Chapter 20 Jadian
Di ruang musik, Wonbin menyendiri dan memetik gitarnya dengan lesu. Kemarin malam di acara prom, ia mengungkapkan cintanya lewat surat kepada Karin. Namun, gadis itu tak kunjung menghubunginya setelah itu. Hatinya serasa dipikul beban. Pikirannya berkecamuk. Apa ia hanya bertepuk sebelah tangan?
"Wonbin!"
Pria itu mendengar suara Karin memanggil namanya, membuyarkan lamunannya. Ia berpaling ke arah gadis itu. Karin sedang tersenyum manis dan mengangkat kotak bekal yang ada di tangannya.
"Aku masak spaghetti buat kamu! Mau nyobain ngga? Enak loh! Yuk!"
Karin menggenggam pergelangan tangan Wonbin, menyeret pria itu untuk duduk. Karin dengan begitu berseri-seri membuka satu per satu kotak bekalnya. Sembari gadis itu melakukannya, kedua mata Wonbin membulat. Ia melemparkan tatapan penuh tanya kepada gadis itu.
Dia tadi aku-kamu-an ke gue. Dia duluan megang tangan gue. Dia bawain gue bekal. Tumben. Ngga salah?
"Nih, cobain!" seru Karin seraya menyuapi Wonbin lilitan spaghetti dengan garpu.
Wonbin tersentak. Dengan ragu ia membuka mulutnya dan memakannya. Matanya kemudian berbinar.
"Hmmm... Enak! Beneran!" tanggap Wonbin menganggukkan kepala.
"Aku juga bikin smoothie. Kamu pasti capek banget habis nge-dance," tambah Karin penuh semangat.
Wonbin menghentikan aktivitas Karin. Ia menggenggam kedua tangan gadis itu. Karin tiba-tiba menahan tawanya. Wonbin ikut-ikutan tersipu dan tertawa.
"Ada apa sih Karin? Kok jadi beda gitu?" tanya Wonbin penasaran.
"Beda gimana?" jawab Karin tersenyum malu.
"Ya bedalah. Ini maksudnya... apa kita... jadian ya?"
Karin memalingkan mukanya ke arah lain. Wonbin kembali mengarahkan dagu Karin ke depan wajahnya.
"Ini serius Kar. Kita pacaran kan?"
Karin menatap Wonbin cukup lama. Ia kemudian hanya mengangguk pelan dengan wajah memerah. Melihat reaksi Karin, Wonbin tak kuasa menahan senyumnya. Pria itu kemudian mengarahkan semua kotak bekal ke depannya dan melahap habis makanan tersebut dengan secepat kilat.
"Napa sih Bin?" tanya gadis itu tidak percaya. "Ngga usah maksa dihabisin semua."
"Maksa gimana? Kan enak makanannya. Dimasakin pacar pula," goda Wonbin.
Karin memutar bola matanya sambil tertawa dan berdecak. "Tapi kenapa sih Bin? Bisa suka sama aku?"
"Ngga ngerti. Tapi kan udah aku bilang sebelumnya. Darah kamu ngalir di badan aku. Itu artinya kita udah jadi satu."
Karin merona mendengar rayuan Wonbin. "Hah? Gombal amat sih! Kapan kamu ngomong gitunya?"
"Yang waktu kita dinner makan steak berdua pake bahasa Korea. Kamunya ngga ngeh sih!"
Karin melongo menatap Wonbin. Kini Wonbin melipat tangannya di atas meja, memajukan badannya agar lebih dekat dengan Karin di depannya. Pria itu memerhatikan tiap detail wajah Karin, membuat gadis itu tak mampu berkedip. Wonbin lagi-lagi memperbaiki helaian rambut Karin yang berantakan, menatap gadis itu begitu hangat, seolah tidak percaya bahwa betapa bersyukurnya ia bisa memenangkan hati gadis itu.
"Aku udah ungkapin perasaan aku ke kamu. What about you? What do you think of me?" lirih Wonbin.
"Ehh? Kan udah tadi," jawab Karin kikuk.
"Hah? Kapan? Aku ngga pernah denger tuh balesan dari kamu."
"Kamu sendiri? Ngungkapin lewat surat. Aku juga ngga pernah denger kan pengakuan dari kamu."
"Aku sayang banget sama kamu, Katarina Jimin Yoo!" balas Wonbin seraya memegang kedua pipi Karin. "Puas? Giliran kamu sekarang!"
Karin menjadi super salting mendengar pengakuan itu. Wajahnya merah menyala. Ia sampai merinding, tidak sanggup mendengarnya. "Ihhh ogah ahhh! Gue cabut aja deh lo-nya aneh-aneh aja! Kan udah gue tunjukin tadi lewat perhatian gue. Udah gue masakin."
"Lah, kok ngomongnya lo-gue lagi?"
Mereka berdua saling tertawa dan cekikikan salah tingkah satu sama lain. Wonbin lalu menunjukkan telapak tangannya pada Karin, berharap gadis itu meraihnya. Dengan perlahan gadis itu ikut menempelkan telapak tangan mungilnya dan mengunci jari-jarinya di jari pria itu.
"Tangan kamu dingin banget," ujar Karin memelankan suaranya.
"Itu karena aku lagi deg-degan parah, Kar! Emang kamu ngga?" Wonbin ikut memelankan suaranya.
Karin menyentuhkan jemarinya di wajah Wonbin yang hangat. Pria itu terkesiap. Ia bisa merasakan sentuhan tangan gadis itu yang sama dinginnya.
"Kita ngerasain hal yang sama kok," balas Karin tersenyum kecil. "Kamu ngga perlu khawatir."
Wonbin mengangguk kecil. "Makasih banyak ya Kar! Terus terang kamu cinta pertamaku loh. Dari sejak awal kejadian itu. Aku ngga bakal pernah bisa ngelupainnya, waktu kamu nolongin aku, ngerangkul aku mati-matian."
"Bohong! Aku ngga percaya. Kamu aja bukan cinta pertamaku!" balas Karin cepat.
"Aku ngga peduli. Yang penting aku udah ungkapin kan?" jawab Wonbin membelai lembut kepala Karin.
"Udah deh Bin!" jawab Karin malu sambil menutup wajah kikuknya. "Aku udah ngga sanggup dengernya."
Wonbin tertawa lepas. Ia kembali mendekatkan wajahnya kepada Karin. "Nge-date yuk! Mau dimana?"
Karin menggigit bibir bawahnya. "Ke kafe yuk! Sekalian ngerjain homework."
"Hah? Homework?" Wonbin melototkan matanya. "Ya ngga lah Kar! Nonton kek! Apa kek! First date nih!"
"Ya udah deh nonton," jawab Karin sambil melihat jadwal film. "Ehh nonton Desa Penari ini yuk! Lagi viral banget. Aku sebenarnya ngga suka film horor sih. Tapi kan ada kamu yang nemenin."
Film horor.
Wonbin terdiam dan mengedipkan matanya beberapa kali. Ia merinding.
***
Sabtu siang di bioskop, Wonbin dengan lesu melakukan scan barcode untuk mencetak tiket. Begitu tiket nonton keluar, ia mengambil kertas itu dengan malas. Sekali lagi ia membaca judul film horor di tiket tersebut dan memutar bola matanya. Ia melirik Karin yang sedang mengantri membeli popcorn. Pria itu berdecak.
Wonbin adalah anak yang pemberani. Menghadang pencopet dengan taekwondo-nya yang pas-pasan adalah hal yang paling berani yang pernah dilakukannya. Namun, ia berubah menjadi penakut tingkat akut jika menyangkut hal-hal mistis. Hal-hal yang bahkan tidak nyata. Nyalinya menciut seketika.
Wonbin mengacak-acak rambut panjangnya. Ini adalah kencan pertamanya dan ia sangat tidak ingin terlihat tidak keren di depan pacarnya. Pria itu hanya berusaha menenangkan dirinya sebisa mungkin.
"Kenapa Bin?" ajak Karin yang sudah berdiri di depannya memegang makanan dan minuman.
Wonbin memaksa tersenyum. "Sini aku bawain."
Mereka berdua memasuki theater dan duduk di kursi sesuai tiket. Karin melongo melihat tipe kursi yang dipilih oleh Wonbin. Kursi untuk couple. Pikiran gadis itu mulai berseliweran kemana-mana.
"Ini kamu sengaja banget milih duduk di sweet box ya?" tanya Karin dengan tatapan tajam.
"Iya! Emang napa? Kita kan pacaran," jawab Wonbin usil.
"Aku emang ngga suka film horor. Tapi jangan ngarep aku bakal meluk kamu kalau setannya muncul ya! Jadi rencana jahat kamu kayaknya gagal hahahaaa..."
Wonbin hanya menelan ludah dan tidak memberikan reaksi apapun. Mendengar jawaban Karin barusan, Wonbin justru semakin tidak percaya diri. Ia sangat malu mengakuinya. Sepertinya Karin belum menyadari bahwa ia juga benci film horor.
Film pun dimulai. Wonbin kini hanya bisa duduk sambil melipat tangan di dadanya dan menutup mata rapat-rapat. Di sela-sela film, banyak adegan-adegan jumpscare dengan backsound yang nyaris membuat jantung copot.
"Aigoo-ya!" seru Wonbin dalam bahasa Korea.
Wonbin ketakutan. Ia secara tak sadar memegang lengan Karin. Ketika adegan horor kembali muncul, ia spontan menyandarkan dahinya di lengan gadis itu sambil menutup mata.
"Kamu kenapa Bin?" bisik Karin keheranan.
Namun, Wonbin seketika terkesiap saat mencium aroma rambut Karin. Pria itu seakan terbawa masa lalu. Ia sejenak melupakan rasa takutnya.
Gila! Rambutnya wangi banget! Ini wangi avocado kan? Gue ingat wangi ini pas dia nolongin gue dulu.
Lagi-lagi backsound mengejutkan menggelegar dan diselingi adegan setan.
"Ahhh jeballll!" teriak Wonbin tidak sanggup. "Ppalli ppalli!"
"Bin? Kamu takut ya?" tanya Karin tidak percaya. "Serius kamu takut?"
Wonbin tidak membalas pertanyaan Karin. Ia semakin membenamkan wajahnya di lengan gadis itu. Karin cekikikan pelan. Pria itu dengan kesal menutup mulut gadis itu dengan tangannya, menyuruhnya diam.
"Berhenti ngga godain aku!" bisik Wonbin malu.
"Sumpah! Aku pikir ngga ada yang kamu takutin Bin!" jawab Karin cengengesan. "Sini deh biar aku gantian yang lindungin kamu hahaha..."
Untuk ke sekian kalinya, adegan setan bermunculan dan sukses mengagetkan Wonbin.
"AAHHH!!! Ahh museowo (takut)!" jerit Wonbin stres.
"Kamu kalo lagi takut latah pake bahasa Korea ya Bin? Hahahaaaaa lucu banget sih..." tawa Karin pelan, berusaha tidak mengganggu penonton lain.
Melihat Wonbin yang mempererat rangkulan di lengannya, Karin kemudian tersenyum lebar. Ia balas menggenggam tangan pria itu untuk menenangkannya.
***
"Gimana filmnya Bin?" goda Karin setelah keluar dari bioskop.
Wonbin melirik Karin sambil memanyunkan bibirnya. Sepanjang film ia hanya menutup mata dan sama sekali tidak mengerti alur ceritanya. "Seneng banget ya kamu sekarang!"
"Hahahaaa... ngga, aku cuma ngga nyangka aja! Seorang Wonbin Park gitu loh..."
"Udah deh! Emang kamu sendiri ngga takut?"
"Ya aku takut film horor. Tapi ternyata kamu lebih takut. Aku ngga habis pikir aja."
Wonbin berusaha untuk dapat mengerti isi kepala pacarnya itu.
"Ohhh gituuu... jadi tadi di bioskop tuh kamu sebenarnya pengen dilindungin sama aku ya?" goda Wonbin.
"Apa sih Bin?" lirik Karin malas.
"Kalau gitu main ke situ yuk!"
Wonbin menunjuk arena bermain ice skating di dalam mall. Karin melemparkan pandangan ragu.
"Ehh, ngga usah deh Bin! Aku ngga tahu caranya. Kalau jatuh gimana?"
"Nanti aku pegangin kamu. Katanya pengen dilindungin sama aku?"
"Hah? Kapan aku ngomongnya? Itu kan asumsi kamu! Aku ngga bisa sama sekali main ice skating. Belum pernah!"
"Makanya coba! Yuk! Asik kok!"
Wonbin menarik tangan Karin menuju lokasi ice skating. Setelah membeli tiket, menyimpan barang, dan mengenakan beberapa atribut, mereka berdua langsung memasuki arena dingin itu. Wonbin membantu Karin melangkahkan kakinya ke landasan es tersebut. Karin memegang Wonbin kuat-kuat dan berganti berpegangan pada pembatas di tepian arena. Gadis itu hanya bisa membatu.
"Aku ngga bisa Bin!" teriak Karin cemas.
"Lihat aku dulu!" ujar Wonbin.
Wonbin berseluncur mengitari arena ice skating dan memamerkan beberapa gerakan yang ia kuasai. Pria itu dengan lincah melakukan gerakan berputar yang cukup membuat Karin terkesima. Kini pria itu meluncur ke tempatnya berdiri.
"Gimana? Asik kan?" seru Wonbin sambil tersenyum.
Karin tidak membalasnya. Ia masih begitu takjub dengan apa yang dilakukan Wonbin tadi di tengah arena skate. Wonbin lalu mengulurkan kedua tangannya, mencoba membantu Karin untuk berseluncur. Karin dengan gugup memegang kedua lengan Wonbin. Seketika jantung Karin berdegup cepat karena pria di depannya. Salah sedikit, mungkin ia akan terjatuh dan mendarat di dada pria itu. Karin sebisa mungkin mengontrol keseimbangannya.
Karin lalu mendongakkan kepalanya untuk melihat Wonbin. Namun, dalam sekejap ia menunduk. Wajah tampan Wonbin barusan memenuhi seluruh pandangannya. Sangat dekat. Ia tidak sanggup. Jantungnya seakan meledak. Namun, satu hal yang ia syukuri adalah suhu dingin di arena tersebut cukup ampuh meredakan suasana panas yang dialaminya.
"Karin, pas meluncur nanti lututnya agak ditekuk dikit. Badannya condongin ke depan dikit. Biar ngga jatuh. Nih, lihat aku!"
Wonbin dengan perlahan melepaskan tangannya dari tangan Karin dan memeragakan cara meluncur yang benar. Gadis itu dengan ragu mempraktikkannya dengan gerakannya yang oleng. Ia berusaha sebisa mungkin agar tidak terjatuh.
"Bin, takut!" seru Karin khawatir.
"Ngga papa! Udah bener kok!"
Tiba-tiba Karin refleks kehilangan keseimbangannya. Kedua mata gadis itu membesar. Ia berteriak ketakutan. Namun, belum sempat tubuhnya terjatuh, Wonbin dengan sigap meluncur dan menahan tubuh Karin. Begitu gadis itu tersadar, Wonbin sedang memeluk erat tubuhnya. Kedua tangan gadis itu juga dengan cepat bertumpu ke pundak Wonbin. Karin tertegun menatap mata Wonbin. Pria itu tersenyum lembut.
"Kamu ngga akan jatuh. Aku janji bakal selalu jagain kamu!" ucap Wonbin tulus.
Mendengar perkataan Wonbin, hati Karin seolah diliputi kehangatan dan kelegaan. Sepertinya tidak ada yang perlu ia khawatirkan. Ia hanya perlu percaya pada Wonbin. Karin balas tersenyum. Ia lalu menutup matanya seraya pria itu menuntunnya untuk meluncur ke tengah arena.
"Seneng ngga jadi pacar aku?" seru Wonbin seraya mempercepat luncuran kakinya.
"Binnnn!!! Gilaaa cepat banget iniiii!!!"
Karin hanya bisa mempererat pelukannya ke Wonbin.
-END-
Notes:
Hi, ini aku Morgiana!
Untuk series ini aku cukupkan di chapter ini ya. Sebenarnya aku belum mau ini berakhir karena terus terang aku suka banget sama cerita ini. Aku pengen lanjutin lagi nanti karena masih banyak banget yang bisa aku kembangin dari cerita ini. Nulisnya setelah agak lowong dengan urusan di dunia nyata hahahaa...
Makasih banget buat kalian yang udah baca, vote, dan ngasih komentar bahkan sampai chapter terakhir. Ini benar-benar berarti buat aku! Love you!
Sampai ketemu di season selanjutnya!
Ps: Aespa sama Riizekan kebetulan ada tour di Jakarta dalam minggu ini. Buat kalian yang nonton, have fun ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top