Chapter 13 Belajar Bareng

Sudah sebulan semenjak Karin pindah ke Riize High. Hal paling signifikan yang ia rasakan adalah persaingan antar murid. Memang benar kata Wonbin. Semua murid di sini cerdas dengan kelebihannya masing-masing. Karin terkadang merasa timpang. Di sekolah lamanya, ia adalah andalan para guru dan teman-temannya. Namun sekarang, ia merasa seperti murid biasa-biasa saja. Ada kalanya ia merasa rindu dengan pujian-pujian yang dilontarkan kepadanya dulu. Sekarang, hal tersebut sudah tidak ia rasakan lagi.

Yang paling mengejutkannya adalah Wonbin. Dari penampilan luarnya, mungkin pria itu terkesan sangat santai, pecicilan, dan pemalas. Namun, kemampuannya seperti di luar rata-rata. Ia mengungguli semua orang hampir di seluruh bidang. Ia juga jago berdebat dan memberikan ide-ide cemerlang dalam diskusi kelompok. Teman-teman sekelasnya cukup mengandalkannya dalam hal apapun.

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Karin berjalan keluar kelas sambil tertunduk lesu. Otaknya masih terngiang-ngiang terkait performa Wonbin saat di kelas tadi. Ia mulai membanding-bandingkan dirinya dengan pria itu.

"Karin!"

Karin seperti tersadar kembali. Gadis itu mendengar seseorang memanggil namanya. Dari belakang, Wonbin menarik cepat lengan Karin sehingga gadis itu tidak jadi menabrak tembok.

"Ngelamun aja! Kenapa sih?"

"Ngga, gue..." jawab Karin setengah kaget. "Gue masih mikirin soal-soal yang tadi. Belum ngerti banget."

"Lo langsung ke dorm?"

Karin menggelengkan kepala dan tersenyum. "Gue stay di perpus dulu. Mau belajar bentar. Kalau langsung ke dorm adanya malah tidur. Gue duluan ya Bin!"

Wonbin terpaku melihat Karin melambaikan tangan kepadanya sambil tersenyum. Gadis itu lalu berpaling. Rambut panjangnya ikut memutar dan melambai seiring langkah kakinya yang perlahan menjauh. Wonbin seolah tidak ingin pulang ke rumahnya. Ia berlari kecil mengejar Karin dan kembali menggenggam pergelangan tangan gadis itu.

"Belajar bareng yuk Kar! Ikut gue!"

Karin agak sedikit kaget dan bingung dibuatnya. Wonbin membawa Karin ke sebuah studio di salah satu gedung sekolah. Begitu masuk, Karin melongo. Tempat tersebut lumayan luas dan sangat nyaman, seperti ruang hobi atau kafe. Ada jajaran rak buku, alat musik, game, TV, komputer, sofa bed, dan lain-lain.

"Kalau di sekolah, ini tempat nongkrong gue ama anak-anak. Tapi mereka hari ini lagi off. Kita belajar di sini aja ya! Di perpus ngga bisa selonjoran."

"Berdua aja?" tanya Karin kikuk.

"Iya! Napa? Lo takut gue apa-apain?" jawab Wonbin tertawa. "Gue ada niat gitu sih tapi sayangnya ada jendela kaca gede tembus pandang tuh. Kita bisa kelihatan dari luar. Ada CCTV juga."

"Dasar gila!"

Karin tertawa salah tingkah dan menghempaskan ranselnya ke Wonbin yang sedang cekikikan. Gadis itu kemudian membuka kembali laptop dan bukunya. Wonbin lalu mengambil posisi duduk di sisi Karin, turut membantu gadis itu mengeluarkan semua peralatannya. Namun, ada satu hal yang mengganggu pikiran gadis itu. Jarak mereka sangat dekat. Karin bahkan bisa mencium aroma parfum Wonbin. Sesekali lengannya secara tidak sengaja menyentuh lengan Wonbin. Gadis itu melirik Wonbin dengan hati-hati. Jantungnya sedikit berdebar.

Nih cowok bisa jaga jarak dikit ngga ya? Gue kan makin ngga fokus!

"Jadi yang mana lo ngga ngerti?" tanya Wonbin.

Karin menunjukkan beberapa soal pada Wonbin. Pria itu mengangguk lalu mengambil notes dan pulpen di depannya. Ia lalu memberikan penjelasan mengenai soal itu kepada Karin. Gadis itu kembali melirik Wonbin dengan perlahan. Raut wajah Wonbin berubah menjadi sangat serius jika menyangkut pelajaran. Tanpa sadar, Karin tersenyum kecil. Setelah mendengar penjelasan pria itu, Karin menyadari kesalahannya. Gadis itu mulai mengerjakan soal secara mandiri dan akhirnya ia dapat menyelesaikannya tanpa hambatan.

"Oalah pantes. Gue dari tadi miss di situ," ujar Karin menggaruk pelipisnya dengan pulpen.

"Yang penting lo udah tahu dasarnya. Selebihnya ini variasi."

"Thanks ya Bin! Udah ngajarin gue."

Wonbin tersenyum malu sambil menatap gadis di sampingnya. Ia kemudian berjalan ke arah rak buku dan mengambil sebuah bel. Ia lalu meletakkan bel tersebut di atas meja.

"Mau ngapain Bin?" tanya Karin heran melihat bel tersebut.

"Main cepet-cepetan kerja soal yuk! Berani ngga?" tantang Wonbin menaikkan sebelah alisnya.

"Lo nantangin gue ya?"

Karin membuka beberapa soal baru untuk dikerjakan dalam waktu yang bersamaan. Siapa yang tercepat menyelesaikan soal, harus memencet bel tersebut. Jawabannya pun harus sesuai.

Wonbin mulai memberi aba-aba. "Soal nomor 11 ya, oke satu... dua... tiga!"

Mereka secara bersamaan seketika mencoret-coret notes untuk menyelesaikan soal tersebut. Tidak butuh waktu lama bagi Wonbin untuk duluan memencet bel. Wonbin berseru mengangkat kedua tangannya. Karin hanya bisa menggerutu.

"Sial, cepet banget lo!" teriak Karin kesal sambil mengecek jawaban Wonbin. "Jawabannya bener lagi!"

"Gue gitu lo!" jawab Wonbin bangga. "Lanjut ya, soal nomor 12. Satu... dua... tiga!"

Entah mengapa Karin merasa untuk soal nomor 12 ini ia akan lebih unggul. Dan benar saja. Karin secepat kilat menyelesaikan soal dengan benar. Begitu ia hendak memencet bel, tanpa disangka tiba-tiba Wonbin memegang kedua pergelangan tangannya, mencegah gadis itu menang. Mereka berdua saling tertawa lepas.

"Ehhh curaaannggg anjirrrrrr!" tawa Karin berusaha melepaskan tangannya.

"Gua ngga akan biarin loooo!" teriak Wonbin sambil menahan kedua tangan Karin.

Suasana belajar mereka menjadi lebih menyenangkan dengan candaan-candaan selingan dari Wonbin. Tanpa terasa karena keasyikan belajar, hari sudah mulai gelap. Wonbin mengambil ponselnya dan memesankan makan malam untuk Karin. Setelah selesai makan, mereka masih lanjut belajar. Melihat gadis itu sangat serius, Wonbin lalu mengambil gitar dan mulai melakukan tuning.

"Break dulu Kar! Lo ngga ada istirahat-istirahatnya."

"Kan udah tadi pas makan malam."

Wonbin mulai bersenandung pelan sambil memetik gitarnya. Karin menyadari gaya bermain gitar Wonbin sangat menarik dan mahir. Perhatian Karin sepenuhnya teralihkan oleh pria itu. Ia menopang dagu dan mulai ikut menikmati alunan gitar yang menggema di ruangan tersebut.

"Lo enak deh main gitarnya. Ngga asal genjreng," puji Karin. "Sumpah gue suka banget Bin!"

Wonbin mengangguk bangga mendengarnya. Wajahnya sedikit memerah. "Mau request lagu ngga?"

"Lagu apa aja terserah lo."

Wonbin melemparkan senyum manisnya sambil terus bersenandung. Karin masih lanjut mengerjakan soal. Beberapa saat kemudian, Wonbin menyadari bahwa Karin sepertinya tertidur di mejanya. Mungkin gadis itu kelelahan, kekenyangan, ditambah petikan gitar Wonbin yang mungkin menimbulkan rasa kantuk.

Wonbin meletakkan gitarnya perlahan dan menghampiri Karin. Gadis itu terlihat menggigil dalam tidurnya. Wonbin menyadari ruangan tersebut kian dingin karena AC yang lumayan berhembus kencang. Ia kemudian menaikkan suhu ruangan. Setelah itu, dengan niat maju mundur, ia melepas jaketnya dan menyelimuti pundak gadis itu dengan hati-hati agar tidak membangunkannya. Ia kemudian lanjut belajar di depan laptopnya hingga Karin tersentak bangun setengah jam kemudian.

"Selamat pagi!" goda Wonbin sambil terus memerhatikan materi di laptopnya.

"Ehh gue ketiduran!" seru Karin setengah sadar. "Ya ampun udah jam setengah sepuluh. Duh maaf ya Bin. Gue ninggalin lo tidur hampir setengah jam. Kok ngga bangunin gue?"

"Ngga papa Kar! Gue dari tadi juga masih bikin grafik. Lo mau balik dorm?"

"Iya deh. Udah malem. Makasih ya Bin dah nemenin gue. Gue jadi ngga enak."

"Sama-sama Kar! Apa sih yang ngga buat lo."

"Apaan sih!" Karin tertawa kecil. Gadis itu kemudian membelalak begitu menyadari adanya jaket Wonbin yang sejak tadi menyelimuti punggungnya. Kantuknya seketika hilang karena salah tingkah.

"Seriusan. Kalau lo butuh bantuan, dateng ke gue aja. Gue pasti bantu lo. Janji dulu sama gue," ujar Wonbin.

Pria itu meninggalkan laptopnya dan kembali duduk di sisi Karin seraya mengacungkan jari kelingkingnya.

"Bin, lo tetiba kayak anak SD deh," seru Karin dengan wajah merona.

"Beneran ini! Kalau lo ada masalah, bilang ke gue ya. Gue pengen jadi yang pertama tahu. Gue bakal comfort lo. Janji ya!"

Saat itu, Karin berpikir bahwa ekspresi serius Wonbin hanya bisa ia lihat pada saat membahas pelajaran. Namun, kali ini ia salah. Wonbin begitu serius menatapnya hingga gadis itu menahan napas. Dengan perlahan Karin ikut membalas mengaitkan kelingkingnya ke jari pria itu. Karin memberanikan diri untuk menanyakan sesuatu padanya.

"Oke, gue janji. Tapi... kenapa lo ngelakuin ini, Bin?" tanya Karin dengan hati-hati.

"Hmm... anggap aja utang budi," jawab Wonbin tulus.

Karena gue suka sama lo Kar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top