Chapter 10 Murid Paling Stand Out

"Kar, mau ikut kita ngantin?" ajak Giselle.

"Ada platter baru loh! Biasanya cepet abis. Yuk!" kata Minjeong.

Karin belum sempat merespon. Namun, Ningning sudah menarik lengannya hingga Karin beranjak dari kursi. Dalam hati, Karin sangat bersyukur mereka bertiga sangat ramah kepadanya sejak pertama kali bertemu. Itu artinya ia tidak perlu terlalu berusaha keras untuk berbaur. Sepertinya semua akan baik-baik saja. Mereka berempat baru akan keluar kelas sampai langkah mereka terhenti.

"Wait!"

Wonbin berlari kecil ke depan kelas dan berteriak hingga mereka menengok ke arahnya. Sesaat kemudian, pria itu salah tingkah menjalarkan pandangannya ke arah lain dan memelankan suaranya.

"Gue pengen ngobrol bentar ama Karin."

Giselle, Minjeong, dan Ningning menatap tidak percaya kepada Wonbin. Mereka kemudian menahan tawa. Sementara itu, Karin mematung. Ia tidak menyangka pria itu akan berkata demikian di depan teman-temannya.

"Bin, lo mau kenalan lebih lanjut?" Giselle memutar bola matanya.

"Karin, hati-hati ya ama dia! Buaya!" teriak Minjeong jahil.

"Bye Biiinnnn!!!" tambah Ningning sambil melayangkan flying kiss

Wonbin dengan kesal memanyunkan bibirnya sedikit seraya gadis-gadis itu pergi keluar kelas. Pandangannya kemudian tertuju pada Karin di sampingnya. Ia melemparkan tatapan cemberut yang agak dibuat-buat. Pria itu kemudian menggenggam pergelangan tangan Karin dan menyeret gadis itu berjalan ke koridor. Karin berusaha mengimbangi langkahnya.

"Bin!" ucap Karin tertawa kecil.

"Kok lo ngga ngomong bakal pindah sini?" tanya Wonbin lalu melepaskan tangan gadis itu. "Gue kaget banget tadi tuh. Gue pikir lo nyusup kelas gue."

"Sorryyy!!!" jawab Karin sambil terus melangkah. "Gue tuh sebenarnya pengen ngasih kejutan aja. Tadinya sebelum kelas mulai, gue pengen nyamperin lo. Ehh tapi gue telat di hari pertama gue."

"Jadi ini yang lo bilang lingkungan baru."

Karin mengangguk. "Gue udah kenal beberapa orang kok. Mereka baik banget ke gue. Tadinya tuh gue chat lo karena cuma lo yang gue kenal. Makanya gue seneng banget pas lo bilang mau ke sekolah hari ini. Jadinya gue ada temen ngobrol."

Wonbin kegirangan dan mengedipkan kedua matanya. Dalam hati ia begitu senang mendengarnya. Itu berarti Karin mengandalkannya untuk saat ini. Wonbin mengarahkan langkahnya menuju taman sekolah dan diikuti oleh Karin. Mereka berdua lalu duduk di bangku taman. Pohon teduh menambah sejuk suasana sekolah di siang itu. Angin sepoi-sepoi bertiup.

"Tapi gue penasaran. Apa di sekolah ini kayak ada gap antara anak full scholarship kayak gue sama yang ngga?"

"Ya ngga lah Kar!" jawab Wonbin tegas. "Lo banyakan nonton drama sih. Ngga ada gap-gap-an di sini. Mereka tuh ngga sempat mikirin itu."

Karin tersenyum lebar. "Coba deh gue pengen dengar dari sudut pandang lo Bin."

"Di sini tuh ngga dibedain kaya miskin. Ngga ada bully-bully-an. Diversity-nya aja udah mencolok banget Kar. Jadi murid-muridnya tuh ngga ada yang peduli soal itu. Tahu ngga? Di pikiran mereka tuh cuma gimana caranya bisa bersaing dalam hal pelajaran. Di sini lo bakal temuin banyak banget orang cerdas, berbakat, kreatif, inovatif, macem-macem lah. Orang pintar di sini banyak Kar. Cuma gimana caranya lo bisa stand out naturally sampai orang-orang tuh bisa notice lo."

"Lo salah satunya ya? Murid paling stand out?"

"Ya iyalah, gua gitu loh!" canda Wonbin.

"Geer banget sih lo! Pengakuan sepihak!" Karin memukul pelan lengan Wonbin. "Ehh serius, yang stand out di sini siapa-siapa aja? Atau dari kelas kita dulu deh!"

"Hmmm... siapa ya di kelas kita?" Wonbin berpikir sambil menengadah. "Bisa dibilang Sungchan sih, leadership-nya bagus banget. Terus ada Eunseok, dia kapten basket idola cewek-cewek. Ada Seunghan, dia lagi ngurus early acceptance di US. Siapa lagi ya? Ahh Shotaro sama Sohee, anak olimpiade. Kalo Anton, andalan Riize High kalau urusan renang. Terus ada trio Giselle, Minjeong, ama si Ningning tuh jago nyanyi."

Karin begitu meresapi penjelasan Wonbin. Ia seketika dibuat takjub oleh murid-murid tersebut dan agak sedikit menurunkan rasa percaya dirinya.

"Kalo lo gimana Bin?" tanya Karin.

Wonbin menatap Karin yang duduk di sampingnya. Gadis itu tersenyum sambil menunggu jawaban darinya. Angin semilir melambaikan rambut panjang gadis itu, menambah kesan manis padanya. Wonbin terpana sejenak. Ia lalu merunduk malu dan menjawab pertanyaan gadis itu.

"Kagak, gue mah remah-remah rengginang."

"Lah! Tadi lo pede banget ya bilang lo salah satu murid stand out di sini," ujar Karin iseng.

"Itu namanya bercanda Kar!" jawab Wonbin lembut.

Sebenarnya, sejak tadi Karin sedikit tersentak dan tersipu. Wonbin beberapa kali mengambil dedaunan kecil yang berjatuhan ke rambutnya di sepanjang pembicaraan mereka. Pria itu juga sesekali memperbaiki letak helaian poni Karin yang rusak diterpa angin. Gadis itu juga kaget saat sebelumnya Wonbin menggenggam pergelangan tangannya untuk keluar kelas. Hal tersebut adalah hal baru bagi Karin. Gesture pria itu justru membuat Karin salah tingkah. Namun, entah mengapa ia membiarkannya begitu saja. Membiarkan Wonbin melakukannya.

"Ehh ngantin dulu yuk! Udah mau kelas!" ajak Wonbin.

Lagi-lagi pria itu menggiringnya ke kafetaria dengan menggenggam pergelangan tangannya.

***

"Murid paling stand out di kelas? Gue!" jawab Giselle menanggapi pertanyaan Karin.

"Ehh gue dong! Suara gue paling bagus kalo nyanyi!" sela Minjeong.

"Ehhh suara gueee donggg!" bantah Ningning dengan suara melengking.

Karin dan mereka bertiga cekikikan pelan di bangku masing-masing dengan guyonan mereka sendiri. Mereka kemudian memandang ke teman-teman lainnya, memastikan suara mereka tidak terdengar oleh yang lain.

"Tapi siapa ya paling stand out? Wonbin kali ya?" jawab Giselle. "Ngeselin sih emang anaknya, tapi menurutku dia paling stand out."

"Bener! Wonbin! Kyaaa Bbiniii..." Ningning mengiyakan dengan memukul pelan mejanya.

Senyum Karin menghilang dan berganti raut tidak percaya. "Hah? Kok Wonbin?"

"Iya Wonbin. Dia tuh gimana ya anaknya bingung gua," jawab Minjeong. "Dia nguasain hampir semua mata pelajaran. Olahraga juga bisa. Jago gitar, dance, dan nyanyi juga. Ngga kayak kita-kita yang punya specialty masing-masing. Dia serba bisa."

"Dia solutif juga sih. Problem solving-nya bagus. Misalnya nih kerja kelompok. Enak tuh kalo sekelompok ama dia. Ada aja deh idenya," tambah Giselle.

"Terus ganteng juga kan! Kayak hot soup!" ujar Ningning. "Kece abis!"

Minjeong kesal mendengarnya dan mencubit pipi Ningning.

"Tapi ngeselinnya dia tuh santai banget! Maksudnya kita ngga tau kapan dia belajarnya. Misalnya mau persiapan ujian nih, terus ada jam pelajaran tambahan. Dia tuh main gitar aja di pojokan. Besok-besok dapat A plus. Di kelas tidur aja kerjanya. Tapi kok nilai dia bisa tinggi banget. Pokoknya dia kayak effortlessly genius," ujar Giselle sambil mengacungkan kedua jempolnya.

"Iya ngeselin ya ahahaha gue aja harus matian-matian belajar," ujar Ningning tertawa. "Tapi baik kok anaknya. Beneran!"

"Iya sumpah dia baik banget! Gue akuin itu," tambah Giselle.

"Tapi kadang sotoy juga ngga sih?" ejek Minjeong memutar matanya.

"Ehh iya bjir hahahaaa!" tawa Giselle pecah. "Lo ingat ngga waktu dia......"

Suara Giselle perlahan menghilang dari pendengaran Karin. Karin sudah tidak memerhatikan gibahan teman-temannya. Pandangannya tertuju ke belakang, ke pria berambut panjang yang sedang asyik juga bercanda dengan teman-teman yang lain. Ia teringat perkataan Wonbin sebelumnya yang begitu merendahkan diri.

Kagak, gue mah remah-remah rengginang

Mengingat hal tersebut, Karin berdecak kesal lalu tertawa.

Tuh cowok kayaknya berisi juga otaknya. Gue ngga bisa remehin dia ternyata.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top