13
Selamat membaca
Tidak ada salahnya untuk meninggalkan vote. Terimakasih ^~^
Maaf jika ditemukan beberapa typo, saya hanya manusia. Tempatnya salah hehe :D
{I'm here Father}
°
°
°
Ekspedisi dilakukan pagi ini. Para prajurit berbaris di atas kuda dengan ekspresi semangat sekaligus ketakutan. Mereka sebentar lagi akan melihat kematian mereka sendiri. Setelah gerbang itu dibuka nanti, mereka hanya bisa menyerahkan keselamatan kepada tuhan. Siap dengan semua resiko nya. Kembali tanpa nama sebagai pahlawan atau kembali dengan tubuh terluka sebagai pengecut. Rakyat akan berasumsi mereka yang selamat hanya memiliki keberuntungan yang besar. Jika Erwin kembali dengan kemenangan, mereka ditatap bak permata berharga, dan sebaliknya. Jika Erwin selaku komandan membawa kekalahan, mereka hanya dianggap sebagai prajurit tidak berguna yang hanya memakan uang pajak rakyat.
Manusia terkuat kepercayaan Erwin menatap datar seluruh prajurit. Pandangan nya menelusuri setiap sudut. Barisan berkuda itu masih berdiri di markas survey corps. Menunggu tim penyediaan amunisi menyelesaikan tugasnya.
Obsidian menatap pada seorang wanita yang kini juga menatap nya. Kedua iris berbeda warna itu saling menatap. Levi menikmati ekspresi marah wanita disana sebab ia sendiri yang membuat wanita itu menciptakan ekspresi marah.
Beberapa hari yang lalu mereka berdebat di ruangan Erwin. (Name) bersikeras ikut namun Levi dengan santai menyela kalimatnya dengan sebuah alibi.
Dia baru saja ditemukan, kau tidak mungkin membiarkan nya di dalam bahaya bukan?
Tanya Levi tempo hari kepada Erwin. Dengan ekspresi tertekan yang tidak percaya, (name) harus menerima keputusan Erwin untuk melarangnya ikut ekspedisi.
Semua ini karena Levi.
Baiklah..
Levi sepertinya sangat menikmati ekspresi marah wanita itu hingga ia harus disadarkan Hanji untuk segera pergi menuju dinding.
Pundak yang ditepuk membuat tatapan mereka terputus. Dengan singkat Levi mengangguk, membiarkan Hanji pergi terlebih dahulu di depan. Barulah setelah ia berpamitan dengan (name) lewat mata, pria berpangkat kapten itu segera memacu kudanya menyusul rombongan.
💮💮💮💮💮💮💮
Sudah jadi pemandangan sehari-hari ketika melihat para prajurit pulang dengan luka ditubuh. Sebagian dari mereka tertidur diatas gerobak yang ditarik dua ekor kuda karena fatal nya luka yang mereka dapatkan. (Name) menyaksikan itu semua dengan ekspresi sedih, ia mengepalkan kedua tangan nya seraya memperhatikan satu persatu prajurit yang berdatangan.
Dirinya segera menghampiri Erwin ketika melihat pria itu memasuki markas.
"Komandan." Sapa (name) pelan
Tidak ada ekspresi sedih ataupun murung seperti yang biasanya Erwin tampilkan sepulang ekspedisi. Pria berpangkat komandan itu menghentikan kudanya sejenak untuk menatap salah satu anggotanya.
"Selamat datang Komandan."
Erwin mengangguk sebagai respon kecil kemudian tersenyum, "Terimakasih."
"Bagaimana dengan ekspedisi hari ini?"
"Kau mungkin kesal karena tidak diizinkan ikut ya. Kita bicarakan semuanya besok."
(Name) mengangguk patuh.
"Aku duluan, para prajurit memerlukan istirahat."
"Baiklah, selamat beristirahat komandan."
Setelah Erwin melajukan kudanya pergi, (name) kembali ke dapur umum. Ikut membantu beberapa prajurit menyiapkan makan malam. Ia masih penasaran dengan hasil ekspedisi hari ini.
🌺🌺🌺🌺🌺
Purnama menyingsing indah di langit gelap, bersinar terang bak aktris yang tersorot lampu panggung. Derik hewan nokturnal mengisi keheningan membuat suasana damai menjadi nyaman untuk dibawa terlelap.
Seharusnya begitu akan tetapi berbeda dengan nya, sejak kepulangan prajurit dua jam yang lalu ia tidak bisa tertidur, tidak sebelum memastikan kondisi Levi. Mereka hanya sekilas bertemu dan itupun hanya saling menatap, Levi tak terlihat di dapur umum ataupun dimanapun mungkinkah ia terluka?
Kedua kaki yang ditekuk dengan lengan itu diluruskan di atas permukaan rumput halus. Kepalanya mendongak menatap rasi bintang yang bertabur indah, menemani rembulan di sana.
Moment tenang ini mengingatkan nya akan sesuatu. Ia teringat putri kecil kesayangan nya, Viona. Walaupun baru seminggu tapi ia sudah terlalu rindu ingin bertemu. Menciumi pipi gemas atau mendengar suara tawa riang sebagai sambutan hangat kedatangan nya dan tentang Levi yang telah mengetahui keberadaan putri kandungnya.
"Mengapa masih di luar?"
Suara berat mengejutkan nya lantas kepala refleks menoleh ke arah sumber suara tersebut. Sosok yang ia khawatirkan sejenak itu kini muncul dihadapan. Seakan tuhan mengabulkan keinginan terkecilnya itu untuk bertemu sejenak.
Ia lega mengetahui bahwa Levi baik baik saja. Wanita itu tidak menggeser ketika si pria ikut duduk di sebelah. Menikmati terangnya rembulan dan rasi bintang.
"Mengapa anda masih di luar?" Ia bertanya kembali padahal belum dijawab.
"Melihat monster menjijikan itu membuat ku enggan tidur, kau sendiri?"
Tatapan obsidian padanya diputus sepihak, (name) kembali menatap langit.
"Merindukan seseorang."
Hening kembali memakan waktu, Levi memilih diam mendengarkan wanita di sebelahnya berbicara, itu jika dia mau melakukan nya.
"Anda tahu siapa yang saya maksud."
"Mengenai hal itu...boleh aku ikut mengunjungi nya?"
Ada setitik rasa berat di hati ketika ayah Viona meminta izin padanya untuk bertemu, ia tentu enggan menemui nya dengan sang putri namun usaha Levi yang memohon dengan suara lembut itu sedikit meluluhkan hatinya. (Name) belum menjawab, ia sibuk memperhatikan ujung sepatu milik nya sendiri.
Menimang jawaban apa yang sebaiknya diberikan. Ia enggan mempertemukan mereka berdua namun Levi memiliki hak untuk bertemu. Bagaimanapun juga ia adalah ayahnya.
"Saya sudah berencana menganggap ayah Viona sudah mati, maafkan saya."
Jeda sejenak, Levi membiarkan derik hewan nokturnal memenuhi keheningan. "Begitu..ya?"
Dan ia tahu sebesar luka apa yang telah ia buat pada hati (name) mungkin ia pantas menerima ganjaran ini. Sebesar apapun ia berusaha (name) tidak akan pernah mempertemukan ia dengan putri nya.
"Saya masuk dulu, angin nya menjadi lebih dingin dari-"
"Maafkan aku, (name)"
Sang kopral tiba-tiba menyela dengan refleks memegang lengan wanita di sebelahnya itu. Menatap intens ke dalam safir indahnya.
"U-untuk?"
"Untuk semua, aku meninggalkan mu."
"Tidak akan ada yang berubah kapten jangan salahkan diri mu. Ini juga salah-"
"Kau ingat janji yang pernah kita buat?"
"Menyela ucapan orang lain adalah tindakan yang kurang sopan, kapten."
"Maaf." Levi melepaskan cengkeramannya, ia kembali membuat jarak.
"Jika anda bisa meninggalkan saya maka saya bisa melupakan janji yang hanya terucap di mulut itu." Setelah itu (name) berdiri, membersihkan pakaian nya dari sisa sia debu di tanah.
"Selamat malam, semoga anda mimpi indah kapten."
💮💮💮💮💮
Tamparan keras itu melayang begitu saja pada pipi salah satu anak buat Levi, Petra Rall. Ia melakukan nya bukan tanpa alasan, kejadian ini membuat dapur barak ramai dengan bisik riuh.
"Apa maksud anda menam-"
"Dengan menyebarkan kabar seperti ini apa bijak kau lakukan sebagai calon istri seorang kopral?"
Petra menatap (name) kesal seraya memegangi pipi tak luput memasang ekspresi penuh kesakitan seolah (name) tengah merundung nya.
"Karena anda, kapten Levi membatalkan pertunangannya nya dengan saya!"
"Karena ku? Apa aku mengganggu hubungan kalian?"
"Ya! Bukankah dengan kehadiran anak itu sudah menjadi kunci untuk merebut Levi dari saya?!"
Prajurit kembali ricuh mendengar hal itu namun (name) menulikkan pendengaran ketika ada yang mulai mencemooh nya tentang perusak hubungan. Ia sudah memprediksi kan bahwa hal ini akan terjadi.
Levi membatalkan pertunangan nya dengan putri tunggal Rall kemudian kabar mengenai bahwa ia adalah seorang orangtua tunggal menyebar cepat bak burung yang ditabur biji bijian. Bagaimana mungkin?
"Sedetik pun aku tidak tertarik pada calon mu, nona Rall."
"Saya tahu pasti anda yang menjebak kapten Levi saat itu dan sekarang dia wajar meninggalkan anda karena anda hamil."
"Jaga mulut mu, kadet." Emosinya mulai terpancing sekarang.
Ia tidak masalah jika satu dunia menghina nya namun jika menyangkut Viona maka kalimat menjaga etika itu enyah seketika di dalam kamus kehidupan nya.
"Mari kita bicara bersama dan tanyakan pada tunangan mu itu mengapa ia membatalkan nya."
"Heh...anda takut dan mencari perlindungan? Pantas saja kapten meninggalkan anda. Ia pasti tidak tahan hidup bersama wanita rubah dan anak haram nya."
Tamparan kedua kembali melayang pada wajah Petra membuat Hanji menghalangi (name) yang sudah termakan emosi hingga naik ke ubun-ubun.
"Lepaskan! Dia menghina anak ku serta diri ku! Kau tidak tahu bagaimana rasanya ditinggal seorang diri di kota bajingan itu nona Rall! Hanji ku mohon mengertilah!"
Wanita itu memeluk nya erat, membiarkan tubuhnya menjadi sasaran pengganti pukulan (name) hingga wanita itu mulai tenang dan terisak di dalam dekapan nya.
Petra dengan ekspresi yang masih kesakitan itu ditarik oleh Levi untuk menjauh. Terlihat di wajahnya penuh dengan emosi, ia juga meminta Hanji membawa (name) jika ia sudah tenang. Keributan ini membuat Erwin serta Moblit turun tangan, mencoba mendinginkan suasana di dalur umum tersebut.
Citra (name) kini rusak sudah. Prajurit hanya akan menganggap nya sebagai perusak pertunangan Levi dan Petra serta wanita yang memiliki anak haram.
"Dia menghina anak..anak ku!" Ucap (name) dengan terisak setelah Hanji membawa nya ke tempat yang lebih tenang.
Dengan setia wanita berkacamata itu hanya mengangguk seraya mengelus punggung nya. Mendengar isakan tangis sang teman membuat hatinya meringis. Ia tahu (name) bukanlah wanita seperti itu, (name) yang ia kenal itu tangguh dan kuat akan tetapi melihatnya terpuruk seperti ini membuatnya ingin ikut menangis.
Masih ada Erwin juga yang menemani Hanji. Pria itu menghela nafas ketika ditatap.
"Biarkan ia tenang baru kita bicara dan selesaikan semua ini," ucapnya dengan nada yang tenang.
Bersambung
Next?
19/07/21
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top