Chapter 3 Jenguk
Beberapa hari kemudian setelah kejadian tersebut, Karin mendengar kabar bahwa Wonbin telah dipindahkan dari ruang ICU pasca operasi ke ruang rawat inap. Itu artinya ia sudah dapat menjenguk pria itu. Sore itu, Karin menyusuri ruko-ruko di sekitar rumah sakit. Ia sedang mencari buah tangan yang akan dibawakan untuk Wonbin. Ia sendiri kebingungan harus membawa apa.
Karin menemukan penjual bunga potong di tepi jalan. Langkahnya terhenti oleh aroma semerbaknya. Ia menghampiri jajaran bunga-bunga cantik itu. Matanya berbinar karena kagum. Bunga-bunga yang dijual sangat segar dan dalam keadaan mekar seutuhnya. Mahkotanya berukuran sangat besar.
"Beli bunga neng?" sapa penjual bunga.
Karin tidak langsung menjawab pertanyaan itu.
Masa iya gue bawa bunga ke pasien? Pasien cowok lagi! Tapi ini cantik-cantik banget!
"Hmmm... boleh deh pak!"
Karin memilih-milih bunga yang menarik perhatiannya sambil mencium aromanya. Begitu terkumpul, ia menyerahkannya kepada penjual bunga.
"Seiket gini berapaan pak?"
Karin baru akan mengeluarkan dompetnya. Namun, ia kaget mendengar harganya yang lumayan mahal. Jika ingin dibuatkan buket, harganya lebih tinggi lagi. Karin memelas karena baru dapat uang jajan dari bunda.
"Ngga kurang ya pak?"
"Bunga seger emang mahal neng! Ini baru dateng dari puncak siang tadi. Bisa dapet bonus vas bunga juga nih," jawab penjual bunga seraya mengeluarkan botol bekas air mineral yang sudah dipotong bagian atasnya dan dicat sedemikian rupa sehingga menyerupai vas bunga.
Karin tersenyum lebar melihatnya. Ujung-ujungnya ia tetap membayar sesuai harga normal. Setelah bertransaksi, ia kemudian berjalan menuju rumah sakit, memasuki lobi, dan menanyakan letak kamar rawat inap Wonbin. Karin lalu berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan hati sedikit berdebar. Ia memeluk erat bunga di tangannya. Pikirannya mulai menjalar-jalar. Ada sedikit kekhawatiran di benaknya.
Gimana ya keadaan dia sekarang? Ngobrolin apa ya ntar? Seneng ngga ya dia ketemu gue? Atau mungkin dia nyesel udah nolong gue sampe kena tikam. Duh kok deg-degan banget!
Karin tiba di depan pintu ruang rawat inap Wonbin. Ia mengetuk pelan pintu dan perlahan membukanya.
"Permisi, selamat sore!"
Tidak ada jawaban. Karin perlahan masuk ke dalam ruang VIP tersebut. Matanya lalu tertuju pada sosok Wonbin yang terbaring di tempat tidur. Pria itu sendirian dan sedang terlelap. Karin memutar kepalanya sana sini. Tidak ada yang menemaninya. Karin berjalan ke arah bed side table di dekat Wonbin dan meletakkan bunga yang baru dibelinya. Ia mengisikan air secukupnya ke dalam vas.
Gadis itu berdiri di sisi tempat tidur sambil memerhatikan raut wajah Wonbin yang sedang tertidur pulas. Karin dibuat takjub oleh visualnya. Mata gadis itu tidak mampu berpaling. Mulutnya agak sedikit terbuka. Ini adalah pemandangan yang belum pernah ia temui sebelumnya, baik di lingkup keluarganya, teman-teman sekolah, maupun lingkungan tempat tinggalnya.
Nih cowok cakep banget. Kok baru lihat ya ada spek kayak gini?
Karin memerhatikan setiap detail wajah Wonbin. Bentuk mukanya kecil, v-line. Kulit wajahnya sangat halus seperti belum pernah dihinggapi jerawat sebelumnya. Hidungnya mancung. Bentuk bibirnya agak penuh dan berwarna pink natural, sangat sehat. Alis kirinya ada sedikit bekas luka. Namun, tidak terlalu memengaruhi tampilannya. Rambut panjangnya sangat cocok dengan bentuk mukanya. Karin berkedip salah tingkah.
Sumpah ganteng banget! Rambutnya paling keren sih! Tapi kalo di sekolah gue dia udah kena razia kali ya!
Wonbin tiba-tiba menggumam dalam tidurnya. Keningnya agak sedikit berkerut. Karin berusaha menebak. Mungkin Wonbin sedang bermimpi atau jangan-jangan ia kesakitan? Gadis itu seketika cemas dan tanpa sadar meletakkan telapak tangannya di dahi Wonbin yang agak sedikit basah karena keringat. Karin hanya ingin menenangkan Wonbin. Perlahan-lahan pria itu berhenti menggumam dan kembali melanjutkan tidurnya. Karin dengan terburu-buru menarik tangannya. Ia menelan ludah dan duduk di sisi tempat tidur, sadar akan perbuatannya tadi.
Karinnnn lo ngapain tadiiii!!! Gila looooo!!!
Karin memegang kedua pipinya yang kemerahan. Ia bergegas beranjak dari tempat duduknya untuk meninggalkan ruangan. Namun, ia lupa akan satu hal. Ia belum sempat mengobrol dengan Wonbin. Gadis itu melirik note book dan pulpen yang ada di bed side table. Ia meraih kedua benda tersebut dan menuliskan beberapa pesan untuk pria itu. Setelah selesai menulis, ia merobek selembaran kertas tersebut dari note book dan meletakkannya di dekat bunga yang ia bawa tadi. Semoga Wonbin membacanya.
Pintu rawat inap tiba-tiba terbuka, membuat Karin tersentak oleh suaranya. Dari luar muncul wanita tua berpakaian sederhana namun mewah yang rambutnya tertata rapi. Karin menebak itu adalah keluarga Wonbin. Di belakangnya ada satu orang pria dan dua wanita muda. Karin menebak mereka mungkin supir, ajudan, atau para pembantu dari wanita tua itu. Karin memasang senyum terbaiknya dan memberi salam.
"Selamat sore, saya Karin," sapa Karin mengulurkan tangan.
Wanita tua tersenyum itu menyambut jabatan tangan Karin. "Halo sayang, kamu teman atau pacarnya Wonbin?"
Karin tersenyum kikuk. Ngga keduanya sih. "Saya yang bawa Wonbin ke rumah sakit."
"Ohh jadi kamu orangnya!" Nenek itu perlahan maju dan memegang kedua pipi Karin dengan wajah berseri. "Kamu yang donor darah untuk Wonbin juga ya?"
Gadis itu tidak menjawab dan hanya menatap nenek di depannya kebingungan.
"Terima kasih banyak udah nyelamatin cucu nenek. Tinggal dia satu-satunya milik nenek yang berharga. Ya Tuhan! Umur kamu berapa?"
"Umur saya 17."
"Ohhh kamu ternyata seumuran sama dia. Nenek nanti mau ngasih hadiah buat ucapan terima kasih. Ada yang kamu butuh atau pengen? Barang atau apa gitu nak?"
Karin menggeleng cepat dan menolak dengan tegas sambil tersenyum. "Terima kasih banyak. Ngga papa kok. Saya ikhlas ngelakuinnya."
Sang nenek terus membujuk Karin, namun gadis itu tetap bersikeras menolak tawarannya. Karin bergegas pamit memberi salam dan keluar dari ruang rawat inap. Sang nenek kebingungan di depan pintu, melihat Karin berjalan menjauh memasuki lift dan pergi. Nenek Wonbin hanya bisa tersenyum lega dan menutup pintu.
Wonbin terbangun dari tidurnya mendengar suara percakapan samar-samar tersebut.
"Itu tadi siapa nek?" tanya Wonbin lemah.
"Ehh kamu udah bangun? Tadi ada yang jengukin. Siapa ya tadi namanya? Karim?"
"Hah? Karim?" Wonbin mengeryit.
"Itu loh cewek rambut panjang yang bawa kamu ke rumah sakit."
Wonbin terbelalak. Ia melompat bangun dari tempat tidurnya. Akan tetapi, seketika rasa sakit di perutnya menghentikan langkahnya.
"Argghh!!!" Wonbin meringis sambil memegang perutnya. "Ugghh... kok ngga bangunin sih nek?"
"Dia bilang katanya tadi ngga mau ganggu kamu tidur. Aduh kalo mau duduk pelan-pelan dong Bin!"
Wonbin mengatur napasnya. Keningnya masih berkerut menahan sakit. Otaknya kembali terbayang sosok gadis itu.
Gue pengen banget ketemu dia lagi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top