14
Selamat membaca
Tidak ada salahnya untuk meninggalkan vote. Terimakasih ^~^
Maaf jika ditemukan beberapa typo, saya hanya manusia. Tempatnya salah hehe :D
{
My Choose}
Kacamata yang merosot itu dinaikkan hingga ke posisi pangkal hidung yang tepat setelah menghela nafas akibat mendengarkan penjelasan Erwin empat puluh lima menit yang lalu. Si tokoh utama yang diceritakan Erwin yakni (name) hanya terdiam di atas sofa milik Erwin, tertidur dengan posisi membelakangi mereka. Kemudian ia menatap Levi, si tokoh pria yang menjadi akar masalah hari ini.
Wanita ilmuan itu masih tidak mempercayai jika rekan cebol nya itu adalah seorang ayah.
"Kau gila Levi." Hanji berkomentar memecahkan keheningan.
"Aku gila karena nya." Levi menjawab dengan tenang namun tak menyanggah pernyataan Hanji tentang gila nya itu.
"Mengapa kau tidak memberitahu kami ketika (name) kami bawa kembali?"
"Karena (name) juga tidak menceritakan nya."
Hening kembali menyapa setelah suara Levi menggema. Ketiga orang dewasa itu kalut dengan pemikiran masing-masing terlihat dari Erwin yang memejamkan mata dengan memijat pangkalan hidung nya, Hanji yang menatap lekat ujung sepatunya sendiri serta yang sedang dijadikan topik pembicaraan, Levi. pria kecil itu menghela nafas nya kasar kemudian berdiri, melagkah ke arah jendela ruang kerja Erwin. Obsidian menatap pemandangan di luar dengan tatapan datar.
"Apa yang akan kau lakukan?" Tiba-tiba Erwin memecahkan keheningan, mengajak Hanji untuk menatap punggung sang kapten.
"Jika ku katakan jawaban nya apa kalian akan memihak ku?" Levi bertanya tanpa menoleh.
"Tergantung dari jawaban mu tentu saja."
Setelah mendengar jawaban Erwin pria itu lantas menoleh menatap kedua rekan perjuangan nya.
"Mengatakan pada tuan Rall untuk membatalkan pertunangan ini."
Detik jam mengisi keheningan. kedua nya tak bersuara untuk beberapa menit. Levi dapat melihat raut terkejut di sana dan ia sudah menduga hal ini akan ia dapatkan. Tentu saja mereka terkejut mendengar jawaban seperti itu. Di otak sang komandan saat ini pasti sedang memikirkan bagaimana nasib para prajurit ke depan nya jika Levi benar-benar membatalkan pertunangan akan tetapi kedua rekan itu juga memikirkan perasaan Levi karena terlihat terpaksa untuk menerima pertunangan dari putri Rall.
"Bukankah kau yang ingin menerima snediri lamaran i-"
"Kau menerima karena melihat kondisi prajurit saat ini bukan? kondisi menyakitkan yang tersaji di depan mata membuat mu terdorong untuk membantu?" Erwin memotong ucapan Hanji.
Obsidian abu melirik kearah wanita yang sedari tadi hanya terdiam mendengarkan, perlahan ia berjalan mendekat lalu duduk di sebelah nya.
"Kira-kira begitulah."
"Kalau alasan nya adalah aku, ku harap kau tidak membatalkan nya." Wanita itu akhirnya membuka suara, menarik semua eksistensi berpusat ke arah nya.
"Aku tidak melakukan ini karena perasaan bersalah ku pada mu tapi karena kesadaran diri ku sendiri." Levi meanatap (name) lekat
"... Jangan menyesal setelah kau megambil keputusan ini," jawab (name) dengan suara pelan.
"Menyesal atau tidak nantinya tidak akan kau tanggung. pukul lah aku."
(name) mengerutkan kening sebagai respon pertama. "Apa maksud mu?"
"Sebagai seorang ibu yang bertemu dengan ayah dari anak nya aku pantas mendapatkan amarah mu."
"Aku sudah tidak tahu bagaimana cara ku melampiaskan amarah ku lagi. Aku bahkan tidak tahu bagaimana perasan ku saat ini."
Amarah itu tertahan mengingat masih ada Hanji dan Erwin di ruangan. (name) tidak ingin menunjukan sisi lemah dan buruk nya kepada mereka walaupun mereka adalah sahabat. (name) hanya tidak ingin membuat mereka sedih atau khawatir.
Erwin berdekhem untuk menarik eksistensi, semua mata tertuju pada nya.
"Ku sarankan untuk saat ini (name) cuti demi menghindari amarah para prajurit."
Pria blonde itu menyarankan dengan suara tenang yang berwibawa. Berbeda dengan Hanji yang memberikan respon terkejut, (name) dan Levi tersenyum memahami maksud sang komandan.
"Itu yang sebenarnya saya rencanakan." (Name) menjawab tenang seraya memberikan senyum pada Hanji.
"Lalu...tunggu...apa maksud mu? Jika kau memang ingin keluar mengapa kau menerima tawaran kami lagi saat kami menjemput mu?"
"Karena dia butuh uang untuk tabungan nya." Erwin menjawab pertanyaan Hanji, menyela Levi yang hendak menjawab tanpa komandan itu ketahui.
Hanji manggut manggut mengerti sekarang. Wanita itu sekarang lalu berjalan mendekati (name) kemudian menarik nya ke dalam pelukan erat.
"Aku tahu pasti ini berat untuk mu. Untuk saat ini bersembunyi lah. Kami tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh keluarga Rall atau fans Petra pada mu."
(Name) Balas memeluk punggung wanita itu sama erat nya. Ia tersenyum pasrah mengetahui bahwa banyak yang peduli setelah rahasia nya terbongkar.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Seperti yang Erwin duga satu hari setelah kejadian di dapur umum itu (name) sudah jadi bual bualan para fans Petra namun ia tidak diam saja, wanita itu menjawab dengan penuh ketegasan atau bahkan sampai menampar pipi seorag gadis yang menurut nya sudah keterlaluan. Maka dari itu kini alasan nya berdiri di atas meja di tengah tengah keramaian prajurit. Iris nya menatap Levi yang tengah memperhatikan nya juga, ada Petra yang sedang duduk di satu bangku bersama Levi.
"Dengar ya para fans dadakan sialan! Tahu apa kalian tentang hidup saya huh?! Tahu apa kalian akan perjuangan menjadi seorang ibu sendiri huh?! Tutup mulu kalian dan jangan menilai dari satu sisi saja dasar remaja dan gadis bodoh!" Emosi nya meluap saat itu juga. Keadaan dapur yang tadinya ramai mendadak sunyi. (Name) tidak takut sama sekali.
"Kau pikir Petra yang terluka di sini? Kau pikir hanya kapten yang terpaksa membatalkan pertunangan nya? Kau pikir ini yang saya mau?! Kalian prajurit! Bukan rakyat biasa yang memakan mentah sebuah gosip!!"
"Tenanglah (name) senpai." Seorang pemuda menghampiri meja nya untuk membujuknya turun.
"Tidak Eren mereka harus diberi faham! Apa apaan prajurit dijadikan tempat pergibahan dan gosip! Siapapun yang menyebarkan gosip ini tidak akan aku maafkan terlebih bagi mereka yang menghina putri ku."
Pemuda bernama Eren itu terdiam tak berkutik. Pemuda itu mungkin memahami maksud dan perasaan (name) saat ini.
Maka dari itu kini ia juga ikut berdiri di atas meja di sebelah (name).
"Saya faham dan mengerti apa yang (name) senpai rasakan karena saya juga dirawat oleh ibu seorang diri. Saya tahu bagaimana kerasnya hidup di kota terpencil itu sendirian maka saya mohon kalian berhenti menilai buruk (name) senpai. Ini hanyalah masalah pribadinya dengan kapten dan kita tidak berhak ikut campur."
"Perusak hubungan ya perusak saja."
Sebuah suara menyela di tengah keheningan, menarik eksistensi semua mata.
Levi menggeram mendengar ucapan Petra yang tadi namun ia hanya dapat mengepalkan tangan.
"Tapi yang saya tahu cinta itu didapatkan dengan usaha dan pengorbanan bukan hanya menunggu hasil dari usaha orang lain."
Kali ini suara lain ikut menimpali. Teman seper-angkatan Eren, Mikasa ikut membuka suara nya.
"Cinta yang (name) dan kapten tunjukan lah definisi cinta yang sebenarnya. Mereka ingin bersama namun tidak ingin saling menyakiti namun karena gosip itu kini kapten merasa telah menyakiti (name) senpai." Mikasa melanjutkan.
"Cukup." Levi membuka suara kali ini ia lalu berdiri.
"(Name) turun dan tenangkan diri mu. Petra jaga ucapan pada senpai mu dan kalian, belajarlah untuk tidak termakan gosip karena kita adalah prajurit."
(Name) dan Eren menurut untuk turun.
"Seperti yang kalian lihat bahwa itu semua benar. Saya memutuskan untuk membatalkan pertunangan dan saya harap anda memahami ini tuan Rall." Levi membungkuk hormat pada pria paruh baya yang sedari tadi menyaksikan perdebatan di depan pintu dapur umum.
"Kami tidak masalah jika bahan pangan habis namun saya tidak ingin menikahi putri anda yang lebih berhak mendapatkan cinta dari orang lain."
"Begitu ya, kapten. Ternyata seperti itu." Pria berbadan gempul itu berjalan memasuki dapur, mendakati putri nya yang memasang ekspresi sedih.
"Tidak apa aku mengerti. Lagipula prajurit sudah biasa bertahan di situasi apapun." Kemudian ia mengelus surai karamel putrinya dengan senyum penuh arti.
"Baiklah aku terima pengajuan pembatalan mu."
🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Di depan bara api yang menyala mengusir dingin nya malam, (name) mengelus dan menimang putri kecil nya di dalam dekapan hangat hingga malaikat kecil itu tertidur pulas. Bibirnya mengukir senyum akan tetapi pandangan matanya kosong. Sudah hampir seminggu ia keluar dari keprajuritan dan ia merasa hidupnya sudah sangat berubah.
Ia juga sudah mengizinkan Levi untuk berkunjung dan membiarkan Levi membiayai hidupnya walau ia sudah bersikeras menolak. (Name) juga sudah membuka toko roti nya sendiri seperti yang ia harapkan.
Setidaknya bantuan dari Levi ia pergunakan dengan baik untuk sang putri.
"Ibu sangat menyayangi mu." Monolog nya ria dengan suara kecil, tak ingin membangunkan.
Helaan nafas terdengar, hidupnya sudah berubah. Benar-benar sudah berubah hanya satu hal yang tidak Levi ketahui.
Bahwa ia juga mendapatkan teror dari orang yang tidak ia kenal. Seperti hancurnya toko roti, ancaman pembunuhan ke rumah nya atau ancaman penculikan Viona. Semua itu ia dapatkan setelah berhenti menjadi prajurit.
Ia juga tidak tahu siapa yang mengirim mereka namun (name) lagi lagi tidaklah takut. Ancaman itu sama saja seperti menghadapi preman bawah tanah.
Ia sudah sering mengalami nya.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan. Ia dengan cepat memindahkan Viona ke dalam kamar untuk segera menyusul sang tamu. Levi bilang malam ini ia akan berkunjung mengingat besok hari libur.
Setelah meletakkan Viona ia berjalan ke arah pintu, membuka nya kemudian kedua iris indah itu terbelalak mendapati hujatan senjata tajam yang menusuk perut nya. Ia refleks mundur, menendang pelaku penusukan itu dan berniat menangkapnya ditengah keadaan darah yang merembes keluar.
Pertarungan kecil terjadi. Pelaku penusukan itu masih gencar ingin membunuhnya akan tetapi dengan tenang (name) berhasil menangkap nya.
Ditarik nya pisau itu dari perut kemudian ia bersimpuh diatas permukaan dengan nafas tersenggal. Sang bibi segera menghampiri setelah mendengar keributan.
"Astaga (name) apa yang terjadi?! Dokter... aku harus memanggil dokter!"
"Tidak..tenang dulu bibi. Aku ingin kau menjaga penjahat ini agar tidak kabur. Walaupun pingsan ia bisa saja membawa Viona pergi." (Name) menjawab dengan nafas tersenggal.
Tangan yang menahan darah itu semakin kotor.
Kesadaran nya hampir diambang batas kemudian ia memilih untuk memejamkan mata. Diakhir kesadaran nya ia mendengar suara langkah kuda yang sangat familiar.
(Name) memejamkan mata dengan senyum yang mengembang di wajah nya.
Ayah Viona datang sesuai janjinya.
Bersambung
Next?
21/08/21
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top