Part. 9 - Pillow Talk.

Sera merebahkan diri di bantal yang sudah disusun tinggi sambil mendesah lega setelah aktifitas seharian itu yang cukup melelahkan. Setelah makan malam di salah satu kedai yang cukup ternama, Sera dan JC menuju ke hotel yang sudah dipesan JC. Bertepatan dengan adanya event lari itu, alhasil semua hotel yang mendekati area event sudah penuh dan Sera tidak mendapatkan kamar baru. Bahkan, pesanan kamar JC mendapat masalah dimana yang seharusnya adalah twin bed, tapi yang disediakan adalah king bed.

Merasa sudah lelah dan tidak sampai hati membiarkan JC harus mencari tempat lain meski pria itu tidak keberatan, tapi Sera tidak tega. Dia bersedia berbagi kamar dengan JC di kamar dengan satu ranjang itu.

"Aku akan tidur di sofa," ucap JC saat keluar dari kamar mandi seusai mandi.

Kening Sera berkerut. "Kenapa?"

"Kenapa?" tanya JC dengan ekspresi bingung yang sama.

"Ini kan ranjang bisa dipake berdua," ucap Sera sambil menunjuk sisi kosong ranjangnya.

JC tertegun, lalu tertawa pelan dan merangkak naik ke ranjang setelah menaruh handuknya di sandaran kursi untuk mendekat pada Sera.

"Aku nggak bisa behave loh," ucapnya dengan satu alis terangkat.

"Dan aku pikir kalau kamu bukan cowok yang gampangan hanya karena tidur bareng kayak gini," balas Sera mantap.

"Darimana kamu seyakin itu? Namanya cowok, otaknya selalu mesum," sahut JC langsung.

"Dan kamu bukan tipikal pemaksa kalau akunya nggak mau, atau siapapun yang jadi cewek kamu nggak mau," tambah Sera lagi.

JC mengulum senyum sambil menggeleng pelan dan berguling ke sisi yang kosong untuk mengatur bantal ke kepala ranjang, lalu ikut bersandar seperti Sera.

"Aku nggak nyangka kalau kamu bakalan seyakin itu sama aku. Apa kamu selalu percaya sama cowok seperti ini?" tanya JC kemudian.

"Buat kamu adalah pengecualian," jawab Sera sambil menoleh pada JC yang sudah menatapnya. "Aku bukan cewek yang anggap seks itu tabu, juga nggak merasa perlu tersinggung kalau ada cewek lain yang pahamnya beda sama aku soal seks dilur nikah karena itu adalah keputusan masing-masing individu. Cuma buatku, seks itu harus ada kata saling, juga butuh chemistry dalam lakuinnya."

"Apa kamu nggak merasa pengen lakuin hal itu sama aku?" tanya JC lagi.

"Ada, tapi nggak sekarang. Dan kupikir kalau kamu memang orang yang mesum, kamu udah pasti bakalan sembarangan perlakuin aku, tapi kamu nggak. Kamu termasuk behave kok karena kadang buat cium pipi aja pake permisi," jawab Sera sambil terkekeh.

"So, no sex for tonight?" tanya JC dengan nada iseng yang kentara.

"No," jawab Sera sambil tertawa. "Are you?"

"Kan udah dibilangin kalau otakku itu selalu mesum, jadi ada keinginan semacam itulah," jawab JC jujur. "Tapi kalau kamu nggak mau, apalagi lakuin hal itu hanya untuk bikin aku senang, aku juga nggak mau."

"See? Intinya harus ada kata 'saling' diantara kita, right?" celetuk Sera yang dibalas kekehan ringan dari JC.

"So, no sex? No cuddle and kiss at all?" tanya JC dengan niat untuk bernegosiasi.

Sera tertawa dan beringsut mendekat untuk memeluk JC yang langsung disambut dengan rengkuhan yang erat. "Cuddle is fine. Kiss also fine."

JC mengecup kening Sera ringan kemudian menaruh kepalanya tepat di atas kepala Sera sambil memejamkan mata dan menghela napas. "I feel so happy."

"My heart is full," balas Sera sambil memejamkan mata.

"Waktu kita masih sekantor, aku ada bersikap kayak gimana gak sama kamu? Misalkan ganjenin kamu gitu?" tanya JC kemudian.

Sera mengerutkan kening sambil mencoba mengingat momen-momen yang tidak terlalu diingat karena interaksinya dengan JC tidak terlalu sering. Hanya sekedar membahas pekerjaan, juga tidak pernah bercerita, dan sesekali menikmati makan siang bersama.

"Kayaknya nggak, kita bisa lebih deket setelah kamu resigned kayaknya," jawab Sera sambil mendongak bertepatan dengan JC yang menunduk untuk saling bertatapan.

"Oh ya?" balas JC.

"Emangnya kenapa?" tanya Sera kemudian.

"Lagi mikir kenapa kita bisa saling suka? I mean, kenapa kamu bisa suka sama aku? Dimulai darimana? Dan kapan?" balasnya.

"Aku juga nggak tahu. Kayak yang secara nggak sadar bisa suka aja gitu sama kamu. Trus kalau ketemu kamu, ya aku seneng aja. Kayak nggak ada beban, selalu ketawa aja walau kamu diem, trus juga sikap kaku dan kunonya kamu itu lucu banget. Jadi, aku malah sering mikirnya kok masih ada yah orang konvensional kayak kamu," ujar Sera dengan tatapan menerawang, lalu tertawa pelan saat mengingat momen yang menyenangkan itu.

"Aku kampungan banget?" tanya JC yang membuat Sera langsung menggeleng.

"Aku yang nggak percaya orang dengan penampilan kamu bisa secupu ini. Yang terlihat itu kamu brengsek, loh. Cocok banget jadi heartbreaker. Tapi kadang semesta itu suka ngelawak. Yang suka ngeluh, yang males kerja, kurang usaha, selalu menyalahkan keadaan, dan menimpakan kesalahan pada orang lain, cuma modal omongan manis, tampang nggak seberapa, jual cerita sedih buat dapetin belas kasihan malah jadi orang paling brengsek dan penjahat wanita banget, ckckck. Giliran kamu? Astaga! Mungkin anak SMP jauh lebih bandel dibanding kamu," jawab Sera tidak habis pikir.

"Aku nggak merasa kayak gitu," timpal JC dengan kening berkerut. "Dan cowok brengsek yang kamu sebutin itu bisa aku hajar habis-habisan kalau dia berani deketin kamu."

"Hidup kan udah ribet ya, orang kayak gitu juga bisa sebahagia apa sih lanjutin hidup setelah hancurin hidup orang? Jadi, biarin aja dia nikmatin hidup dengan jalan dan caranya kayak gitu," ujar Sera sambil meringis jijik dan memeluk JC erat.

"Ini yang aku bilang soal kita nggak bisa nyenengin semua orang," ucap JC kemudian. "Bahkan untuk orang kayak kamu aja bisa dijahatin, dimanfaatin, dan dibuat sakit kayak gitu."

Sera kembali mendongak. "So, I need some time. Nggak mudah buat keluar dari hal buruk semacam itu, juga aku nggak mau nantinya aku yang skeptis sama kamu dengan pikiran kalau kamu akan jadi salah satu orang kayak gitu dalam hidup aku, so..."

"Kamu nggak perlu mikir terlalu jauh," sela JC tegas. "I think bukan kewajiban kamu untuk bikin aku senang meski aku memang senang bareng sama kamu. Misalkan kamu nolak aku waktu minta kamu jadi pacar, it's fine. Mungkin aku belum bisa dapetin kamu, tapi kita nggak tahu untuk usaha berikutnya, right?"

Sera tertegun sambil menatap JC dengan penuh penilaian. Sorot mata JC yang dalam dan serius, ekspresi yang penuh perhatian tapi bukan belas kasihan melainkan pengertian. Sera tersenyum tanpa mengalihkan tatapan sambil mengeratkan pelukan di pinggang JC.

"Aku mau mencoba," ucap Sera mantap. "Sekalipun kamu nggak bilang suka sama aku, atau kamu nggak minta aku jadi pacar, juga misalkan kamu nggak tahu tentang aku yang suka sama kamu, aku nggak apa-apa."

"Gitu, ya?" balas JC dan Sera mengangguk.

"Expect nothing for a peaceful life," tambah Sera dan kali ini JC mengangguk setuju.

"Yes, not that I don't have any good intention, especially this relationship, Sera. Tapi aku lebih fokus pada tujuan hidup dengan kamu yang mendampingi aku nantinya. Kita hidup nggak melulu soal cinta, apalagi janji manis dengan segala macam bentuk perhatian lewat prioritas yang ujung-ujungnya jadi tuntutan. Aku mau kita lebih realistis, sebab dalam hidup, sebelum kita ketemu, kita punya prioritas masing-masing," ucap JC serius.

"Aku nggak minta kamu untuk harus selalu perhatian sama aku. Aku juga maunya kita sama-sama bisa mengisi satu sama lain, saling mendukung untuk tujuan hidup yang udah pasti beda, juga mengerti kalau ada diri sendiri yang lebih utama ketimbang pasangan," tukas Sera.

JC dan Sera saling melempar senyuman penuh kasih. Tidak mudah untuk merasa jatuh cinta, juga sulit untuk menaruh rasa kagum pada seseorang dan membutuhkan waktu yang cukup lama bagi Sera dalam menerima orang lain dalam hidupnya. Dalam hal ini, JC, yang sudah dikenalnya cukup lama dan baru memberanikan diri untuk terbuka tentang rasa yang dimiliki.

Terkadang, Sera paham jika bukan situasi atau keadaan yang diubah, melainkan rasa dalam hati yang perlu diperbaiki. Memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan tentang percintaan bukan hal yang mudah untuk dilaluinya tapi justru membuatnya jauh lebih waspada terhadap siapa yang sedang berhadapan dengannya.

Bersama JC, Sera menjadi diri sendiri seperti dirinya di depan keluarganya sendiri. Yang artinya, JC sudah seperti orang dalam yang setara dengan keluarganya. Dia tidak perlu mencari topik pembicaraan saat berhadapan dengannya karena keduanya sudah terhubung begitu saja lewat percakapan yang berkualitas.

Bahkan, saat Sera tidak tahu apa yang perlu dilakukan, seperti misalnya salah tingkah di hadapan JC, pria itu hanya memberi ekspresi datar dan tidak membahas sikapnya. Begitu juga sebaliknya.

"Besok aku akan keluar pagi-pagi ya, jadi jangan kaget kalau besok kamu bangun, akunya nggak ada," bisik JC hangat sambil membelai kepala dan mengusap punggung Sera naik turun.

Mengeratkan pelukan, Sera mendongak dan langsung mendapatkan kecupan ringan di bibirnya yang membuat Sera terkekeh pelan. Menatap JC selama beberapa saat, Sera mengarahkan satu tangan pada tengkuk JC dan menariknya agar pria itu semakin menunduk agar bibir keduanya bertemu dalam ciuman.

Bertukar ciuman dengan lidah yang saling bertautan dan pelukan yang mengerat, baik JC dan Sera menikmati momen kebersamaan itu, kemudian terlelap dengan tubuh yang saling berangkulan. 



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Aku tulis cerita ini nggak
berenti senyum.
Kayak berbunga2 aja gitu tanpa alasan dan berpikir kalau delulu itu asik. 😄

So, aku dalam proses revisi Noel untuk bisa aku masukkan ke Playbook, sembari menulis Ashton dan Rara.
Produktif halu banget ya? 😂

Untuk informasi tentang lanjutan cerita, biasanya aku suka info di IG.
Jadi, kamu bisa cari aku di IG @shiwenliu atau Liza di @cs_writers.

I purple you. 💜
10.01.23 (22.00)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top