Chapter 2 Tolong Selamatkan Dia
"Karin!!! Udah bangun belom?"
Hari Sabtu pagi, Karin masih di tempat tidurnya. Ia kembali mengecek flyer yang dikirim ke grup chat sekolah. Pagi ini di sekolahnya ada acara sosialisasi dari salah satu sekolah swasta elit di Jakarta, yaitu Riize High. Karin begitu excited untuk mengikuti acara tersebut.
"Udah bun! Karin mandi dulu!" teriak Karin dari kamarnya.
Karin adalah murid SMA yang sekolahnya terletak tak jauh dari rumahnya. Hanya beberapa meter dengan berjalan kaki. Namun, statusnya sebagai murid di sekolah itu tidak akan lama lagi. Minggu lalu, ia menerima pengumuman dari Riize High bahwa ia diterima sebagai murid penerima beasiswa penuh hingga ia lulus. Karin adalah murid cerdas yang penuh motivasi dan semangat belajar. Menjadi scientist adalah salah satu mimpi Karin dan pindah ke Riize High menurutnya akan memperbesar peluangnya untuk dapat diterima di universitas luar negeri impiannya. Begitu ia mengetahui bahwa murid-murid dari Riize High akan datang ke sekolahnya, ia tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut. Ia ingin menyaksikan inovasi apa saja yang akan dibawakan oleh murid-murid elit itu untuk dapat diaplikasikan ke sekolahnya.
Setelah selesai bersiap-siap, Karin menuju island di dapurnya. Bunda telah menyiapkan sarapan untuknya.
"Lama banget sih!" celoteh bunda. "Ehh, kamu habis creambath ya?"
"Kok tahu bun?"
"Rambut kamu wangi banget! Bau avocado! Kamu pake parfum juga ya? Pokoknya kamu wangi banget deh pagi ini. Ada apa sih? Kamu punya pacar ya sekarang?"
Karin tertawa. Bukan tanpa alasan. Ia adalah ketua OSIS dan murid-murid elit akan datang menghampirinya. Entah kenapa dengan perawatan sedikit membuat rasa percaya dirinya agak lebih meningkat.
"Ngga punyalah bun! Tapi rencananya sih pengen punya pacar anak Riize High!" canda Karin spontan.
Bundanya menyentil pelan dahi Karin sambil tersenyum. Gadis itu tertawa lepas. Setelah selesai sarapan, Karin mencium kedua pipi bundanya dan bersiap-siap beranjak dari rumah.
"Pergi dulu ya bun!"
"Pulang nanti jangan lupa bawa pacar ya!" teriak bundanya iseng sambil mengantar Karin ke depan rumah.
Karin hanya bisa tertawa mendengarnya. Belum ia berjalan beberapa langkah keluar rumah, di sepanjang jalan ia melihat jajaran mobil mewah sampai ke gerbang sekolah di ujung sana. Karin nampak tercengang. Hal tersebut bahkan menarik perhatian publik. Ia bergumam. Apa ini sebenarnya hal biasa saja bagi anak-anak Riize High? Karin melanjutkan perjalanannya.
Tiba-tiba dari arah berlawanan, seorang pria menyambar tasnya dan seketika berlari kencang. Karin tersungkur. Begitu ia sadar bahwa ia telah dicopet, gadis itu mengejarnya dengan sekuat tenaga. Semua berlangsung sangat cepat. Ia benar-benar tidak menyangka hal ini terjadi padanya. Sambil berlari ia mencoba berpikir kenapa harus ia yang kena copet? Apa pencopetnya mengira kalau dia salah satu murid elit sehingga harus merampas tasnya yang bahkan bukan barang branded? Ia berteriak kencang.
"Copeetttt!!!"
Namun, di depan jalan, seorang anak remaja laki-laki terlihat menghampiri pencopet tersebut. Anak itu tengah bersiap melakukan tendangan dan tepat sasaran! Tendangannya berhasil mengenai wajah sang pencopet hingga mereka berdua terbanting ke aspal. Namun, pandangan Karin silau oleh pantulan cahaya matahari dari benda yang digenggam oleh pencopet itu di sebelah tangannya. Karin terkesiap. Pencopet itu memegang pisau. Dengan sekejap ia melukai perut anak remaja laki-laki itu dan kabur. Karin sungguh terkejut. Ia menggapai tasnya di aspal dan menghampiri pria itu.
"Kak? Kakak ngga papa?" teriak Karin.
Mata Karin membesar melihat semburan darah dari perut pria itu. "Ya Tuhan!"
Dengan cepat Karin mengeluarkan ponselnya dan menelepon rumah sakit terdekat untuk memanggil ambulans. Sayangnya terdapat kendala atas layanan tersebut. Karin panik. Ia berusaha menenangkan pria itu dengan merangkulnya. Mata Karin berkaca-kaca. Ia melihat ke sekelilingnya. Warga sekitar datang mengerumuninya dan hanya menonton mereka berdua tanpa melakukan apapun. Karin sangat kesal hingga ia menangis.
"PAK! BU! TOLONG BAWA DIA KE RUMAH SAKIT! JANGAN DILIATIN AJA!"
Mendengar gertakan Karin, warga mulai membantu mereka berdua. Begitu ada yang menawarkan untuk membawa pria itu ke rumah sakit dengan mobilnya, Karin langsung membantu pria itu berdiri. Ia menuntunnya ke mobil dengan hati-hati dan turut menemaninya ke rumah sakit. Di tengah perjalanan, Karin tambah panik saat melihat darah yang keluar bertambah banyak.
Duh! Darahnya nyembur banyak. Gimana kalau anak orang mati gara-gara nolong gue?
"Kak, tahan dikit lagi ya kak," ujar Karin sambil nangis sesegukan.
Begitu tiba di rumah sakit, pria itu langsung dibawa ke IGD untuk mendapatkan pertolongan. Beberapa tim medis menghampiri Karin.
"Kamu keluarga pasien?"
"Saya bukan siapa-siapanya."
"Tolong dibantu hubungi keluarga pasien ya!"
Karin melirik student ID card menggantung di leher pria itu. Ternyata pria itu murid Riize High. Karin tidak menyangka hal tersebut sama sekali. Ia kemudian membaca semua informasi yang ada di sana. Nama pria itu Wonbin Park.
Dengan terburu-buru Karin mengeluarkan ponsel dari tasnya dan mencoba mencari nama school president dari Riize High. Kebetulan mereka saling komunikasi untuk acara kegiatan sosialisasi sekolah. Ia memberitahukan bahwa ada salah seorang murid Riize High yang bernama Wonbin Park menjadi korban penikaman. Tak lupa pula Karin menyebutkan nama rumah sakit yang mereka kunjungi dan meminta mereka untuk menghubungi keluarga Wonbin. Tak butuh waktu lama, keluarga Wonbin langsung menghubungi pihak rumah sakit untuk mengonfirmasi hal tersebut. Pada akhirnya, pihak rumah sakit dapat berkoordinasi dengan keluarga Wonbin. Karin melakukan apapun sebisanya untuk membantu pria itu.
"Dari PMI katanya stok darah untuk anak ini kurang," kata tim medis.
Karin dengan sigap menanyakan golongan darah Wonbin kepada tim medis.
"Golongan darahku sama kok dengan dia. Kalau misalnya memenuhi syarat, ngga papa saya mau jadi pendonor juga." Karin menawarkan diri.
"Berapa umurmu?"
"17"
Karin diarahkan oleh tim medis ke ruangan lain. Gadis itu menyempatkan menoleh ke arah Wonbin. Hati gadis itu terenyuh. Wonbin dengan pandangan lemah masih berusaha melihat ke arahnya hingga akhirnya benar-benar tak sadarkan diri. Karin tertunduk menutup matanya, menyebutkan doa kecil untuk pria itu. Air matanya kembali mengalir di pipinya. Ia ketakutan. Ia bahkan belum melapor ke bundanya.
Tuhan, bener ngga ya ini tindakanku? Bingung dan takut banget! Tolong selamatkan dia!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top