You Or You --10
Malam ini Dinda masih terbaring lemas akibat hari pertamanya datang bulan. Sembari menunggu Rangga membeli pembalut, Dinda membaringkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Film tengah malam dari televisi yang menyala tak sedikit pun menghalau rasa melilit di perutnya.
Dengan sengaja Dinda melapisi celana dalamnya dengan sapu tangan yang dijemur Rangga di dalam kamar mandi sebagai pengganti pembalut yang belum datang. Tentunya tanpa sepengetahuan Rangga. Bisa-bisa setelah Rangga tahu kebenaran fungsi darurat sapu tangannya saat Dinda mengembalikan, sudah pasti akan merasa jijik. Sebaiknya dirahasiakan saja, toh Dinda berjanji pada diri sendiri akan menggantinya dengan yang baru.
Rangga datang dengan kresek putih bergambar logo sebuah mini market. Dikeluarkanya benda titipan Dinda dengan cepat. Menunjukkan pada gadis itu apakah benda tersebut sesuai dengan yang diharapkanya. Aggukan Dinda membuat Rangga tersenyum puas.
Selesai mengenakan pembalut, Dinda pamit pulang ke rumahnya tak lupa berterima kasih pada Rangga. Sesampai di rumah ia keluarkan sapu tangan darurat dari rumah Rangga dan dilempar ke dalam tempat cucian kotor. Hari masih begitu dini hingga Dinda memutuskan melanjutkan tidur.
♡♡♡
"Selamat Pagi, Bu Dinda," sapa seseorang pada Dinda yang baru saja melenggang masuk ke kelas.
"Iya, selamat pagi juga. Maaf saya baru datang." Dinda mempersilahkan duduk seorang Ibu yang tengah menunggunya.
Kedua orang itu tampak larut dalam percakapan mengenai perkembangan salah satu anak didik yang beberapa hari ini seringkali membuat ulah. Dinda sebagai wali kelas sengaja mendatangkan orang tuanya untuk mendiskusikan permasalahan Rasya, nama anak tersebut yang memang baru satu minggu pindah ke sekolah Dinda.
Selesai dengan solusi yang diambil, wali Rasya undur diri sedangkan Dinda bersiap masuk ke kelas. Saat kakinya melangkah menuju kelas, tak sengaja ia melihat ke arah pintu gerbang. Di sana ada wali Rasya tengah berbincang dengan seorang laki-laki di samping mobil yang tak asing bagi Dinda. Sesekali laki-laki itu mengusap pucuk kepala perempuan itu. Keduanya tertawa seakan begitu dekat hubungan mereka.
Dinda mengernyitkan dahi mencoba memastikan jika laki-laki itu adalah orang yang ia kenal. Dan benar saja penglihatan Dinda memang awas. Tak dipungkiri jika laki-laki itu adalah Denis. Lalu apa hubungan mereka? Bukankah Denis belum menikah? Kalau keponakan, tapi Adel tidak begitu akrab juga dengan Rasya saat di kelas.
Kedekatan keduanya seketika membuat dada Dinda sesak. Cemburukah ia? Entahlah Dinda pun tak bisa memastikan. Tak bisa dielak jika seorang Denis memiliki hubungan spesial dengan perempuan cantik. Apalagi Dinda dan Denis hanya berteman. Tidak lebih!
Bingung dengan pikirannya yang berkecamuk membuat Dinda membuang pertanyaan tanpa jawaban dan segera menuju kelas memulai paginya dengan tawa riang anak-anak.
♡♡♡
"Kalian belum dijemput?" Setengah jam setelah bel berbunyi dan sekolah sudah tampak sepi namun, Rasya masih terlihat bermain ayunan bersama Adel.
"Sebentar lagi, Bu, nunggu Uncle De yang jemput." Adel menjawab sedangkan Rasya masih acuh seperti biasa.
"Lalu Rasya?" Dinda mencoba mengajaknya berbicara. Sejak kepindahannya di sekolah ini, sikap Rasya begitu pendiam dan sorot matanya seakan membenci lawan bicaranya.
Rasya masih tetap diam sedangkan Adel yang berada di sampingnya menoleh ke arah Rasya sebentar, kemudian menjawab pertanyaan Dinda.
"Rasya pulang bareng Adel, Bu."
Mama Rasya yang terlihat muda dan cantik begitu akrab dengan paman Adel. Apa hubungan mereka sebenarnya?
Dinda ingin bertanya lebih lanjut namun, Kepala Sekolah sudah terlebih dahulu memanggilnya. Dengan menyimpan tanya, Dinda pun pergi meninggalkan kedua anak didiknya menuju ruang kepala sekolah.
"Besok ada guru baru yang akan menjadi partner kamu," beritahu Ibu kepala sekolah yang bisa diiakan oleh Dinda. Dalam hati ia merasa senang karena akan memiliki teman dalam satu kelas. Partner Dinda sebelumnya sedang cuti hamil dan kemudian tidak melanjutkan mengajar kembali.
♡♡♡
Esoknya guru baru yang bernama Meilin sudah berada di kelas bersama Dinda. Perkenalan dengan murid-murid membuat suasana gaduh karena Meilin sosok humoris, hingga semua anak-anak terpingkal-pingkal dengan gaya perkenalan Meilin.
Meilin orang yang ceria, mudah bergaul dan cepat menangkap informasi yang Dinda berikan. Meilin baru saja menamatkan kuliah jadi, umur Meilin dan Dinda tidak terpaut jauh. Keduanya tampak begitu akrab. Dan tanpa sungkan sehari mereka baru berkenalan membuat satu sama lain merasa cocok.
"Naik angkot?" tanya Mei saat melihat Dinda berdiri di depan sekolah. Mei yang tampak sedang mengendarai motor seketika berhenti melihat Dinda sedang berdiri di tengah terik matahari.
"Iya lah. Masak naik pesawat?"
"Hehehe, kirain mau naik awannya Sun Go Kong," kekeh Mei menimpali candaan Dinda.
Keduanya sudah begitu akrab hingga perilaku formal tak dihiraukan, mengingat saat ini sudah di luar jam mengajar.
"Bareng aku aja. Rumahmu searah kan?" Melihat tawaran Mei langsung diangguki oleh Dinda, lumayan irit ongkos. Biasanya Dinda akan lebih dulu pulang karena ia harus segera mengajar les privat dan meninggalkan Mei menunggu semua anak dijemput.
Sesampai di kontrakan Dinda, Mei dipersilahkan masuk. Tanpa sungkan Mei masuk dan melihat-lihat seluruh bagian rumah Dinda.
"Tinggal sendiri enak nggak?" tanya Mei sembari menerima air putih dari Dinda. Meneguknya hingga tandas.
"Ya enak nggak enak. Mau gimana lagi, aku juga orang perantau. Nggak punya saudara juga di sini." Dinda menghampiri Mei yang duduk.
"Cari suami orang sini aja, biar numpang di rumahnya. Nggak sendirian dan merana begini."
"Emang kamu kira cari suami kayak cari ikan, tinggal pancing?"
"Ya sama aja sih, tinggal pancing pake kedip-kedip mata ... nyangkut deh!"
"Enak aja kalau ngomong. Kayak kamu udah berhasil dapat suami aja!"
"Tenang, udah ada target. Tinggal pake santet semua beres."
Keduanya tertawa. Pembawaan Mei yang menyenangkan membuat Dinda cepat akrab dengan Mei. Mereka berdua berbincang tentang keluarga masing-masing. Saat waktu Dhuhur tiba, mereka salat berjamaah.
Untung saja Dinda tidak ada les privat karena si anak sedang ada acara ulang tahun temanya dan meliburkan diri dari jadwal les.
Karena capek mereka pun terridur. Dinda tidur di kamar sedangkan Mei tertidur di sofa sembari menikmati televisi.
Kumandang Asar membuat mereka terbangun. Keduanya kembali berjamaah. Mandi bergantian dan melanjutkan obrolan curhat yang masih bersambung tadi.
"Kamu tunggu bentar di sini, aku mau masak."
Merasa perutnya melilit karena sedari tadi mereka belum makan.
Dinda pun segera memasak bahan makanan yang tersedia di lemari es miliknya. Sedangkan Mei menunggu sambil menonton TV.
Tak berapa lama Dinda selesai dan menyajikan masakanya ke piring. Nasinya juga sudah matang di rice cooker. Hendak dipanggilnya Mei di ruang tamu yang sedari tadi terdengar orang bercakap-cakap. Mungkin suara televisi batin Dinda.
Dinda melangkah ke arah ruang tamu. Betapa kagetnya ia mendapati Mei sedang berbincang akrab sambil saling lempar senyum dan sesekali Mei mencubit lengan Rangga yang ditanggapi dengan kekehan.
Sesak ... lagi.
Seakan ada perasaan tak rela melihat keakraban mereka berdua yang baru saja bertemu. Di rumahnya pula, ia mendapati keduanya akrab dan mesra seakan sudah bertahun-tahun kenal.
Mei yang merasa diperhatikan langsung menoleh ke arah Dinda.
"Udah masaknya?" tanya Mei menatap ke arah Dinda berdiri. Rangga pun mengikuti arah pandang Mei
"Udah. Ngapain kamu di sini, Ngga?"
"Nemenin cewek cantik yang sendirian." Sambil melirik Mei, sedangkan Mei yang dilirik malah menimpuk kepala Rangga dengan koran yang tadi dibawa laki-laki itu. Dinda yang melihat keakraban keduanya lagi-lagi melengos pergi tak ingin merasakan sesak yang tiba-tiba merasuk di hatinya.
"Din, aku balik dulu!" teriak Rangga tanpa dihiraukan Dinda.
Ia cemburu, mungkin.
Pada Denis yang begitu akrab dengan mama Rasya. Pada Rangga yang dengan mudahnya membagi tawa pada Mei. Seyogyanya mereka baru saja kenal.
_________
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top