Chapter 16 Ketemu Bunda
"Karin, kamu sakit?"
Bunda Karin langsung meletakkan telapak tangannya di dahi Karin tepat saat anak gadisnya itu datang ke rumah. Suhu tubuhnya masih tinggi. Karin tersenyum lemas dan ikut memeluk bundanya. Tepat di belakang gadis itu, seorang anak remaja laki-laki berambut panjang ikut mengantar Karin pulang. Pria itu membawakan barang-barang Karin dari mobilnya. Ia kemudian tersenyum ramah, membungkuk memberi salam, dan memperkenalkan diri.
"Selamat malam! Saya Wonbin temennya Karin," sapa Wonbin mengulurkan tangan untuk menjabat tangan bunda Karin.
Bunda Karin balas menjabat tangan Wonbin dan perlahan tersenyum melihat sosok pria itu. Semuanya sesuai dengan yang selalu diceritakan oleh Karin padanya. Ia melirik Karin sejenak. Rupanya curhatan anak gadisnya setiap malam terkait pria itu cukup membuatnya tidak terlalu penasaran padanya. Ia seperti sudah sangat mengenal anak lelaki itu.
"Ohh, Wonbin! Ayo sini masuk dulu!"
Wonbin melangkah masuk dengan kikuk ke ruang tamu. Ia menengok ke arah Karin yang tersenyum lemah.
"Makasih banget Bin udah nganterin pulang. Hati-hati baliknya ya," ujar Karin.
Wonbin melongo dan mengangguk pelan. "Sama-sama Kar! Get well soon ya. See you at school."
"Duduk dulu ya! Tante nganterin Karin ke kamarnya sebentar."
Karin dibantu bundanya naik ke lantai dua menuju kamarnya untuk istirahat. Wonbin lalu duduk di sofa ruang tamu dan memerhatikan detail rumah Karin. Bangunannya nampak klasik, didominasi kayu, dan sangat sederhana. Meskipun agak sempit, namun sangat bersih, rapi, dan minimalis. Beberapa tanaman hijau menambah nuansa segar dalam rumah. Wonbin menengok beberapa foto panjangan di rak buku. Foto-foto masa kecil Karin. Senyum pria itu mengembang. Ia begitu terkagum dengan pajangan foto tersebut.
Emang udah cantik dari kecil.
"Wonbin, maaf ya lama!" Bunda Karin menuruni tangga dari lantai dua. Wonbin langsung berdiri seketika.
"Ngga papa kok tante. Saya pamit pulang dulu," jawab Wonbin.
"Ehh makan dulu yuk! Kebetulan baru habis masak."
Bunda Karin merangkul bahu Wonbin dan langsung mengajaknya ke meja island dapurnya. Wonbin tak sempat mengucapkan apapun. Matanya tertuju pada makan malam di meja. Pandangannya berbinar. Menu rumahan favoritnya. Ada sup ikan, tumis sayuran, dan sambal. Ia seketika tidak berniat untuk pulang.
"Boleh deh tante," jawab Wonbin tanpa ragu dan duduk di kursi makan.
Wonbin memakan apa yang ada di depannya dengan begitu lahap. Bunda Karin sampai keheranan melihatnya. Ia tidak menyangka anak lelaki seperti Wonbin begitu menyukai menu sederhana yang ia hidangkan.
"Makasih ya tante! Enak banget. Ini juara sih sumpah," puji Wonbin tulus dan mengacungkan jempolnya.
"Tante juga makasih ke kamu udah nganterin Karin pulang," balas bunda Karin.
"Hehe... sama-sama Tan! Saya mikirnya kasihan kalau dia lagi sakit gitu terus sendirian di dorm, mending saya antar pulang aja."
Bunda Karin tersenyum jahil dan berusaha memancing Wonbin.
"Karin kalau di sekolah tuh kayak gimana Bin?"
"Hmm... dia pas awal pindah sekolah agak lumayan butuh waktu buat adaptasi," jawab Wonbin. "Tapi, dia tetep berusaha menyesuaikan diri. Dia juga cerdas dan rajin banget. Enak diajak diskusi, tukar pikiran, belajar bareng." Wonbin kemudian tersenyum kecil dan tanpa sadar berbicara dari dasar hatinya. "Karin anaknya juga asik sih... seru, lucu... manis..."
"Kamu perhatian banget ama Karin," ujar bunda Karin sambil menopang dagunya. "Kalian pacaran ya?"
Wonbin tertegun. Ia meneguk air minum dan menunduk tersipu.
"Ngga kok Tan," jawab Wonbin salah tingkah sambil mengusap kikuk rambut panjangnya. "Hmm... lebih tepatnya sih belum Tan. Belum saya ungkapin ke dia."
Bunda Karin sungguh tidak menyangka Wonbin akan seterbuka itu terhadapnya. Ia justru sangat senang mendengar pengakuan Wonbin.
"Tapi, anak tante emang dibolehin pacaran ya?" tanya Wonbin takut-takut.
"Kok ngga boleh?" jawab bunda Karin. "Perasaan suka atau sayang sama orang itu wajar Bin. Kalian bisa saling mendukung satu sama lain di situasi apapun. Tapi, ingat! Kalian itu kan masih muda. Godaannya banyak banget. Salah dikit ntar ngarahnya ke hal-hal aneh. Itu yang tante pasti ngga mau."
"Kalau soal itu, saya janji deh ngga bakal aneh-aneh!" jawab Wonbin nyengir, membuat bunda Karin menaikkan sebelah alisnya. "Karin udah ngelakuin banyak hal baik buat saya. Saya ngga mau ngebalasnya dengan sesuatu yang... bisa bikin dia hancur... sedih..."
"Kamu anaknya terang-terangan banget ya. Tante suka deh!" goda bunda Karin.
"Gitu ya Tan? Itu artinya saya udah dapat lampu hijau dong buat jadi pacarnya Karin," jawab Wonbin usil.
"Kalau itu sih tante ngikut Karin lah. Dia suka juga ngga sama kamu?"
Wonbin tersipu dan menggaruk kepalanya. "Tan, tolong rahasiain ke Karin ya soal ini. Biar saya aja yang ngomong ke dia."
***
Setelah mengantar Karin pulang, malam itu di kamarnya, Wonbin masih memainkan ponsel sambil berbaring. Tiba-tiba ponselnya bergetar. Pria itu melompat duduk dari tempat tidurnya begitu membaca nama di layar. Panggilan dari Karin. Ini pertama kalinya ia menerima telepon dari gadis itu, mengingat selama ini mereka hanya selalu berkirim pesan. Jantung Wonbin dengan perlahan memacu dengan cepat. Ini hal yang sangat tidak biasa. Ia langsung menerima panggilannya.
"Halo Kar? Tumben nelpon jam segini."
Bin... Udah nyampe rumah?
"Udah dari tadi." Wonbin kembali berbaring sambil tersenyum. "Kenapa Kar?"
Ngga, cuma pengen mastiin.
"Gimana demamnya? Dah turun?"
Iya lumayan, dah minum obat juga tadi.
"Kok belum tidur? Suaranya tambah parau tuh."
Ngga bisa tidur.
"Kangen gue ya? Lagi mikirin gue?"
Wonbin mendengar Karin tertawa lemah di ponselnya.
Ada-ada aja deh lo.
"Kangen juga ngga papa kok."
Gue penasaran tadi lo ngomongin apa sih sama bunda di bawah? Kok kayak lama gitu?
"Ehh? Tante ada ngomong sesuatu?" tanya Wonbin cemas.
Ngga, dia ngga mau ngasih tahu. Apa sih Bin?
"Nanti deh gue kasih tahu. Kalau lo udah sembuh ya."
Aku kan ngga tahu kapan sembuhnya.
"Makanya berusaha cepet sembuh biar bisa denger cepet. Kan gue udah kasih kisi-kisi."
Ihhh gue ngga ngerti maksud lo hahaha..
"Pura-pura ngga ngerti nih. Deg-degan ngga pengen denger dari gue?"
Wonbin kembali mendengar suara tawa dari suara parau Karin.
Tapi janji ya Bin?
"Iya janji."
Oke... kalo gitu udah dulu ya.
"Ehh tunggu Kar!"
Hmm? Napa?
Wonbin terdiam sejenak. Ia ragu apakah harus mengatakannya atau tidak. Namun, pada akhirnya, ia tetap menyampaikan apa yang ia rasakan pada Karin.
"Gue cuma mau bilang... gue seneng banget lo nelpon gue sekarang. Ini pertama kalinya soalnya."
Gue juga seneng kok denger suara lo sekarang Bin.
"Istirahat ya Kar. Get well soon!"
Makasih banget Bin. Bye...
Wonbin menutup telepon dan membuang dirinya ke tempat tidur. Tidak ada yang dapat menggambarkan rasa senang meluap-luap yang Wonbin alami saat itu. Sepertinya ini akan menjadi pertanda baik baginya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top