2
Selamat membaca
Wajah bijaksana itu tertekuk didalam ruang rapat. Ditemani beberapa orang kepercayaan, Erwin menatap mereka satu persatu. Meminta pendapat nya masing-masing.
Di ujung meja, pria kecil dengan potongan rambut undercute menyilang kedua lengan nya didada seraya membalas tatapan sang komandan. Salah satu kakinya dinaikan keatas paha.
"Kenapa kau mencari prajurit yang hilang ini lagi? Bukankah dia kabur?" tanya pria undercute dengan suara rendah.
"Kau tau seberapa besar potensi nya dalam fraksi ini? Biarpun kalian baru dua kali bertemu secara tatap muka kau pasti sudah bisa memprediksikan seberapa kuat jiwanya dalam pengabdian."
"Aku tahu, wanita ini lebih dulu berada di fraksi ini bukan? Maaf Erwin tapi kota bawah tanah itu luas terlebih aku tidak terlalu mengingat wajahnya."
Merasa terabaikan, seorang lain nya lagi menghentakan tangan nya keatas meja dengan keras. Membuat sebagian air dalam gelas Levi tumpah membasahi kayu meja. Kedua tatapan pria itu tertuju padanya.
"Kalian berbicara seolah aku tidak terlihat disini?!"
"Ku ingin menyampaikan pendapat mu?" tanya Levi balik.
"Tentu saja! Cebol aku yakin kau mengingat wajah nya. Kau pernah berusaha mencarinya di kota bawah tanah bukan?"
"Ya dan aku tidak menemukan nya-"
"Memang, malah kau menemukan dambatan hati disana. Kau niat mengerjakan misi atau mencari pasangan hah?"
Mata tajam nya memicing, rahang Levi mengeras.
"Tutup mulut mu kacamata sialan."
"Aku benar kan? Kau mengabaikan tugas dan malah menemukan wanita yang berhasil mengisi hati. Seharusnya aku yang menjalankan misi itu. Prajurit wanita ini sudah pasti ku temukan."
"Dengan jaminan apa kau berani berbicara seperti itu? Terlebih, ucapan mu terdengar seperti seseorang yang sedang cemburu. Apa kau sedang cemburu?"
"Sialan kau cebol! Aku-"
"Jika kalian ingin berdebat, lanjutkan saja diluar. Rapat ini belum selesai."
Eksistensi mereka tertarik setelah Erwin berbicara. Hanji menghela nafas kesal sementara Levi menyesap teh dalam cangkir.
"Misi ini biar aku yang teruskan. Ditemani dengan pasukan garisson, akan ku tangkap penculiknya sekaligus."
🌹🌹🌹🌹🌹
Beberapa hari setelah rapat yang tidak membuahkan hasil itu, Erwin kembali dengan menunggangi kuda coklatnya. Tangan kanan nya, Mike beserta beberapa orang kepercayaan segera menyambut sang komandan dengan hormat khas pasukan pengintai.
Erwin mengangguk singkat. Di dalam dekapan nya terdapat seorang wanita dengan tudung yang menutupi setengah wajah.
Hanji dengan rasa penasaran melangkah mendekat, tangan nya hendak membuka tudung tersebut.
"AAAAA AKHIRNYA DIA DAT-"
Akan tetapi Mike menepis tangan Hanji dengan cepat. Melarang untuk menyentuh hasil misi Erwin.
"Apa sih? Aku ingin melihatnya tahu. Bagaimana pun juga aku merindukan nya."
"Di lelah saat ini. Biarkan dia beristirahat untuk beberapa hari." ucap Erwin.
"Baiklah, tapi aku boleh mengunjungi kamar nya kan?"
"Tentu saja."
Setelah itu Erwin melangkah kedalam markas, diikuti Mike di belakang.
Pria bersurai hitam legam yang sedari tadi diam itu akhirnya mengeluarkan sepatah dua patah kalimat pertanyaan. Ia merengsek mendekat pada Hanji.
"Kau bilang kau merindukan nya, apa kau mengenal prajurit yang hilang itu?"
"Oh tentu saja. Kami satu angkatan dan sepertinya dia akan senang kembali ke sini."
"Bagaimana bisa terculik?"
"Mengapa kau jadi manusia yang banyak bertanya?" tanya Hanji seraya berdecak pinggang, menatapnya.
Levi dengan kesal memutar bola mata nya lalu tak lagi memberikan pertanyaan pada Hanji. Ia melangkah pergi meninggalkan nya.
"Hoi Levi! Kau marah?"
Yang ditanya hanya mengangkat salah satu tangan kemudian mengibaskan nya sebagai tanda 'abaikan dia'.
Abaikan Levi karena teh diatas meja kerja sudah hampir mendingin.
🌹🌹🌹🌹
Salah satu kamar putri dipenuhi oleh beberapa prajurit wanita yang seangkatan lulus dengan Hanji. Mereka bersenda gurau dengan keras hingga menarik simpati dari beberapa prajurit wanita yang lain.
Hanji pelaku asal suara keras itu berasal. Ia memeluk tubuh rekan sebayanya dengan isak tangis menjijikan.
Sungguh, ini menjijikan. Lihatlah bahu wanita yang sekarang tengah dipeluknya itu. Basah.
Wanita bersurai putih lain menenangkan Hanji dengan guyonan tak bermoral.
"Sudahlah kacamata, yang penting (name) sudah ditemukan bukan?"
"Tapi Nanaba, mengingat cerita (name) di dunia bawah sana membuat ku sedih. Hei tapi kau bilang kau diselamatkan oleh seorang pria yang memindahkan mu ke tempat yang lebih aman? Siapa nama pria itu?"
Dengan bingung wanita dihadapan nya menatap lurus kearah wajah Hanji. Ia menunduk sekilas, mencoba mengingat sebuah nama yang menurutnya telah berjasa.
"Aku...lupa."
"Bagaimana bisa-"
"T-tapi yang ku ingat aku dan dia memiliki hubungan s-spesial." potong (name) dengan semburat merah tipis di pipi.
Memancing teriakan menggoda dari Hanji dan rekan sejawat lain nya.
"Aahh...lalu lalu apa yang terjadi dengan kalian?" Nanaba yang bertanya kali ini.
"Dia bilang dia akan pergi ke dunia atas untuk menyelamatkan teman nya. Setelah itu ia tidak kembali lagi."
"Sayang sekali. Pria itu jika aku bertemu dengan nya akan ku pukuli wajahnya!" provokator Hanji.
Matahari telah menyingsing tinggi. Membuat Mike kewalahan untuk menyusul Hanji beserta angkatan lain nya untuk melakukan latihan rutin.
Awalnya Mike menolak permintaan (name) untuk ikut latihan mengingat kondisi nya yang masih belum stabil namun wanita itu memutuskan hanya untuk melihatnya.
Mike mengalah.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Untuk pertama kali dalam hidup, Levi meragukan indra penglihatan nya sendiri. Ia sempat berfikir harus memakai kacamata aneh seperti Hanji karena merasa salah melihat seseorang.
Akan tetapi dunia menyadarkan nya. Matanya baik-baik saja dan seseorang yang ia salah lihat itu memang dia.
Wanita yang ia tinggalkan di dunia bawah karena harus menghentikan misi dari Erwin kini ada disini.
Bukan itu masalah intinya.
Dadanya bergemuruh, kedua tangan terkepal kuat. Ia tidak akan sanggup melihat iris polos wanita itu ketika melihatnya. Melihat kenyataan soal hubungan mereka.
Karena kebejatan Levi membuat wanita polos itu melepas julukan 'gadis' pada dirinya.
"Kapten, latihan akan segera dimulai."
Sebuah suara lembut menyadarkan pikiran rancu. Ia menoleh, mendapati gadis berambut coklat sebahu dengan senyum manis khas nya.
Tanpa mengucapkan apapun, Levi segera pergi menuju lapangan.
"Kapten tunggu..."
Kedua kakinya berhenti mendapat sebuah intrupsi suara lembut, tubuh menoleh untuk menatapnya.
"Apa lagi, Petra?"
"Soal pertunangan itu...anda serius kan?"
Demi apapun sepertinya membenturkan diri pada dinding Maria akan lebih baik dari pada harus menjalani kenyataan buruk seperti ini.
Sial
Ia melakukan kesalahan!
Sebut Levi bejat ketika tuan Rall meminta Levi untuk meminang putrinya karena urusan bisnis. Tuan Rall akan memberikan pangan lebih pada pasukan ini jika dirinya bersedia menikahi Petra.
Saat itu bahan pangan pasukan memang sedang habis habisnya. Prajurit kadang rela membelah roti untuk berbagi pada teman seperjuangan. Kemarau yang panjang ditambah monster manusia itu tak henti menendang dasar dinding untuk mengintimidasi manusia yang masih hidup didalam nya.
Dengan keterpaksaan yang begitu besar, ia hanya mengangguk sebagai jawaban.
Tindakan ini dilakukan atas dasar balas budinya pada Erwin. Hanya untuk Erwin yang telah mengajarkan arti kehidupan yang sebenarnya.
"Kapten?"
Levi sedikit tersentak, "Masuk ke barisan. Kita akan bicarakan ini lagi nanti."
Petra menurut, ia mengangguk singkat kemudian pergi setelah memberi hormat.
Untuk saat ini jangan biarkan (name) melihatnya. Bukan sebagai pengecut, ia hanya belum siap melihat wajah polos itu membentuk ekspresi sedih.
Seharusnya saat itu ia mengambil cuti untuk menjenguk wanita itu di dunia bawah tanah.
-bersambung
Next?
2 September 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top