26

Selamat membaca
Silahkan tinggalkan komentar, kritik, maupun saran ^∆^
{Leave me}

°°°°°°°°°°

"Imutnya!!"

Viona bersembunyi dibalik kaki Levi ketika beberapa anak buah nya mencoba mendekati untuk ramah tamah. Tangan kecil itu terus memeluk kaki Levi dengan wajah imut yang ketakutan. Levi bernisiatif untuk menggendong nya, menenangkan Viona dan mengatakan bahwa orang-orang disekitarnya bukanlah orang jahat.

"Mama?"

Wajah imut itu ditatap lekat seraya menyisir poni Viona yang menutupi sebelah mata.

"Mama masih tidur, Viona bisa sabar menunggu mama?"

"Bica." Jawabnya seraya mengangguk.

Hange yang tak tahan melihat interaksi kecil itu membuatnya teriak heboh seorang diri tapi tidak di dekat Viona. Levi yang memperhatikan keanehan nya hanya menghela nafas pelan.

Setelah insiden dua hari yang lalu, Levi berinisiatif merawat Viona tanpa izin Petra. Ia tidak peduli jika wanita itu setuju atau tidak. Ekspresi Petra sesuai dugaan ketika ia membawa Viona ke rumah.

Sedikit terkejut namun khawatir. Petra juga menyambut kedatangan Viona dan mencoba merawatnya. Hitung-hitung sebagai latihan merawat anak kelak ketika sudah lahir.

"Bagaimana keadaan (name)"

Levi menoleh kearah Erwin. Membiarkan Viona memainkan scarf yang ia pakai.

"Belum ada kemajuan, dia masih koma."

"Begitu. Viona sudah menemui ibunya?"

Levi mengalihkan pandangan menatap Viona. Memperhatikan balita itu yang masih sibuk mengotori scraf nya dengan air liur.

"Sepertinya tidak untuk saat ini. Dia pasti trauma melihat ibunya yang diculik."

"Tapi saran ku jangan terlalu lama memisahkan ibu dengan anaknya. Bisa jadi Viona adalah obat untuk mempercepat kesadaran (name)" Erwin menyentuh pipi Viona dengan lembut hingga balita itu menoleh pada nya.

Benar-benar mirip dengan Levi secara keseluruhan, bedanya iris mata balita itu tidaklah datar namun warna nya sama seperti Levi.
Obsidian abu yang indah.

"Paman Erwin." Ucap Erwin menjawab kebingungan yang tercetak jelas di wajah Viona.

"Elwin."

"Paman, panggil saja paman." Levi membenarkan.

"Paman." Viona kembali memainkan scraf Levi. Hampir basah karena air liur nya akan tetapi Levi tak merasa risih atau melihat hal itu menjadi suatu yang menjijikan, ia justru senang melihat nya. Menggambarkan jika Viona merasa nyaman dalam gendongan Levi.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Levi menghela nafas setelah mendengar ucapan Petra. Sudah hampir satu bulan sejak insiden hal itu membuat sikap Petra padanya berubah. Wanita itu selalu menyalahkan dirinya atas kejadian yang menimpa (name). Karena cinta nya yang sangat memaksa pada Levi membuat orang lain terluka.

"Jangan terlalu difikirkan, aku juga berjuang bisa sampai sini. Mencintai mu adalah hal yang berat untuk ku dan kau ingin membuang nya karena perasaan bersalah?"

Wanita itu menunduk mendengarkan. Jari jemarinya diremas karena gugup, hal yang Levi tau jika wanita sedang hamil maka ia tidak boleh stress atau banyak beban fikiran.

"Tapi bagaimana jika Viona membenci ku?"

"Kau harus menerima nya karena pola pikir anak kecil selalu berkembang. Jika kita menjelaskan nya dengan lembut dan sabar dia akan mengerti."

Untuk saat ini Viona tetaplah anak kecil lucu yang polos belum memahami apapun. Jika ada orang dewasa yang menurutnya aman untuk diajak main maka Viona menyukai orang dewasa itu. Pandangan Levi tertuju pada Viona yang terlelap di atas kasur nya. Menguasai hampir keseluruhan sisi, sepertinya tidak ada tempat untuk Petra maupun Levi berbaring di sana.

"Uhm aku mengerti. Lalu keadaan dia bagaimana?"

Jeda sejenak, iris kelabu kembali menatap Petra.

"Setidaknya sebut namanya, bagaimana pun (name) adalah ibu kandung Viona. Lupakan rasa bersalah mu itu, (name) memahami nya."

Tidak, ada yang Levi lupakan. Sejatinya (name) hanya mencoba ikhlas dari luar namun hati nya masih terdapat harapan kecil. Harapan untuk Levi kembali padanya.

🌺🌺🌺🌺🌺

Kabar gembira membuat Levi berlari menuju rumah sakit di kota. (Name) sadar setelah satu bulan koma. Dengan menggendong Viona ia berlari menuju ruang rawat.

Nafas nya tersenggal, iris kelabu nya terbelalak melihat wanita itu terduduk tengah balas menatap ke arah nya.

"Viona."

Levi jalan menghampiri, memberikan Viona pada nya. Dapat Levi lihat jika (name) sangat merindukan anak itu begitupun dengan Viona. Erwin tersenyum tatkala Viona tertawa senang melihat ibunya menangis sendu.

"T-terimakasih kalian sudah menjaga anak ku."

"Ya." Levi menjawab singkat, membuat kontak mata dengan nya.

Mereka hanya bersitatap dalam diam. Levi dengan ekspresi datar sementara (name) dengan ekspresi bingung penuh canggung.

"Ah... Saya memiliki hutang budi yang besar pada anda ya, kalau boleh tahu siapa nama anda?"

Ekspresi datar seketika berubah. Kening itu ikut mengkerut mendengar ucapan (name). Apa tadi katanya? Wanita itu menanyakan nama pada nya?

"Hei kau sedang bercanda?"

Levi menatap Erwin penuh bingung begitupun dengan Sang kapten.

"(Name) apa kau tahu orang ini?" Erwin mencoba mencari kejelasan dari situasi ini.

"Kalau orang itu saya tidak tahu tapi kalau anda saya ingat. Komandan Erwin bukan? Anda sangat berjasa pada negeri ini."

"(Name) hei."

Tidak, hal buruk yang tidak akan pernah Levi bayangkan ia tidak ingin hal itu terjadi. Dengan langkah pelan ia mencoba mendekati (name). Duduk di tepi ranjang wanita itu kemudian menatap nya dengan lembut.

"Kau tahu siapa nama ku?"

Lagi-lagi sepertinya ia harus menerima kenyataan jika hal buruk itu akan datang suatu saat ke dalam hidup nya.

Termasuk tentang (name) yang melupakan dirinya. Ketika gelengan itu diberikan sebagai jawaban, entah mengapa terdapat rasa sakit dari dalam hati yang tak terdeteksi namun rasanya begitu nyata.

"Viona kau tahu siapa aku?"

"Papa." Jawab Viona cepat.

"Papa? Sepertinya Viona menganggap anda ayahnya karena sudah dirawat cukup lama. Saya berterimakasih."

"Hei...itu tidak-"

"Kalau boleh tahu kemana ayah Viona?" Erwin menyela, ia juga tidak ingin menerima kenyataan ini.

"Ayah Viona telah lama meninggalkan kami dan saya tidak tahu dimana kabarnya ia saat ini."

🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Setelah kunjungan itu Levi segera menemui dokter yang merawat. Mengatakan jika (name) mengalami amnesia. Levi meminta penjelasan mengapa (name) bisa mengalami nya.

"Benturan di kepala sangat kuat mengenai beberapa syaraf memori nya. Mungkin juga selama koma ia memimpikan hal menyakitkan dan ingin membuang itu semua." Jelas dokter.

Bagai daun kering tak berdaya, Levi hanya terdiam dengan sedikit menunduk setelah dokter menjelaskan lalu Erwin meminta izin pergi serta berterima kasih atas penjelasan yang diberikan.

Mereka berjalan keluar rumah sakit.

"Levi."

"Mungkin memang itu yang sejak dulu (name) inginkan hingga ia membuang identitasnya."

"Pasti ia memiliki alasan."

"Tentu saja. Jika tuan Rall tak mengancam hidupnya mungkin ia tidak akan sampai membuang identitas." Kedua tangan nya terkepal. iris kelabu mulai memerah di sisi sudut nya.

"Kau membenci tuan Rall?"

"Ya."

"Lalu putrinya?"

Kepalanya terangkat, menatap Erwin dengan tatapan marah.

"Aku hanya mencintai anak yang tengah dikandungnya."

"Tapi hei coba bayangkan. Jika kau memaksa (name) mengembalikan ingatan nya, bukankah rasa sakit yang ia alami selama ini akan kembali?"

Angin sore berhembus pelan. Ucapan Erwin ada benarnya juga. Jika (name) selama ini dapat menerima takdir, mengapa ia tidak bisa melakukan nya?

Menerima takdir sama saja dengan melepas (name) dan Viona selamanya. Ia tak akan lagi terikat walaupun Viona memang putrinya. Akan jadi hal menyakitkan jika ia datang sebagai orang asing bagi (name).

Namun di sisi lain ia ingin menebus semua kesalahan itu dengan kembali pada (name). Ia hanya akan hidup di dalam rasa bersalah hingga mati.

"Tapi ia menderita bukan karena rasa cintanya, melainkan orang lain."

"Lalu apa yang akan kau lakukan pada tuan Rall?"

Kepalanya menengadah menatap langit.

"Aku ingin menceraikan Petra setelah ingatan (name) kembali. Aku juga ingin (name) yang membalaskan dendamnya pada Rall."

"Kau sangat egois." Komentar Erwin.

"Lebih egois tuan Rall yang memaksakan cinta putrinya hingga membuat hidup orang lain menderita. (Name) tidak berhak mendapatkan hidup seperti itu."

Benar. Hidup (name) seharusnya bahagia setelah keluar dari survey corps. Bersama Levi atau tidak seharusnya (name) bahagia dengan bibi dan Viona. Andai saja tuan Rall merasa cukup dengan kepergian (name) dari pasukan, wanita itu tidak akan menderita seperti ini.

Saat diruang interogasi, ketika ia sedang menyelidiki suruhan tuan Rall untuk meneror hidup (name), pria itu ternyata juga tidak tega ketika melakukan nya akan tetapi ia juga memiliki keluarga yang harus diberi makan dan kebetulan tuan Rall dapat memberikan hal itu pada nya. Secara tidak langsung, mau tidak mau ia harus memberikan teror pada seorang janda anak satu serta wanita paruh baya.

Pria itu kira tuan Rall hanya memberikan perintah untuk menakutinya hingga (name) berhenti mencintai Levi akan tetapi arahan yang diberikan semakin tidak manusiawi. Ia diperintahkan membuat (name) pindah jauh dari markas agar Rall dapat menikahkan putrinya dengan Levi, juga membuat Levi menyerah mencari (name).

Pria itu kira pekerjaan dia sudah selesai sampai sana namun hal gila justru ia dapatkan kembali. Mengetahui putrinya belum dicintai Levi membuat tuan Rall melampiaskan amarahnya pada (name) yang digadang-gadang menjadi sumber Levi belum membuka hatinya.

Maka saat malam itu ia ingat dengan jelas ketika tuan Rall memberikan nya dua drum minyak tanah beserta lima obor. Membakar rumah yang didiami (name) beserta keluarga kecilnya.

Pria itu ingin menyelamatkan (name) ketika ia mendengar jeritan minta tolong serta tangisan bayi yang kencang.

Ia juga memiliki anak kecil seperti Viona.

Namun uang adalah hal yang sangat ia butuhkan.

Mendengar penjelasan itu, Levi termenung hingga saat ini. Bahkan anak buah yang tuan Rall perintahkan juga tidak tega melakukan nya.

"Aku butuh kepolisan, aku ingin menggugatnya atas nama (name)"

Bersambung

Next?

13/08/22

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top