The Scapegoat! (4)
Merujuk pada brosur yang selalu dibagikan oleh setiap kota agar ada orang asing mau berkunjung ke tempat mereka, Ischar pada dasarnya tidak menawarkan apapun selain motto klise abad 20: 'Jadilah apapun di kota besar.'
Ayahnya juga mengatakan hal yang sama di makan malam Sabtu itu, tepat setelah Ken memprotes kenapa mereka harus tiba-tiba pindah. "Ischar kota yang besar, kau dan kita semua akan menyukainya."
Ken tidak pernah berharap untuk meninggalkan tempat kelahirannya, dan pergi ke kota besar sama sekali tak ada dalam daftar keinginan yang harus terwujud sebelum mati. Namun, ayahnya sudah mati-matian mendapatkan promosi itu.
Jadi dua hari kemudian mereka akhirnya pindah, meninggalkan seluruh kenangan yang sudah Ken buat selama 15 tahun terakhir. Kota itu memang sangat besar dan luas, tetapi di sekitar rumah barunya ada lebih banyak hutan lebat. Sebelum kemudian ayahnya lagi-lagi berusaha memperbaiki situasi. "Hutan itu kosong. Tak ada hewan apapun di dalam sana yang tersisa."
Justru karena itulah Ken semakin menganggapnya membosankan. Lebih berharap akan ada satu binatang buas tersisa yang mungkin saja mau menyerang seseorang di area perumahannya. Ibunya sendiri selalu berkata mengenai kehidupan baru dan bagaimana seseorang harus siap untuk menghadapinya.
Seperti ketika Ken akhirnya menemukan sekolah barunya, North Ischar High. Tepat di pintu depan setelah mengenakan topi merah muda favoritnya, ibunya memegang kedua pundak Ken sembari berkata, "sekolah baru, dan kehidupan baru, kau harus siap Ken."
Lalu tahun Sophomore Ken di mulai seakan dia masih Freshman, karena segalanya memang serba baru. Tanpa ada siapapun yang dikenal, tanpa pengetahuan tentang sekolah tersebut, terlebih tak punya banyak informasi tentang kota Ischar.
Jadi setelah kelas terakhirnya selesai dengan melelahkan—Ken harus memperkenalkan dirinya dan menjawab alasan mengapa mengenakan topi tersebut—dia pergi ke papan pengumuman dan menemukan denah sekolah serta sebuah brosur lama untuk promosi kota Ischar yang berisi peta.
"Hei ...." Lalu seseorang memanggilnya. Awalnya Ken ragu dan berpikir gadis itu memanggil orang lain, tetapi dia masih berdiri di sampingnya dan seakan menunggu Ken membalas.
"Hei ...?" jawab Ken setengah canggung.
"Aku baru melihatmu di sini. Murid baru?" kata gadis itu, dan Ken hanya mengangguk. Remaja itu jujur tak terlalu baik dalam bergaul. Di sekolah lamanya pun temannya lah yang menemukan Ken, bukan sebaliknya.
"Jadi, siapa namamu?" dan Ken pikir gadis ini pasti juga sama. Gadis ini menemukan Ken.
"Ken." Cowok itu mengacungkan tangan, dan akhirnya mereka bersalaman. "Ken Jackson."
"Gina Sage, dan senang bertemu denganmu, Ken si Topi Pink. Kau sungguh menarik perhatian semua orang di sekolah ini."
Ken melirik ke atas dahinya, dan tertawa pendek karena hal tersebut. "Ya. Ini hadiah dari ibuku. Aku hanya tidak bisa melepasnya."
Gina ikut terkikik karena hal tersebut. Baginya lucu saat melihat ada laki-laki yang mengenakan sesuatu berbau feminim. Meski kesan pertama yang dia rasakan adalah sebaliknya, terutama dari bahu yang rata dan otot lengan yang lumayan itu, kurang lebih sama seperti sahabatnya sendiri.
Lalu gadis itu melirik brosur di tangan Ken yang satunya, dan segera menyimpulkan. "Kalau butuh tur, aku bisa membantu."
"Tur?"
"Kau bukan dari Ischar, kan?" tanya Gina, dan langsung membuat Ken tertegun sehingga hanya bisa mengangguk lagi. "Mau berkeliling kota?"
Tentu saja gadis ini baru saja mengajaknya jalan-jalan, tetapi apa itu pilihan yang bagus? Dia bahkan belum seminggu di sini, dan tak ingin membuat masalah apapun bersama seorang perempuan yang baru dikenalnya dua menit lalu.
"Apa ... hanya kita berdua?" tanya Ken kembali canggung, dan sontak saja Gina tertawa lebih keras.
"Tentu saja tidak, maksudku aku punya teman dan dia akan sangat senang mengajakmu berkeliling."
Entah mengapa Ken merasa lega, dan sementara dia bertanya siapa teman yang Gina maksud, orang itu muncul sedetik kemudian. Dalam setelan jaket biru tua, hampir senada dengan rona di rambut hitamnya.
"Hei, Gina ...," ucap laki-laki itu yang langsung merangkul Gina.
"Neal! Baru saja kami membicarakanmu. Ken, ini teman yang aku katakan itu." Bagi Ken mereka tidak tampak seperti teman, atau mungkin Gina memang hanya menganggapnya teman saja. Bagaimanapun mereka akhirnya saling berkenalan. "Anak ini baru saja pindah dan butuh tumpangan untuk berkeliling kota."
"Tidak! Maksudku, aku punya mobil, aku tidak butuh tumpangan." buru-buru Ken membenarkan.
"Kalau begitu lebih bagus lagi. Jalan-jalan dengan dua mobil," tambah Neal dan mengambil kunci di sakunya. "Selamat datang di Ischar, tapi kuingatkan padamu jangan banyak berharap dengan kota ini. Di Utara hanya ada hutan-hutan kosong, pusat kota mungkin lebih baik tetapi yang paling terkenal adalah taman kota dengan rumah kaca dan struktur yang aneh-aneh, lalu lebih jauh ke Selatan di perbatasan kota, kau akan menemukan jurang."
Lalu di sinilah semuanya di mulai. Ketika Ken berhasil menemukan dua teman barunya. Seperti kata ibunya, kehidupan baru. Ken tersenyum merekah karena tahu kehidupan baru ini akan menyenangkan bersama kedua teman barunya itu.
***
Sebelum Ken memasuki ruang serba putih tersebut dengan sebuah pisau mentega, Furler menanyakan satu hal. Siapa Neal bagi Ken? Teman? Musuh? Atau mungkin hanya orang asing yang mengganggu? Remaja itu tak menjawab, karena ketiganya memang sangat menggambarkan laki-laki itu.
Bagaimana pun, tak ada jawaban yang benar-benar penting karena Neal menemui ajalnya hari ini, dan itu terjadi tiga puluh menit lalu. Saat ini Ken hanya duduk terdiam, bersandar di dinding sembari menatap kosong tubuh Neal yang digenangi darahnya sendiri.
Meski begitu kepalanya cukup penuh. Dia membandingkan mayat Neal dan ayahnya sendiri. Mereka tewas di tangan Ken, tetapi mana yang paling mengerikan bentuknya setelah mati?
Remaja itu baru menyingkir setelah Nen datang dan memintanya untuk membersihkan diri. Karena bukan hanya di lantai, darah Neal memenuhi hampir seluruh pakaiannya.
Jadi Ken akhirnya mandi. Membiarkan darah-darah itu meleleh dan mengalir jatuh ke saluran pembuangan. Pemandangan yang sekali lagi mengingatkannya saat pertama kali Ken menghabisi nyawa seseorang. Lagi pula tidak mungkin Ken melupakannya, dan setelah membunuh Neal, sudah ada lebih dari satu orang tewas yang tersimpan di dalam kepalanya.
Ken membenamkan diri cukup lama. Memikirkan lebih banyak hal. Terutama Neal yang telah mati. Masih mempertanyakan satu hal, kenapa dia membunuh Neal? Karena merundungnya, karena menyebarkan video yang kemudian menghancurkan seluruh hidup Ken sekali lagi?
Pada kenyataannya Ken ingin agar Neal mengaku. Ken yakin kalau selama ini laki-laki itu lah yang sebenarnya memperkosa Gina karena waktu itu dia tahu kalau Ken tak bersalah atas bukti-bukti yang polisi miliki.
Dia yakin kalau Neal lah yang membuat rekaman video palsu tersebut dan menyebarkannya ke seluruh Ischar High, tetapi sekarang dia ragu. Neal memang mengakui satu hal, tetapi hanya alasan mengapa dia tidak ingin percaya pada Ken. "Alasan yang bodoh," gumam Ken sekali lagi.
Tetapi apakah memang Neal yang menyebarkan video tersebut? Apakah memang bukan dia yang memperkosa Gina? Apakah memang Neal pantas mati hari ini? Ayahnya pantas mati karena alasan yang jelas, tetapi sekarang Ken bahkan tak tahu apa alasan yang tepat untuk menghabisi nyawa Neal yang pada dasarnya sudah tak bernyawa.
"Rambutmu lebat juga ...." Ken yang masih dalam dunia penuh tanya itu seketika berbalik, menemukan Nen di balik pintu tengah bersedekap. Ken ingin saja protes, tetapi energinya sudah cukup banyak terbuang, jadi dia tak mengatakan apapun. Lalu Nen melanjutkan, "temui aku di ruang monitor setelah ini."
Nen langsung pergi. Ken tanpa sengaja melirik cermin di dekatnya, dan menyadari ucapan pria itu memang benar. Selama ini Ken tidak begitu memperhatikan karena selalu menggunakan topi, tetapi helai-helai rambutnya memang semakin panjang saja. Dia memutuskan akan memotongnya setelah ini.
Ketika akhirnya selesai mandi, Ken masih berada di kamarnya, berpikir akan mengenakan apa. Pakaiannya kotor, dan satu-satunya yang tersisa adalah milik orang lain. Tentu saja bukan punya Nen, atau Aster, apalagi James.
Pakaian itu milik Neal. Kaos oblong, jaket biru tua, dan celana jeans. Ken tak sudi untuk mengenakannya, tetapi pada akhirnya harus menjilat ludah sendiri dan memilih untuk memakai celana tersebut.
Jadi bertelanjang dada Ken bergegas ke ruang monitor, tetapi masih tertahan saat baru keluar dari kamar setelah bertemu dengan pria tua yang baru dilihatnya hari ini. Terlihat seperti pria bermartabat dengan setelan jas tuxedo, topi tinggi, dan bahkan tongkat kayu. Tampil juga senyum merekah di wajahnya.
"Selamat datang, anak muda," ucap pria itu, sebelum kemudian menghilang dari lift.
Apa dia yang disebut Mr. Lam? Atau mungkin orang lain? Ken tak terlalu lama memikirkannya.
Dia sampai di ruang monitor dengan keadaan yang sedikit kacau. James membuka hampir semua laci dan akhirnya Ken tahu anak itu tengah mencari headphone yang tidak pernah ditemukannya. Furler yang pertama kali menyambut Ken di dalam sana, dan wanita itu langsung memintanya duduk, tetapi Ken tidak tahu harus duduk di mana.
Sementara Nen dengan wajah memerah bersenandung dalam suara yang sumbang, berputar-putar di dalam sana dan membuat James sekali lagi berusaha menahan pria tersebut agar tak menumpahkan botol sake di tangannya ke salah satu monitor.
"Jangan khawatir, ini saat di mana semuanya akan sangat lucu," jelas Aster, yang juga minum, tapi tak semabuk Nen.
"Ini bahkan belum sepuluh menit, dia sudah teler seperti itu?"
"Dia memang begitu, kalau beruntung kau akan mendengarnya merengek. Pernah sekali dia memohon-mohon dengan terus-terusan menyebut nama Mr. Lam. Omong-omong, kau bertemu dengannya di luar?" sambung Aster, dan Ken hanya mengangguk. Ternyata benar dia Mr. Lam.
"Ken! Akhirnya—hicc—kau datang," ucap Nen, baru sadar Ken sudah di sana sejak tadi. "Saatnya merayakan ini ... anak muda ... kau menghasilkan enam puluh juta—hicc—dengan menyiksa remaja malang itu."
Enam puluh juta. Ken tidak salah dengar. Dia menyiksa Neal dengan sebuah pisau mentega dan orang-orang aneh membayarnya enam puluh juta.
Nen maju sempoyongan lalu menyodorkan sake di tangannya, hingga akhirnya tumpah ke dada Ken. "Minumlah."
"Aku tidak minum!" kata remaja itu kesal.
Seketika Nen cemberut. "Kenapa? Kau sudah membunuh dua orang secara brutal ... dan kau masih takut dengan alkohol? Ayolah—hicc—jadi taman bermain sekali saja dan putar kincir ria itu."
Dengan meringis Ken menatap tiga orang tersisa yang masih waras di dalam sana. Furler menggelengkan kepalanya, Aster mengangkat bahu, sementara James mengatakan "jangan" tanpa bersuara.
"Minum! Aturan Dark Soul! Perintah setiap pemimpin adalah mutlak! Aku bosnya di sini!"
Pada akhirnya Ken menenggak minuman tersebut. Tidak seperti dugaannya, sake itu sedikit manis, lalu tenggorokannya mulai terasa hangat. Lalu entah mengapa tiba-tiba saja jadi panas, sehingga Ken langsung batuk dan memuntahkan seluruh minuman yang telah masuk ke dalam mulutnya. Membuat Nen tergelak dengan puas.
"Sangat lucu! Jadi kau hanya memanggilku ke sini untuk minum-minum?!"
Masih tertawa, Nen maju untuk merangkul remaja itu. "Ayolah, santai dulu sebentar. Kau baru saja bergabung dalam dunia Dark Soul yang gelap dan ... apa, yah, aku lupa ... tapi buat dirimu nyaman ... kau harus tahu, aku melakukan segala cara agar kau mau bergabung dengan kami."
Ken tidak lagi tertarik akan apa yang Nen ucapkan, tetapi kalimat terakhirnya itu langsung membuatnya penasaran. "Segala cara?"
"Tentu saja—hicc—aku tidak mau anak buahku dibunuh Lam, atau aku kembali ke pusat Dark Soul ... tetapi James yang melakukan lebih banyak ... pesan spam, membuat video palsu, mencari informasi, dan—"
"Apa kau bilang?!" Langsung saja Ken melepaskan diri, lalu menatap berang pria itu. "Pesan spam?! Video palsu?! Jadi kau yang mengirimkan itu semua ke sekolahku?!"
Seisi ruangan seketika menjadi tegang, James langsung berbalik dan menolak menatap Ken. Sementara Aster bergegas bangkit, berusaha membuat remaja itu tenang. "Okey, seperti yang kubilang Nen hanya sedang mabuk, abaikan dia."
"Tidak! Jelaskan padaku apa maksudnya?!" tegas Ken dengan darah mendidih, tetapi Nen tak mengatakan apapun selain menenggak minumannya. Jadi dia beralih ke James, melesat maju dan langsung menarik kerahnya. "Apa itu benar?! Kau yang mengirim pesan spam itu dan membuat video palsu aku memperkosa Gina?!"
Mata James bergetar, ciut akan kemarahan Ken. "Itu—Aku hanya mengikuti perintah! Nen yang menyuruhku!"
"Lepaskan dia." Ken berbalik dengan rahang menegang. Bukan Aster yang berbicara, tetapi Nen. "Semua itu tidak lagi penting ... kau sudah ada di sini."
"Tidak penting! Semua pesan dan video itu menghancurkan hidupku dalam satu hari dan kau bilang itu tidak penting?!" Ken melepaskan James pada akhirnya, tetapi kini dia berderap maju untuk menghadapi Nen. "Tentu saja, kenapa aku sangat bodoh! Kau menjebakku! Kenapa, Nen?!"
Nen hanya tertawa. Semula memang pelan, tetapi kemudian tawa itu sangat nyaring sampai-sampai raut wajah Aster, Furler, dan bahkan James berubah. Seakan menyadari ada sesuatu yang akan terjadi, tetapi setelah itu Nen tak melakukan apapun selain berkata.
"Tidak usah memikirkan itu ... karena yang terpenting sekarang adalah kau harus membuang jasad Neal ... dan mencari satu orang lain untuk dibunuh bulan depan."
Lengan Ken turun dengan lemas. Dia tidak memikirkan itu, karena yang Ken duga setelah membunuh Neal maka semuanya akan selesai, tetapi sekarang dia tahu kalau ini benar-benar permulaan dari semuanya. Dia juga pikir Nen sudah selesai bicara, tetapi malah melanjutkan.
"Dan bulan depan ... dan bulan depan ... dan bulan depan lagi ... dan bulan depan lagi ...." Terus begitu, sampai dia pingsan sendiri karena alkohol.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top