Chapter 8
"APA?! Kalian pacaran?!" Mata lialic Reina membelalak lebar. Ia menatap Halilintar dan (Y/n) yang tengah di hadapannya secara bergantian.
"Oh astaga, mengapa produksimu harus berlebihan seperti itu sih?" (Y/n) menghela napas. Sedikit bersyukur dengan suasana kafe yang cukup ramai sehingga tak ada yang memperhatikan mereka saat ini. Sementara Halilintar hanya diam sambil memandang keluar jendela.
"Ya ampun..." Reina kaget bercampur kaget. "Aku masih shock akibat mendengar berita pernikahan Kaito-nii yang sangat tiba-tibaーdan sekarang kalian dengan senangnya setelah kalian mendapatkan hebat seperti itu."
Reina mengambil segelas air putih yang terletak di meja lalu meminumnya dengan tidak sabar. "Kalian benar-benar ingin membuatku sakit jantung ya?"
"Terserah apa katamu, tapi seperti itulah kenyataannya." (Y/n) mengangkat bahu. Ia meminum jus strawberrynya secara perlahan. "Aku hanya ingin kau tahu, itu saja."
Reina lalu mengungkapkan Halilintar tajam. "Hei Halilintar, kau memantrai (Y/n) agar mau menjadi pacarmu ya?"
Reina menjeda ucapannya. "Baru saja beberapa hari lalu kau datang padaku dengan wajah kusut dan memohon padaku untuk memberimu informasi tentang masa lalu (Y/). Lalu sekarang kalian berdua muncul di hadapanku dan menyatakan hubungan kalian."
Sementara, (Y/n) memandang balik sahabatnya dengan tidak suka. "Jangan ungkit itu lagi Reina!"
Manik whitish blacknya yang sempat melebar kaget kini kembali normal dan dengan santainya menanggapi ucapan-ucapan Reina sebelumnya. "Oh Hali-kun, kau sampai mendatangi Reina hanya untuk mengenalku lebih dalam?" Dari suaranya terdengar sekali kalau (Y/n) menyindir Halilintar.
Mata whitish blacknya bertemu dengan manik ruby Halilintar. "Terimakasih, aku sangat tersanjung." Lanjutnya. Jelas sekali jika ia tidak suka Halilintar menemui Reina diam-diam untuk dirinya sendiri, terutama masa lalunya yang kelam.
"Ups, doa doaku salah." Reina mengamati (Y/n) dan Halilintar yang terlihat seperti perang dingin.
"Gomen, etto... saat ini aku ada janji dengan Gempa." Dengan kikuk Reina segera mengambil tasnya.
"Sampai jumpa lagi, terima kasih sudah mentraktirku hari ini." Reina segera berlari menuju keluar. Sungguh ia sangat tidak ingin berada di tempat ini. Yah, walaupun tahu sedikit banyak itu adalah salahnya karena mengumbar-umbar tentang pertemuannya dengan Halilintar beberapa hari yang lalu.
Tapi toh, ia memang tidak ingin ada yang disembunyikan dari sahabatnya itu.
.
.
"Kenapa kau memberitahu tentang kita pada sahabatmu itu." Halilintar terlihat kesal, ia mengaduk-aduk kopi pahit yang ada dihadapannya dengan tidak sabar. "Apa maksudmu (Y/n)?"
"Kau sendiri, apa maksudmu menanyakan masa laluku pada Reina?" sang gadis tertawa.
"Bukankah kau yang lebih tahu masa laluku dari siapapun juga?" lanjutnya
"Baiklah, aku mengerti." Halilintar terlihat salah tingkah. Ia tidak menyangka bahwa reaksi (Y/n) akan semarah ini padanya. "Maafkan aku..."
"Tidak perlu minta maaf Halilintar." (Y/n) memandang kosong ke depan.
"Kata maaf tidak akan bisa mengembalikan semuanya." Ia lalu membocorkan Halilintar, "Jangan melakukan hal yang sia-sia."
Sungguh, Halilintar benar-benar ingin menghilang dari sini. Baru kali ini ia merasa mentalnya sangat tersiksa. Ia lebih suka dipukuli sampai kalah daripada harus terus-terusan merasa bersalah seperti ini. Ia tersiksa karena merasa seolah-olah semua tindakan yang dirinya lakukan selalu terlihat salah dimata (Y/n).
"Oke, kau ingin aku melakukan apa?" tanya Halilintar frustasi
"Kau cukup menjadi pacar yang baik." (Y/n) tersenyum dengan senyuman aneh yang tak dapat diartikan. "Menurut semua keinginanku, melindungiku, dan yang terakhir berakhirku jika aku mulai melakukan tindakan ekstrim... seperti membunuh atau melukai orang lain, misalnya..."
Ia menjentikkan jari lentiknya di depan wajah cantiknya. "Sebab aku tidak tahu kapan aku akan kehilangan kontrol atas diriku sendiri."
Halilintar terhenyak, sungguh mengerikan bagaimana bisa (Y/n) mengatakan hal-hal seram seperti itu dengan santai seolah tanpa beban?
"Tentu saja." Halilintar menganggukkan kepalanya, "Aku akan mengikuti seluruh keinginanmu, aku janji."
"Walaupun aku memintamu untuk membunuhku?"
Eh?
Punggung wajah Halilintar memucat. Ini sungguh permintaan yang absurd.
Halilintar bangkit dari duduknya, dengan kesal ia mengambil dompetnya yang ada diatas meja, ini tidak lucu. Sungguh ini bukan yang pantas untuk ditertawakan. Ia merasa bangga dengan image dingin khasnya terinjak-injak. "Ini tidak lucu Nakashima!"
[ a/n : nakashima itu marga kalian sebelum menggunakan marga kaito ]
Iris whitish black gadis itu melebar ketika ia mendengar nama belakang yang telah ia kubur selama bertahun-tahun kembali teringat oleh Boboiboy Halilintar.
"Tch, jangan panggil aku Nakashima! Sudah ku bilang kan? Nakashima (Y/n) sudah mati. Yang ada dihadapanmu sekarang adalah Nakayama (Y/n), kau mengerti?!"
Pemuda tampan itu hanya memandang (Y/n) dengan tatapan yang sulit di artikan. "Bagiku kau tetaplah Nakashima (Y/n)."
Lalu Halilintar dengan langkah cepat berjalan ke kasir untuk membayar. Meninggalkan (Y/n) yang masih sedih.
Ketika manik whitish blacknya tak dapat lagi melihat bayangan punggung tegap Halilintar, air mata keluar begitu saja membasahi pipinya. Sungguh, gadis itu bahkan tidak mengerti mengapa ia menangis.
Apakah ia takut jika Halilintar meninggalkannya sama seperti Kaito? Kenapa? Bukankah ia benci pemuda sialan yang telah menghancurkan dirinya dulu?
(Y/n) hanya menatap kosong keluar jendela, liquid bening masih mengalir dari matanya. Apakah akan lebih baik jika waktu itu ia saja yang pergi?
Apakah akan lebih baik jika saat itu ibunya berhasil membunuhnya?
"...."
.
.
Tuk tuk tuk
"Cih, menyebalkan!" (Y/n) terlonjak ketika ia menyadari Halilintar sudah kembali berada di hadapannya sekarang. Dari berkeringat yang menguras pelipisnya dan napasnya yang sedikit tersengal, ia tahu bahwa pemuda itu berlari dengan tenaga hingga bisa sampai disini.
"Kenapa kau kembali?" tanya (Y/n) pelan, suaranya terdengar serak karena habis menangis.
"Kau itu bodoh atau apa sih?" Halilintar dengan tidak sabar menarik (Y/n) ke dalam pelukannya. Sedangkan sang gadis hanya terdiam. Ia sangat tidak ingin Halilintar melihatnya dalam kondisi terlemahnya seperti sekarang ini.
"Le-lepaskan aku Halilintar, aku tidak ingin kau melihatku seperti ini."
Namun kata-katanya membuat motivasi Halilintar semakin erat. "Tidak akan, aku sudah berjanji padamu."
Tanpa sadar wajah mereka menyadari ketika menyadari hampir semua pengunjung kafe memperhatikan mereka, "Ayo pergi." Halilintar menarik lengan (Y/n) menuju keluar.
"Boboiboy Halilintar... kenapa kau peduli padaku?" tanya (Y/n) seraya memandang keluar jendela dengan tatapan kosong
"Bodoh, aku kan sudah meminjam padamu." Halilintar berkata tanpa menatap gadis itu, lebih fokus memandang jalanan yang ada di hadapannya.
"Hmph, bagaimana kalau kubilang semua kutipanku di cafe tadi hanya bercanda?"
"Tak apa, aku akan menganggapnya serius."
"Kau..." (Y/n) seperti kehilangan kata-kata dengan ucapan Halilintar barusan.
"Sudahlah, lupakan saja."
"Aishiteru, (Y/n)..." kata-kata Halilintar terdengar sangat mantap. Tak ada keraguan sedikit pun di dalamnya.
"Kau?" (Y/n) menatap Halilintar
tidak percaya, "Jangan bercanda."
"Aku serius. Selama ini aku ingin mengatakan hal itu. Kau tak tahu betapa tersiksanya aku saat melihatmu menderita, kau tak tahu betapa cemburunya aku saat kau menceritakan Kaito ketika kau hilang kesadaran, dan saat kau mencintai pemuda itu selama delapan tahun." balas Halilintar
"Ck, jangan buat aku berharap lagi Halilintar! Aku bukan lagi gadis bodoh yang gampang kau tipu seperti dulu."
"Aku tidak pernah menipumu (Y/n)."
(Y/n) hanya terdiam... perasaannya kini bercampur aduk. Entah kenapa ia merasa ada sedikit perasaan bahagia, heran, curiga, kesal, sedih, cinta dan berbagai perasaan lain yang ia tidak ketahui bercampur menjadi satu.
"Hentikan mobilnya, turunkan aku Halilintar." perintah (Y/n)
"Tidak akan."
"Kau sudah berjanji, akan menuruti semua keinginanku kan?" Suara (Y/n) terdengar sedikit bergetar, "Sekarang cepat turunkan aku!"
"Tch!" Halilintar dengan terpaksa menepikan mobilnya dan membiarkan (Y/n) membuka pintu mobilnya.
"Jangan temui aku sebelum aku meneleponmu." perintahnya singkat.
"Tapi..."
"Diam dan turuti kata-kata ku Boboiboy Halilintar!"
Halilintar dengan kesal menutup kembali jendela mobilnya dan menginjak pedal gas dengan tidak sabar. Meninggalkan (Y/n) yang berdiri seorang diri di tepi jalan raya.
"Ini yang terbaik." Gadis itu menghela nafas
"Kau hanya akan menghancurkan hatiku lagi... sebaiknya kau tidak menghabiskan waktumu hanya untuk diriku... Hali-kun"
.
.
.
.
TBC
Maaf lama up
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top