Chapter 15 Sakit

Pagi menjelang siang, Wonbin memutuskan untuk ke klinik sekolahnya. Ia tengah berbaring di salah satu tempat tidur klinik yang sekelilingnya disekat oleh tirai dan menunggu dokter yang sedang menyiapkan perlengkapan. Dokter pun datang menyibak tirai dan masuk ke bilik tempat tidur Wonbin. Pria itu membuka kemejanya hingga ia telanjang dada, memperlihatkan bekas luka tusukan yang masih dibalut perban.

"Kenapa ngga ke rumah sakit aja ganti perbannya?" tanya dokter.

"Di sini juga bisa kan dok," kata Wonbin tersenyum. "Kan cuma ganti perban."

Dokter lalu membersihkan bekas luka Wonbin. Ia mengganti perbannya dengan yang baru. Melihat bekas operasi tersebut, sang dokter agak tertarik dengan cerita dibaliknya. Wonbin dengan senang hati menceritakan runut kejadiannya.

"Astagfirullah, ini kok bisa ya," kata dokter sambil fokus pada pekerjaannya. "Lebar banget loh ini lukanya. Pasti darahnya keluar banyak kemarin. Ngga kebayang sakitnya."

Wonbin tersenyum kecil. Ia kembali teringat kejadian tersebut. Namun, lebih kepada saat ia pertama kali bertemu dengan Karin, bagaimana gadis itu mengantarnya ke rumah sakit, hingga ia tak sadarkan diri.

Setelah selesai mengganti perban, dokter meninggalkan bilik tempat tidur Wonbin, membiarkan pria itu berbaring sejenak. Pikiran Wonbin lalu beralih pada saat terakhir kali bertemu Karin di loker. Ia sempat mengirim DM setelah itu.

Lo siap-siap aja ntar. Pokoknya gue udah ngasih lo kisi-kisi perasaan gue.

Wonbin menutup mata sambil mengusap wajahnya. Dalam hati ia menggerutu, menyesali aksinya yang terlalu terang-terangan menyukai Karin. Ia bahkan sangat malu untuk bertemu dengan gadis itu hari ini.

Halo dok, aku nganterin temen yang lagi sakit.

Wonbin mendengar suara Ningning. Namun, ia tidak dapat melihat apapun karena terhalang tirai yang mengelilingi tempat tidurnya.

Pucat banget. Namanya siapa? Keluhannya apa?

Namanya Katarina Jimin Yoo. Dia lemes. Badannya panas. Katanya kepalanya juga nyut-nyutan.

Coba saya ukur dulu suhu tubuhnya... wah ini sampai 37,7 derajat. Minum obat ini dulu ya biar demamnya turun dan sakit kepalanya hilang. Habis itu baring dulu. Nanti kalau udah agak mendingan, langsung pulang ke rumah aja ya. Ngga usah ikut kelas.

Terima kasih dok! Please take care of her! Karin, I'll be back after class, okay? Bye!

Terdengar suara Ningning yang meninggalkan klinik. Kening Wonbin mengerut. Ia bisa menangkap bahwa Karin saat ini sedang sakit. Dokter sepertinya mengarahkan Karin untuk berbaring di bilik tempat tidur tepat di samping Wonbin. Pria itu berusaha sebisa mungkin tidak membuat suara-suara dari biliknya. Ia bahkan takut untuk bergerak sedikit pun di tempat tidurnya. Pria itu berbaring mematung. Setelah ia mendengar suara dokter meninggalkan ruangan, Wonbin menengok ke sisi kiri tempat tidurnya, meskipun terhalang tirai.

***

Setelah minum obat, Karin dengan lemas berjalan menuju tempat tidur klinik. Ia merasakan tubuhnya begitu panas dan kepalanya berdetak-detak seperti ditancap paku. Ia menarik selimut dan berbaring.

"Kar? Karin?"

Mata Karin membesar. Ia kaget mendengar suara Wonbin dari bilik sebelah. Dengan cepat ia bangkit dan menyibak tirai yang membatasi tempat tidur mereka. Namun, betapa terkejutnya Karin saat ia melihat Wonbin berbaring di sana sambil telanjang dada. Sekilas, matanya menangkap bahu lebar dan tubuh berotot remaja 17 tahun tersebut. Wajah Karin seketika memerah. Wonbin pun melompat dari tempat tidurnya karena terkejut.

"Binnn!!! Ngapain lo ngga pake bajuuu???" teriak Karin malu dan balik menutup cepat tirai pembatas.

"Ehh!!! Lo yang seenaknya buka tirai orang!!!" balas Wonbin salah tingkah, seketika mengenakan kemejanya.

"Itu karena lo manggil gue," jawab Karin memegang kedua pipinya, berusaha meredam panas tubuhnya yang semakin menjadi-jadi karena pria itu. "Lo sakit, Bin?"

"Gue abis ganti perban." Wonbin memelankan suara, mengingat ia sedang di klinik, meskipun saat itu hanya ada mereka berdua. "Lo gimana Kar? Demam?"

"Gue ngga papa. Udah minum obat, pengen istirahat," jawab Karin kembali berbaring dan menarik selimutnya. "Anyway, luka lo gimana Bin?"

"Udah mau kering."

"Hmm, good for you."

Hening sangat panjang. Mereka berbaring di bilik masing-masing, larut dalam pikiran mereka masing-masing. Wonbin menatap langit-langit, sedangkan Karin berusaha keras menutup matanya. Tidak ada yang memulai pembicaraan, mengingat pengungkapan kisi-kisi perasaan Wonbin di area loker kemarin. Berhubung Karin sedang sakit, Wonbin merasa sekarang bukan saat yang tepat untuk membahas hal tersebut.

"Karin, lo udah tidur?"

"Ngga bisa tidur."

"Besok Sabtu Minggu kan libur. Ntar abis pulang sekolah saran gue lo balik ke rumah aja. Ngga usah stay di dorm. Biar ada yang jagain lo."

"Ngga papa Bin. Gue di dorm aja istirahat. Ngga bisa gerak."

"Biar gue yang anterin lo pulang. Ntar gue minta tolong Giselle buat bantuin lo packing."

"Gue ngga enak Bin, ngerepotin mulu."

"Jangan gitu Kar, lo lagi sakit. Ngga ada yang ngerasa direpotin kok."

"Hmm... boleh deh... makasih banget ya Bin."

***

Malam itu di lobi dorm, nampak Giselle menemani Karin sambil menenteng satu tas barang. Saat mobil Wonbin terlihat memasuki area lobi, Karin kemudian memeluk Giselle untuk berpamitan. Wonbin lalu membantu Karin masuk ke dalam mobil dan menoleh ke arah Giselle di sebelahnya.

"Makasih ya Selle, udah bantuin Karin," ujar Wonbin.

Giselle tersenyum penasaran. "Ini sih fix lo suka ama Karin."

Wonbin terdiam sejenak. Ia menyunggingkan senyuman kecil. "Kelihatan banget ya?"

"Banget!!! Ngga cuma sekarang. Sikap lo ke dia tuh beneran beda ama sikap lo ke kita-kita."

Wonbin tertunduk malu. Ia tidak merespon lebih jauh pernyataan Giselle. Namun, dari gesture-nya sudah mampu meyakinkan Giselle, membuat gadis itu tertawa sambil menggelengkan kepala melihat tingkah Wonbin.

Saat Wonbin memasuki mobil, Karin sudah terlihat bersandar di kursi mobil sambil menutup mata. Gadis itu merapatkan jaketnya. Melihat hal tersebut, Wonbin menaikkan suhu AC mobilnya agar Karin tidak terlalu kedinginan. Ia menyetel musik slow dengan suara pelan agar tidak mengganggu istirahat gadis itu.

Di sepanjang perjalanan, tidak ada percakapan di antara mereka. Saat lampu merah, Wonbin menghentikan mobilnya. Ia lalu menengok gadis itu di sebelahnya. Karin masih terbaring lemah dengan kening sedikit berkerut. Wonbin dengan perlahan mengarahkan tangannya ke dahi gadis itu untuk kembali mengecek suhu tubuhnya.

"Bin... gue ngga papa..." sahut Karin lemah.

"Ini lo masih demam."

"Bin..."

"Hmm? Napa Kar?"

"Soal yang waktu itu... yang di loker kemarin..."

Wonbin yakin cepat atau lambat Karin pasti akan menanyakan hal tersebut. Meskipun dalam hati ia sangat grogi, ia berusaha untuk tetap tenang.

"Nanti aja ya Kar kalo lo udah sembuh. Gue ngga mau ganggu pikiran lo dulu."

Karin masih menutup mata dan tak merespon apapun. Sayangnya, hal tersebut justru membuat Wonbin semakin penasaran. Dengan segenap keberaniannya, ia bertanya.

"Tapi... lo seneng ngga Kar... denger kisi-kisi itu dari gue?" tanya Wonbin penuh harap.

Karin tersenyum sambil menutup mata. Ia menggoda Wonbin. "Tadi katanya nunggu gue sembuh dulu..."

Wonbin tersenyum salah tingkah. Ia sesekali menggenggam tangan Karin. "Ya udah deh kalo gitu. Cepat sembuh ya, Kar!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top