39

"San!"

Bapak duduk di salah satu kursi yang melingkari meja makan. Tangannya melambai memintaku mendekat. Aku duduk di kursi sebelah kanannya.

"Kenapa, pak?"

Tanganku mencomot pisang goreng yang tersaji. Persis di sebelahnya ada satu set teko yang mengepulkan asap serta cangkir. Aku menggigit pisang goreng, lalu menuang isi teko ke cangkir. Isi teh mengisi cangkir bening. Kombinasi sarapan kesukaan Bapak, pisang goreng dan teh.

"Kamu seminggu ini pulang malam terus." Bapak berkata setelah menyesap tehnya sendiri.

Aku menelan pisang goreng dalam mulut, baru menjawab. "Iya, Sandra kan bantu jagain Kimkim di rumah sakit."

Aku sudah menceritakan pada kedua orang tuaku bahwa aku bekerja menjadi pengasuh sementara Kimkim. Senin lalu, aku bilang akan sering pulang agak larut karena menjaga Kimkim di rumah sakit. Anehnya, pertanyaan ini malah ulang ditanyakan.

"Kimkim sudah baikan?" tanya Bapak.

"Udah keluar rumah sakit hari Jumat kemarin," jawabku. Aku menyuap sisa pisang goreng di tangan.

"Kamu masih kerja di sana minggu depan?"

Aku mengangguk. Tanganku mencomot pisang goreng kedua. Pisang goreng buatan ibu mantap. Dipotong membentuk sisir, lalu digoreng garing, juga ada aroma vanila. Aku pernah mencoba resep ini, tapi rasanya tidak sememuaskan hasil masakan Ibu. Menurut Twitter, masakan paling enak di dunia ya masakan ibu, disusul masakan nenek pas hari raya. Kamu setuju?

"Kapan kamu selesai bekerja di sana?"

"Nanti sebelum akhir tahun. Kenapa, pak? Ada rencana liburan akhir tahun ya?" Keluargaku biasa mengadakan rekreasi ke luar kota. Yang dekat saja, seperti Puncak, Bandung, dan Sukabumi. Wajar aku menerka bapak mau membahas yang satu ini. Wacana liburan keluarga adalah momen refreshing paling mujur bagiku. Pertama, akomodasi ditanggung orangtua karena Bapak masih aktif menerima gaji. Kedua, kapan lagi liburan tanpa repot memilih destinasi dan repot hitung-hitung isi rekening. Kalau dompet kosong, cukup pasang wajah 'ingin tapi tak sanggup' dan Bapak akan tergugah untuk membelikan aku satu atau dua oleh-oleh.

Bapak menggeleng. Koran olahraga yang sejak tadi ditekuninya dia lipat lalu disingkirkan ke kursi kosong di sebelah.

"Bapak penasaran soal cincin itu. Apa ada hubungannya dengan orang tua Kimkim?" Bapak melirik cincin yang melingkari jari manis tangan kiriku.

Tangan kiriku kontan berpindah ke bawah meja. Perbuatanku tidak lepas dari rasa malu. Aku tidak menyangka bapak memperhatikanku sedetail itu sampai sadar dengan cincin yang sudah seminggu ini menghiasi jariku.

"Kenapa bapak mikir begitu?" Tanyaku cemas. Jangan bilang Bapak punya kemampuan mengendus seperti Elfin. Aku belum siap bercerita soal Mas Dinan dan Kimkim. Secara mental, aku belum memperhitungkan kemungkinan buruk dan bagaimana solusinya.

"Cincin itu kamu pakai sejak hari Minggu. Seingat bapak, hari Sabtu kamu izin pergi bersama orang tua Kimkim. Ini tebak asal-asalan bapak aja, apa cincin itu pemberian orang tua murid kamu itu?" Bapak menatapku sembari memasang senyum ringan. Aku ingat perlakuan ini pernah aku terima saat Bapak menginterogasiku soal bolos sekolah karena melancong ke mol. Aku tidak benar-benar bolos. Waktu itu aku telat tiga menit dan gerbang sekolah terlanjur ditutup bagi siapapun murid yang datang terlambat. Alhasil, daripada susah payah berangkat sekolah harus pulang ke rumah, aku memilih ke mol bersama teman-teman lain yang kebetulan bernasib serupa. God knows I wasn't a naughty student.

"Maaf, pak," cicitku, malu mengakui kebenaran dugaan Bapak. Kepalaku tertunduk, tidak berani melihat bapak.

"Kenapa minta maaf, bapak nggak nyalahin kamu. Bapak cuma minta Sandra cerita," balas Bapak begitu lembut.

Perasaanku mendadak jadi sangat buruk. Aku telah membuat keputusan besar tanpa mempertimbangkan pendapat Bapak, padahal aku tidak tinggal sendiri di rumah ini. "Aku dilamar papanya Kimkim, pak."

Bapak menganga. "Kamu.. coba tolong jelaskan yang detail ke bapak."

"Aku dilamar papanya Kimkim hari Sabtu, pak. Ini cincin lamarannya." Aku menunjuk cincin itu.

"Dia duda kan?"

Bapak dan aku berpaling bersamaan ke arah suara yang memotong pembicaraan kami. Mataku melebar saat semakin mendekatnya orang yang baru hadir dalam percakapan serius aku dan bapak.

###

09/04/2020

Aku tau rasanya udah boseeeen banget stay di rumah mulu tanpa miss san 😎 Biar yg baca ingat klik like, gw kurangi terbit miss san

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top