinya yang merasakan sesak, cukup dirinya yang tersakiti asal tidak dengan Petra. Gadis polos itu tak tahu apapun mengenai betapa bajingan nya sifat Levi.


Bersambung

Next?

15 Oktober 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top