18
Selama permata ku masih bisa tersenyum lebar
Aku tidak akan menyerah pada dunia.
Sama seperti hari hari sebelum nya, susunan makanan yang tersaji di meja masih utuh belum laku terjual. Sesekali penyapu dari serutan kertas bergerak mengusir lalat yang hinggap. Ada berbagai macam makanan yang tersaji di meja itu dimulai dari per-rotian hingga daging dan sayuran. Siap saji dan tinggal makan akan tetapi para pembeli pasar hanya melintas atau melirik tak merasa tertarik.
Hela nafas pelan dikeluarkan. Ini sudah mendekati tengah hari seharusnya sudah waktunya untuk pulang namun jika pulang ia tidak akan membawa sekeping emas pun.
Rezeki memang tidak ada yang tahu. Hari ini dagangan laku keras tidak berlaku untuk besok, bisa jadi esok dan seterusnya hanya terjual biasa bahkan sepi pembeli.
Namun entah apa yang membuat dagangan nya hari ini tak ada satupun yang terjual. Tingkah para pedagang di sekitarnya juga berubah. Dari mereka yang selalu sapa menyapa kini terkesan mengacuhkan. Apa ia berbuat salah atau tak sengaja ucapan nya menyakiti hati mereka?
"Kenapa tidak pulang saja? Atau pindah sekalian ke daerah Sina? Di sana lebih ramai dari Rose." Celetuk seorang pedagang di sebelahnya.
"Tidak apa, mungkin hari ini memang sedang sepi."
"Apa rumor itu benar, (name) chan?" Kali ini seorang ibu penjual sayur mendekat.
"Rumor? Rumor apa?"
"Rumor bahwa kau memiliki hubungan gelap dengan petinggi tentara."
"Ya ya aku juga dengar kabar itu, kau sampai punya anak? Bagaimana bisa kau masih memiliki muka untuk berdiri di sini?" Seorang lain nya ikut menanggapi.
Entah dari kapan meja tempatnya berdagang kini dipenuhi oleh para pedagang pasar itu. Mereka penasaran atau memang ingin menyudutkan nya?
"Berarti aku harus jaga suami ku di rumah, dia janda muda kan jatuhnya?"
"Memangnya dia pernah menikah?"
Dan berbagai bisikan menyakitkan yang terdengar. Dengan terpaksa (name) menggulung dagangan nya untuk menyelamatkan diri. Dia hanya ingin waras tanpa perlu menaikkan amarah.
Mereka hanya rakyat biasa yang mudah percaya dengan rumor apapun.
"Karena itu kau dikeluarkan dari keprajuritan? Sungguh wanita aib."
"Jika dia putri ku, sudah ku tendang dari rumah."
"Sepertinya..." (Name) memotong ucapan mereka begitu saja.
".... Sepertinya yang lebih rendah dari saya adalah mereka yang percaya rumor begitu saja tanpa menyaringnya. Bukankah itu sama saja dengan menunjukkan bahwa mereka tidak berwawasan? Saya pamit dulu."
"Apa?! Berani nya kau dasar wanita aib!"
"Pergi saja dari sini! Pindah sekalian!"
Mereka marah karena ucapan nya benar. Mereka merasa dihina karena mereka tidak ingin mengakui perkataan nya.
Tidak apa, (name) tidak butuh pasar itu. Ia akan pergi dari sini dan itu yang diinginkan si penyebar rumor.
Levi tidak perlu sampai mengetahuinya.
🌺🌺🌺🌺🌺
"Kerdil, kau sudah dengar kabar itu?"
Cangkir antik diletakkan setelah Hange membuka suara.
"Rumor? Rumor apa?"
"Ada seorang wanita biasa yang memiliki hubungan gelap dengan prajurit."
Mata elang melirik padanya dengan tajam, meminta penjelasan lebih tanpa berbicara.
"Maksud mu?"
"Maksud ku rumor itu menyebar dan membuat nama baik tidak fraksi rusak. Entah prajurit mana yang memiliki hubungan seperti itu. Sampai memiliki anak katanya."
"Dan kau mempercayai rumor itu?"
Hange mengangkat bahu nya cuek. Ia kembali membaca catatan nya.
"Menurut mu rumor ini merujuk ke (name)?"
Pertanyaan Levi kembali menarik eksistensi nya dari lembaran catatan.
Ia mengubah posisi duduknya menjadi lebih serius.
"Menurut mu? Bisa saja ada wanita yang benar-benar melakukan hubungan gelap dengan prajurit di fraksi lain. Mengapa kau fikir yang dimaksud adalah (name)?"
"Entahlah, hanya tebakan asal." Levi kembali mengisi cangkir antiknya dengan teh.
Langit berubah kemerahan, sang fajar hendak usai dari tugasnya hari ini. Membuatnya teringat dengan wanita itu. Bagaimana kabarnya, bagaimana kabar anak nya. Sudah lama ia tidak mengunjungi mereka.
"Besok aku ambil cuti."
"Ingin mengunjungi nya?"
Hanya anggukan yang Hange dapat sebagai jawaban.
"Aku ikut."
"Terserah saja."
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
"Dia pergi?"
Bibi di hadapan Levi mengangguk dengan raut wajah gelisah.
"Ya, dia memutuskan ingin tinggal seorang diri. Katanya tidak ingin merepotkan saya lebih banyak. Padahal tidak masalah jika saya harus merawat putri nya."
"Kemana dia pergi?"
"Daerah Sina."
"Tunggu." Hange memotong tanpa merasa bersalah.
"Bagaimana dia bisa mendapatkan izin untuk memasuki wilayah itu?"
Sang bibi menggeleng sebagai jawaban, membuat kedua prajurit di depan nya menghela nafas.
"Kita akan ke sana?" Hange bertanya pelan.
"Kita harus ke sana. Tapi sebelum itu aku ingin menyelidiki rumor di pasar."
🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Ia benar-benar tidak mengerti dengan rumor itu. Kalau bisa jujur ia sangat marah saat ini. Bagaimana bisa nama (name) kotor hanya karena rumor rendahan? Bagaimana bisa hanya (name) yang menjadi korban sementara ayah dari anak nya tidak diketahui?
Siapa sebenarnya yang menyebarkan ini. Ia yakin bukan orang sembarangan. Seseorang yang pernah dekat dengan (name) atau satu rekan dengan (name) saat di prajurit.
"Terimakasih, Mikasa."
"Tidak masalah. Saya marah mendengar rumor menjijikan seperti itu kapten. Rasanya saya ingin memukul mulut mulut mereka."
"Tenangkan diri mu, bukan hanya kau, aku juga saat ini."
Sangat marah
Keheningan menyapa ruangan. Sudah tiga hari ia menyelidiki rumor itu tapi masih belum mengetahui siapa penyebarnya.
Apa motif dan alasan si penyebar melakukan ini. (Name) bukanlah seorang prajurit lagi jadi tidak akan ada untungnya membuat rumor hingga mengusir wanita itu pindah.
Atau mungkin.
"Kapten saya ingin bicara." Suara Mikasa memecahkan keheningan dan Levi hanya mengangguk sebagai respon.
"Menurut kapten siapa yang sangat membenci (name) san saat dia masih berada di prajurit?"
"Entahlah, aku tidak terlalu memikirkan pertemanan wanita. Semua terasa biasa saja bagi ku."
"Kalau begitu saya akan menyelidiki ini bersama yang lain."
"Tidak perlu sampai-"
"Biarkan saya memukul bedebah itu, kapten!"
Ah...bocah labil ini mulai memaksa, ia sedang tidak ingin berdebat atau menarik bocah ini lebih marah lagi.
"Terserah saja."
Ia hanya ingin menemui (name). Wanita itu pasti belum masuk ke daerah Sina karena tidak memiliki izin.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Viona memejamkan mata mendengar kidung indah sang ibu. Membuat wajahnya terlihat sangat menggemaskan. (Name) tersenyum hingga perasaan nya menjadi hangat kemudian kedua matanya terasa panas.
Tuhan...ia lelah hidup seperti ini. Keluar dari prajurit membuatnya menderita tapi tidak ada lagi tempat untuk ya di sana.
Dimanapun dia berada namanya akan tetap kotor dan hina. Sebenarnya dosa apa yang telah ia lakukan sampai tuhan memperlakukan nya seperti ini?
Dengan perasaan kacau ia menatap aliran sungai yang berada tak jauh di depan nya. Sungai ini mengarah ke Sina, bisa saja ia masuk dari sini tapi bagaimana jika penjaga melakukan pengawasan perizinan kependudukan?
Atau sebaiknya ia kembali ke dunia bawah?
Tidak, Viona tidak akan bisa tumbuh berkembang dengan baik di sana.
Kepalanya mengadah, bersandar pada kursi. Menatap langit malam yang sepi tanpa cahaya bintang.
Seperti pria itu.
Kalau diingat ia merindukan Levi tapi jika menemuinya nama Levi akan ikut terseret. Levi adalah harta berharga para penduduk, harapan mereka membawa kebebasan.
Senyum getir terlukis di wajah. Biarlah ia menanggung semua ini sendirian. Selama tangan nya yang telah penuh dengan luka bakar itu masih bisa menggendong Viona, ia tidak masalah.
Ia tidak masalah selama tubuhnya masih sanggup menjaga harta berharga milik itu.
Selama Viona baik baik saja, ia akan terus hidup tanpa bantuan Levi.
Air mata mulai turun membasahi pipinya namun ia tak berniat menyeka nya. Angin malam berhembus lembut, memainkan anak rambut hitam legam. Membuatnya merapatkan selimut yang dikenakan Viona.
"Waktunya masuk, di sini terlalu dingin."
(Name) memasuki rumah, tidak. Tempat itu tidak bisa di sebut rumah. Mungkin gubuk kecil yang hanya memiliki satu kamar dan ruang tengah yang minim.
Hanya untuk ia tinggali ia tidak keberatan.
Setidaknya tuhan masih mempedulikan nya dengan mengirimkan orang baik yang memberinya gubuk untuk ditinggali.
Bersambung
Next?
09/02/21
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top