WEEK 1, DAY 2- Andrea Lindsey

Hah.. senang rasanya aku bisa mencium aroma ini lagi. Aroma cokelat dan sedikit kopi yang sangat menenangkan. Aku memang selalu kesini setiap hari, selain karena temanku adalah pemilik kafe dan aku diberi servis khusus karena sudah menjadi taster-nya(hey, makanan yang biasa aku bilang enak adalah makanan yang paling digemari di kafe ini)aku juga sangat suka dengan suasananya.

Suasana kafe ini sangat menyenangkan. Semua orang berbicara dengan suara pelan, mencoba untuk tidak menganggu pelanggan lain yang ingin mencari ketenangan. Aku pribadi suka disini karena aku bisa berpikir jernih dan melupakan keadaanku sekarang, walaupun hanya sesaat.

"Hey, Andrea. Bagaimana kabarmu hari ini?" aku tersenyum. Suara ini sudah kuhafal diluar kepala. Ini adalah suara Alicia, dia selalu menyambutku saat aku datang ke kafenya.

"Aku baik-baik saja, Cia. Kau bisa mengantarku ke mejaku yang biasa?" aku yakin Alicia menganggukkan kepalanya, karena dia menggenggam tanganku dan menuntunku berjalan.

Aku mendengar Alicia berdehem pelan. "Andrea, kurasa kau sudah ditunggu oleh seseorang."

Aku mengangkat sebelah alisku bingung. Ada yang menungguku? Yang benar saja. "Siapa Cia?"

"Kurasa dia adalah orang yang duduk dihadapanmu sebelum kau pergi," orang itu? mau apa dia mencariku. Aku menganggukkan kepalaku kearah Alicia, pertanda kalau dia bisa kembali kebelakang mengurusi dapurnya yang kuyakin porak-poranda.

Aku duduk ditempatku yang biasa. "Ada apa kau mencariku, sir?"

Orang dihadapanku berdehem pelan, aku yang masih bingung hanya bisa diam, "pertama, aku ingin minta maaf padamu karena yah... aku sudah mengumpatmu dalam hati kemarin. Kedua, aku ingin tahu apa kau ingin memaafkanku dan terakhir, aku ingin tahu apa kau ingin pergi makan malam denganku, kau tahu? Sebagai tanda permintaan maaf."

Aku tertawa pelan. Aku kira orang ini mau melakukan apa, ternyata hanya ingin meminta maaf padaku? Benar-benar deh orang ini, "pertama, aku bisa memaklumi sikapmu itu, banyak orang yang berpikiran seperti itu karena aku tidak bisa menatap mata mereka saat bicara. Kedua, aku sudah memaafkanmu, bahkan aku tidak pernah marah padamu, sir. Untuk pertanyaanmu yang terakhir, kau tidak perlu mengajakku makan malam hanya untuk minta maaf, terlalu berlebihan."

Sekarang laki-laki didepanku ini yang tertawa(tentu aku tahu lawan bicaraku ini adalah laki-laki, mana mungkin seorang gadis mempunyai suara rendah yang maskulin?) "astaga, kau terlalu baik. Kalau aku yang menjadi dirimu, aku sudah sangat marah pada diriku sendiri sekarang. Tapi, aku tidak keberatan dengan makan malam itu dan aku memaksa."

"Baiklah, kalau kau memaksa," aku mengangkat bahuku, kalau laki-laki ini sudah memaksa aku tidak bisa menolaknya. Kalaupun aku menolaknya, aku yakin dia pasti akan merasa sangat bersalah padaku, aku tahu bagaimana tidak enaknya rasa bersalah.

Aku menjulurkan tanganku, hampir saja aku lupa berkenalan dengannya. Tidak mungkin aku pergi dengan seseorang yang tidak kutahu namanya siapa, kan? "siapa namamu? Namaku Andrea Lindsey."

"Aku James, tapi kau boleh memanggilku Ni. Sahabatku sering memanggilku dengan nama itu," aku menganggukkan kepala. Baiklah, namanya James tapi ingin dipanggil Ni. Dari mana nyambungnya?

Kami sama-sama terdiam. Aku mengira dia sudah meninggalkan kursi yang berada didepanku, siapa yang betah bicara dengan seorang gadis buta saat bisa bicara dengan gadis normal lainnya. Tapi perkiraanku salah, laki-laki itu atau kupanggil Ni, masih berada didepanku hanya saja ia sibuk dengan ponselnya, aku bisa mendengar suara getaran keypad layar sentuhnya. Lama(walaupun tidak begitu lama)menjadi orang yang tidak bisa melihat membuatku belajar untuk mengenali sesuatu hanya dengan mendengarnya.

"Apa kau selalu pendiam seperti ini Andrea?" tanya Ni.

Aku mengangkat bahu, "tidak juga, kalau bersama dengan Alicia aku tidak seperti ini. Mungkin hanya berlaku dengan orang yang baru kenal, karena hal yang canggung dan sebagainya."

"Begitu? Lalu apa aku boleh bertanya sesuatu, Andrea?" aku mengizinkannya. Terdengar helaan nafas rendah dari hadapanku, kenapa James menghela nafas seperti itu?

"Kalau aku boleh tahu, bagaimana kau bisa..um..bisa menjadi seperti ini. Itu juga kalau kau tidak keberatan."

Aku terkekeh pelan. Kenapa semua orang selalu tertarik dengan apa yang menyebabkan aku bisa menjadi seperti ini sekarang, atau memang keadaanku yang tidak bisa melihat ini menjadi salah satu daya tarik oranglain? Aku tidak tahu.

"Standar. Aku kecelakaan lalu lintas setelah mengantar orangtuaku ke bandara. Kecelakaannya tidak begitu parah, tapi karena pecahan kaca yang hancur mengenai mataku, aku tidak bisa melihat sekarang," ucapku dengan nada santai. Memang sudah banyak orang yang bertanya dan kurasa aku tidak perlu merasa gugup atau sedih lagi saat membicarakan kecelakaan itu.

James meraih tanganku yang masih berada diatas meja lalu meremasnya pelan, "lalu, bagaimana dengan tanggapan orangtuamu?"

Pikiranku kembali melayang pada peristiwa yang lebih membuatku syok. Pesawat yang ditumpangi orangtuaku meledak saat ingin lepas landas. Polisi sudah memastikan tidak ada korban yang selamat, mungkin itulah penyebab kecelakaanku karena pikiranku terlalu syok untuk mengemudi. Aku masih ingat betapa takutnya aku saat melihat pesawat itu meledak, aku juga masih ingat suaraku yang habis karena meneriakan nama orangtuaku. Saat itu kakiku lemas, seperti tulang yang ada dikakiku mendadak hilang dan membuatku jatuh walaupun aku masih ingin berlari.

"Orangtuaku meninggal, Ni. Sesaat ingin take off pesawat yang ditumpangi orangtuaku meledak, dan polisi yakin tidak ada korban yang selamat," jawabku.

Aku bisa merasakan tanganku diremas semakin kuat. Aku menyadari kalau James bersimpati padaku, ia merasa bersalah menanyakan hal itu padaku. Aku sangat yakin laki-laki ini, siapapun ia, adalah orang yang sangat baik, mungkin juga sangat peduli terhadap orang-orang disekitarnya.

"Andrea, aku minta maaf. Kalau aku menjadi dirimu, mungkin aku lebih memilih untuk menyerah, aku tidak bisa hidup tanpa orangtuaku dan hidup dalam gelap jelas bukan pilihanku," ujar James.

Aku meremas balik tangan James. Pernah,-ralat sering sekali pikiran itu menghantuiku, pikiran untuk membunuh diriku sendiri. Tapi, aku yakin orangtuaku tidak ingin menemuiku kalau caraku untuk bertemu mereka seperti itu. lagipula, aku masih punya Alicia yang mau menemaniku.

"Jangan pernah berpikiran seperti itu, Ni. Pikiran seperti itu hanya untuk orang yang putus asa, dan orang yang putus asa terdengar sangat menyedihkan. Apa kau mau orang-orang berpikir kau sangat menyedihkan? Karena aku tidak mau seperti itu."

James tertawa kecil, "kau ini gadis yang sangat menarik, kau tahu itu Andrea? Sangat menarik."

Aku mengangkat sebelah alisku tidak percaya, "benarkah? Aku tidak seperti itu, Ni."

James terdiam, kurasa ia sedang melihat sesuatu dan sedikit panik, aku mendengar erangan sebal dari hadapanku, "ada apa?"

James melepaskan pegangan tangannya padaku, lalu berdiri. Aku hanya bisa diam ditempatku, "Aku sudah telat untuk bertemu dengan teman-temanku. Kau tidak apa-apa kutinggal disini?"

Aku tertawa mendengar nada khawatir yang keluar bersamaan dengan kalimatnya barusan, "aku baik-baik saja, kau cepatlah berangkat, jangan sampai membuat teman-temanmu menunggu."

"Baiklah, lain kali aku akan memperkenalkanmu dengan temanku, dan jangan lupa nanti malam kita bertemu lagi ditempat ini ok? Aku akan menunggumu didepan kafe."

Suara langkah menjauh memasuki indra pendengaranku, tandanya James sudah pergi. Jujur, aku merasakan perasaan aneh saat tanganku digenggam olehnya, mendengar logatnya(yang sepertinya bukan logat inggris)tanpa kusadari sebelumnya membuatku lebih rileks. Omong-omong sepertinya aku pernah mendengar logat seperti itu, tapi dimana? Ah! Aku ingat logatnya sama dengan Pierce Brosnan, salah satu pemain James Bond dan logat Westlife. Apa laki-laki itu orang Irlandia?

a/n::

so, another chapter publish. lupa bilangin kalau fanfic ini isinya short chap semua. mohon dimaklumin ya, mau UAS soalnya, hehe.

nah lho, kenapa Niall ngasih tau namanya James bukan Niall? penasaran? baca terus ya? hope you like it! jangan lupa vommentnya ya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top