Chapter 4 Nama Gadis Itu Karin
Wonbin duduk termenung di tempat tidur. Gadis itu ternyata datang menjenguknya. Namun, ia malah tidur pulas. Wonbin sama sekali tidak mengetahui siapa gadis itu. Penjelasan neneknya sulit dicerna. Neneknya hanya mengatakan bahwa gadis itu yang menolongnya ke rumah sakit. Namun, saat Wonbin menanyakan nomor ponselnya, neneknya mengaku tidak memilikinya. Neneknya hanya mendapatkan info penikaman dari teman Wonbin yang ia tidak ketahui namanya. Neneknya langsung menghubungi nomor rumah sakit untuk melakukan konfirmasi dan sama sekali tidak ada kontak dengan gadis itu.
Wonbin melirik ke arah bed side table. Sejak tadi ada yang menarik perhatiannya, yaitu bunga dalam vas plastik daur ulang. Sebelum ia tidur, tadinya bunga itu tidak ada di sana. Wonbin menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas. Ada yang aneh. Ia lalu meraih vas bunga itu dan memerhatikan detail bunga campuran di hadapannya.
Ini bunga hidup ya? Kok wangi? Ehh bener gue pikir bunga plastik.
Wonbin tidak pernah tertarik sama sekali dengan tanaman. Namun di saat itu, ia baru pertama kali melihat bunga segar untuk dijadikan pajangan dan bukan bunga artificial. Ia mengangguk takjub, tersenyum kecil, memberi sedikit apresiasi pada keindahannya. Saat ia meletakkan kembali vas bunga di meja, sudut matanya teralihkan oleh secarik kertas yang berisi tulisan agak panjang. Ia meraih kertas. Kedua mata Wonbin membesar. Dari gadis itu.
Untuk Kak Wonbin
Halo kak,
Ini saya yang nganterin ke rumah sakit. Gimana kabarnya? Tadi sempat jenguk tapi kakaknya lagi tidur, ngga mau ganggu. Saya cuma pengen bilang makasih udah berusaha hentiin pencopet itu. Saya sebenarnya ngga enak hati sampai kakak harus luka kayak gini. Maafin saya ya. Saya baru beli bunga potong yang ada di atas meja samping tempat tidur. Semoga bisa jadi pelepas stress beberapa hari ke depan. Cepat sembuh ya! Sampai jumpa dalam keadaan sehat!
Karin
Wonbin tak kuasa menahan senyumnya. Ia menyapukan rambut panjangnya ke belakang kepala dengan jarinya dan menghela napas panjang. Perasaan senang meluapinya. Pria itu kembali menyandarkan tubuhnya ke tempat tidur dan terus membaca catatan tersebut berulang-ulang. Tangan Wonbin meraba-raba bed side table untuk mengambil ponselnya. Jarinya mencari-cari fitur kamera. Ia memotret catatan tersebut, langsung mengarsipkannya di galeri.
"Baca apa sih Bin? Kok senyum-senyum sendiri?" goda neneknya. "Itu dari Karim ya?"
"Karin, nek! Bukan Karim!"
"Ohh Karin! Oh iya tadinya nenek mau ngasih dia hadiah karena udah nolongin kamu. Tapi dianya ngga mau. Ngga enak sih sebenarnya soalnya dia udah nyumbangin darahnya juga buat kamu."
Wonbin tersentak tidak menyangka. Ia baru mengetahui hal tersebut.
"Ehh? Dia donorin darah buat aku?" tanya Wonbin tidak percaya.
"Iya! Nenek dapat info dari Pak Agus. Sebelum operasi katanya stok darah buat kamu kurang. Kebetulan golongan darahnya dia bisa diterima sama kamu."
Wonbin hanya bisa terdiam. Ia kembali membaca catatan dari gadis itu. Sang nenek tersenyum hangat. Wanita tua itu mendekati cucunya dan merangkulnya.
"Makanya kamu harus cepat sembuh. Jangan sia-siain apa yang udah dia beri ke kamu. Jangan luka lagi! Jangan sok jagoan! Jangan bandel!!!"
Senyum kecil terlukis di bibir Wonbin. Ia mungkin tidak membalas nasihat neneknya secara lisan. Namun, pria itu meresapinya sampai ke dasar hatinya.
***
Tak lama berselang, teman-teman sekolah Wonbin datang menjenguk. Ada dua orang anak laki-laki. Sungchan si school president dan Sohee teman sekelas Wonbin. Mereka satu per satu menyapa Wonbin dan neneknya. Mereka juga datang membawa banyak makanan yang sebagian besar juga dihabiskan oleh mereka sendiri selama berbincang-bincang.
"Ehh gimana acara sosialisasi?" tanya Wonbin. "Maafin gue ya!"
"Ngga masalah! Udah diselesaiin Sohee," jawab Sungchan. "Tapi sumpah gue panik banget. Jadi tuh sebelum sosialisasi mulai, gue dapat kabar katanya lo ditikam. Gue langsung hubungin nenek lo!"
"Emang gimana sih kejadian lengkapnya?" tanya Sohee penasaran sambil mengunyah. "Waktu itu pikiran gue udah kemana-mana juga sih. Lu bakal mati. Cuma itu yang ada di otak gua."
Wonbin menceritakan pengalaman penikamannya dari A sampai Z hingga membuat mereka berdua merinding.
"Duh, perut gua ikutan ngilu!" keluh Sohee menggelengkan kepalanya.
"Gimana rasanya ditikam?" tanya Sungchan polos.
"Ya sakitlah! Pertanyaan lo tuh ya!" Wonbin tertawa lebar, diikuti oleh mereka berdua. "Ehh tapi gue penasaran satu hal sih."
"Soal apa?" tanya Sohee yang kini membuka bungkusan snack kedua.
"Cewek yang gue ceritain tadi. Kira-kira dia sekolah di SMA itu ngga ya?" tanya Wonbin penasaran. "Menurut gue dia masih seumuran anak SMA. Kalau ngga sekolah di sana, ya tinggal di sekitar sana."
"Lo tau namanya?" Sohee bertanya balik.
"Karin," jawab Wonbin pendek.
"Karin? Karin yang ketua OSIS-nya?" tebak Sungchan. "Lah gue dapat kabar penikaman lo dari dia."
Wonbin tertegun. Ia serasa mendapatkan titik terang. Informasi yang dilontarkan Sungchan tadi sungguh menarik perhatiannya.
"Lo kenal dia?" tanya Wonbin penasaran.
"Iya, ketua OSIS-nya namanya Karin. Gua ama dia koordinasi via WA buat acara sosialisasi di sekolah itu. Tapi bener ngga sih cewek itu yang lo maksud?" ujar Sungchan berpikir keras.
"Kayaknya bener!" tambah Sohee. "Ketua OSIS-nya ngga datang juga di acara kemarin. Mungkin dia yang nolongin lo."
"Ehh kirimin nomornya ke gue dong!" seru Wonbin menggebu-gebu.
Melihat reaksi Wonbin yang penuh semangat, Sungchan dan Sohee saling melemparkan senyum jahil.
"Weisshhh, lo suka ama Karin ya?" celetuk Sohee tertawa geli.
"Kagak! Gua mau berterima kasih!" jawab Wonbin ikut tertawa.
"Wani piro?" tambah Sungchan cekikikan.
"Ehh jangan kirim nomornya dulu!" usul Sohee. "Kita buat dia penasaran dulu aja ama ni cewek! Ihiyyy!!!"
"Apaan sih lo berdua?" teriak Wonbin kesal. "Kurang ajar! Gue bukan mau macem-macem kok!"
"Tenang aja! Gue bakal kirim nomornya, tapi ngga sekarang cuy," jawab Sungchan tertawa puas.
"Lo kan brilliant tuh! Coba lacak aja sendiri!" tambah Sohee memperkeruh.
"Ya makanya gue tanya lo berdua anjirlah!"
Sampai Sungchan dan Sohee pamit untuk pulang, Wonbin pada akhirnya tidak mendapatkan nomor Karin.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top