Part. 7 - Law of Conservation of Energy

Nggak tahu kenapa ya aku kalau disini ngegas banget idenya haha.

Halo, kuharap kalian baik2 saja.
Happy reading. 💜


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


"Lu nggak curiga kalau dia main tembak gitu aja tanpa basa basi?" tanya Maia dengan nada penuh curiga saat Sera memberitahukan perihal kelanjutan hubungannya dengan JC.

"Justru yang perlu gue curigain adalah yang penuh basa basi," jawab Sera langsung.

"Goblok! Lu kasih dia usaha dulu dong, kok dengan gampangnya lu terima?" omel Maia gemas.

"Selama pacaran bisa dilihat usahanya sampe sejauh mana," ucap Sera santai.

"Terbalik! Kita harus liat effort cowok dari pendekatan itu! Masa cuma diajak kuar sekali, udah langsung mau aja!" tambah Maia semakin menggebu.

"Buat gue, pendekatan itu semacam kamuflase yang berbalut hal yang indah dan manis buat ditunjukkin supaya kita mau sama dia. Kasus gue itu beda. Gue sama dia udah kenal lama, temenannya udah kelamaan sampe udah cukup tahu satu sama lain. Kurang lebih sih. Makanya gue nggak pake mikir, langsung terima aja," ucap Sera lagi.

"Tapi nggak langsung main iya dong! Lu dikit-dikit pake hati sih!" sewot Maia.

"Nggak pake hati sih, cuma lebih ke masuk akal aja buat gue untuk terima dia saat ini supaya nggak buang waktu lebih banyak," ujar Sera.

"Maksudnya?"

"Gue hargai niat JC untuk kasih gue kepastian since kalau cuma sekedar pedekate atau deket tanpa status, itu bikin persepsi jadi beda. Lagian juga, niatnya gue bukan main-main, dia pun gitu," jelas Sera tanpa ragu.

"Hallah, basi! Hari gini, status udah nggak penting. Buat apa status kalau ujung-ujungnya nggak sejalan? Orang tuh disatuin dulu arahnya, tujuannya, baru bisa bareng. Nggak yang bareng dulu baru diliatin arah sama tujuannya," tukas Maia sambil bersidekap.

Sera mengerutkan kening sambil menatap Maia heran. "Kenapa lu sewot banget sih? Kalau lu lagi deket sama orang atau jadian sama cowok, gue nggak pernah kepo."

"Karena gue sangat tahu apa yang gue lakuin perihal cowok. Tapi kalau lu? Lu itu selalu gagal dan ujung-ujungnya dikerjain plus dimanfaatin! Itu yang gue nggak rela," balas Maia tegas.

Sera bersandar sambil menyilangkan kaki dan bersidekap menatap Maia dengan penuh penilaian.

"Jadi, lu maunya gue gimana? Peruntungan gue soal cinta memang nol besar, tapi gue nggak bisa menghindar dari rasa suka gue sama JC. Jadi, waktu dia minta gue jadi ceweknya, gue terima karena gue hepi," ucap Sera kemudian.

"Gue nggak mau lu terlalu impulsif," ujar Maia sambil menarik satu kursi agar bisa duduk tepat di depan Sera. "Gue juga nggak mau lu dijadikan pilihan terakhir saat dia nggak punya pegangan. Lama atau nggaknya hubungan pertemanan itu nggak menjamin soal bener atau nggaknya orang itu sendiri."

"Gue tahu, tapi gue hepi waktu sama dia, Maia. Gue lagi hepi banget loh sampe cerita sama lu dan jadiin lu sebagai orang pertama yang tahu. Bahkan, gue kudu berterima kasih sama lu yang maksain gue buat janji temu sama temennya waktu itu sampe kita ketemuan secara kebetulan dan makan bareng," ucap Sera menjelaskan.

Maia terdiam sambil menatap Sera dengan penuh penilain. Alisnya mengerut, hidung kembang kempis, dan bibir cemberut, pertanda bahwa Maia semakin tidak menyukai penjelasan Sera. Mereka saling bertatapan, sampai akhirnya Maia berdecak kesal dan mengacak rambutnya sendiri.

"Gini deh, kalau JC berani mainin lu, kasih tahu gue! Biar gue gunting keong-nya!" desis Maia dan sukses membuat senyum Sera melebar.

"Gue janji," balas Sera sambil melebarkan tangan untuk berhambur dalam pelukan dengan Maia.

"Meski lu nggak lagi jomlo, tapi gua nggak rela," ucap Maia sambil menarik diri dan menatap Sera. "Kenapa sih harus dia? Kayak nggak ada cowok lain aja."

Sera tertawa pelan. "Nggak tahu kenapa. Yang paling jelas sih dia nggak suka basa basi dan gaslighting orang."

"Hmm, kalau sampe jadi, maybe kalian bisa jadi duo kampret yang bisa saling mengerti dan maklum dengan keadaan masing-masing," ujar Maia.

Sera hanya tertawa mendengar penilaian Maia. Dalam hidup, Sera bersyukur diberikan teman yang begitu mengasihi dan melindunginya. Jika terjadi sesuatu padanya, maka temannya segera membantunya dalam melewati masa sulitnya.

Menjalin hubungan dengan JC pun tidak ada yang berbeda. Sama sekali tidak ada. Yang berbeda hanyalah waktu di malam hari setelah jam makan malam dimana JC akan menghubunginya lewat telepon dan berbincang tentang hari itu.

Sesekali, mereka melakukan janji temu untuk makan siang bersama jika JC memiliki rapat yang berada di dekat area kantor tempat Sera bekerja. Obrolan pun hanya tentang kehidupan sehari-hari, tidak ada yang berbeda sama sekali.

"Kamu jadi mau ikut ke Bali, gak?" tanya JC saat Sera sedang mengambil seikat bayam dan dimasukkan ke troli.

Saat ini, Sera sedang berbelanja untuk menyiapkan makan malam. Hari ini, JC pulang lebih awal karena sudah menyelesaikan rapat terakhir dan memutuskan untuk menjemput Sera di kantor. Merasa bosan untuk makan diluar, Sera memutuskan untuk memasak makan malam dan JC menyetujuinya.

"Kapan sih itu? Kok aku lupa ya," tanya Sera dengan kening bekerut sambil menatap JC yang menaruh satu pack bir berisi enam botol di troli.

"Besok malam, Sayang. Aku harus dapetin tiketnya yang bisa pergi bareng sama aku," jawab JC sambil mendorong troli dan menarik Sera untuk berjalan di sampingnya.

"Emang masih available untuk tiket yang berangkat besok malem?" tanya Sera lagi.

"Makanya aku tanya kamu, mau ikutan gak? Biar aku bisa cari tiketnya begitu kita udah kelar belanja. Misalkan nggak dapet, kamu berangkat sendiri di Sabtu pagi dan kita ketemuan pas sorenya," jawab JC pelan.

"Ya udah, coba nanti cek dulu aja. Kalau nggak ada tiketnya, aku nggak join juga nggak apa-apa, kan? Kamu pergi sendiri, trus pulang sendiri," ujar Sera sambil mengambil jagung dan satu pack sosis lalu memasukkannya ke troli.

"Loh, kamu nggak mau ikut?" tanya JC yang membuat Sera menoleh padanya.

"Kamu mau aku ikut?" tanya Sera balik.

"Ya mau lah, makanya aku tanyain lagi," balas JC.

"Ya tinggal bilang aja kalau kamu mau aku ikut, nggak usah nanya," sahut Sera langsung.

"Tar kalau aku main beli tiket, kamunya nggak mau, aku salah lagi."

"Nggak ada yang bakalan salahin kamu, JC. Kalau ada tiket, ya udah, jalan. Nggak ada, ya nggak apa-apa. I'm fine with both option."

Troli tiba-tiba berhenti dan itu membuat Sera tersentak lalu menoleh pada JC dengan ekspresi kaget. JC tampak begitu serius dalam menatapnya. Ada apa lagi nih orang? Batin Sera heran.

"Kamu mau ikut bukan karena supaya aku seneng, kan? Tapi karena kamu mau dan hepi ikutnya?" tanya JC memastikan.

Sera terdiam sambil memikirkan jawaban. Sejujurnya, dia tidak tahu jawaban seperti apa yang harus disampaikan karena memang tidak tahu. Satu pihak, dia cukup senang karena JC mengajaknya. Di pihak lain, dia cukup merasa malas untuk bepergian di akhir pekan dengan tujuan luar kota seperti itu.

"Kalau kamu nggak mau, it's fine. Jangan selalu berusaha untuk bikin orang senang," tambah JC saat melihat Sera masih terdiam.

"Aku senang kok kalau bisa pergi sama kamu, tapi aku juga bingung gimana jawabnya karena niat bikin kamu senang itu ada. Misalkan ikut pun aku nggak merasa terpaksa, tapi di sisi yang sama, aku mager. Apa jawaban itu bisa diterima dan masuk akal buat kamu tanpa berpikir kalau aku berusaha buat kamu senang?" balas Sera kemudian.

JC terdiam dan terlihat seperti berpikir sambil mendorong troli itu kembali. Sera merasa tidak nyaman dengan keadaan yang membuat pria itu mendadak terdiam dan berkutat dengan ponselnya dalam ekspresi yang begitu serius. Haruskah bersikap seserius itu hanya karena urusan bepergian? Pikir Sera.

Sampai sesi belanja berakhir, tidak ada obrolan dan mereka berjalan berdampingan dengan dua kantung belanjaan di dua tangan JC.

"Biar aku yang nyetir, kamu kayaknya capek," usul Sera yang disambut anggukan JC setelah pria itu memasukkan kantung belanjaan mereka di bagasi dan menyodorkan kunci mobilnya.

"Yakin bisa?" tanya JC saat sudah duduk di bangku penumpang dan Sera yang duduk di bangku kemudi.

"Bisa, cuma perlu diubah posisi ya. Don't judge me," ucap Sera sambil memajukan posisi kursi hingga batas paling depan, kemudian mengatur posisi spion, membetulkan posisi duduk dan kaki untuk bisa mencapai pedal.

Setelah sudah yakin dengan pengaturan yang membuatnya cukup nyaman, Sera menyalakan mesin dan dengan perlahan mengarahkan kemudi untuk keluar dari pelataran parkir.

"Soal pergi bareng besok, kalau kamu nggak mau, jangan dipaksa, oke," ucap JC akhirnya.

"Aku nggak merasa terpaksa, seriusan deh," balas Sera sambil melihat sisi kanan untuk mengambil jalan dan segera masuk ke dalam jalur. "Aku senang aja kalau bisa bareng sama kamu dan kalau bisa bikin kamu senang juga, ya baguslah."

"Do you know about Law of Conservation of Energy? Energy can neither be created nor destroyed, rather it can be transferred or transformed," lanjut JC.

"So, what level are you at?" tanya Sera kemudian.

"Tergantung penampungan energinya, ada isinya atau nggak," jawab JC yang membuat kening Sera berkerut bingung.

"Maksudnya?" tanya Sera langsung.

"Contohnya, kamu. Pada dasarnya, kamu itu suka menebarkan cinta, kalau nggak cukup jadinya tekor, trus bisa keluar anger atau fear," ucap JC sambil mengarahkan Sera untuk tetap pada jalur kanan.

"Gimana dengan kamu yang berhadapan sama aku?" tanya Sera lagi.

JC menggeleng cepat. "Aku kasih itu cuma info output harus seimbang dengan input, nggak boleh tekor."

"Jadi, misalkan aku tebar cinta ke kamu, terus aku senang, itu udah seimbang, kan?" tebak Sera.

JC tertawa pelan. "Itu baru seimbang kalau aku cinta balik ke kamu karena energi itu akan balik saat kamu merasa dicintai. Karena kalau kamu terus menebar cinta tanpa ada balasan, lama-lama habis energinya."

"Contoh lagi, yaitu damai. Saat kamu merasa tenang dan damai, kamu kayak recharge energi," tambah JC lagi.

"I feel loved when I'm with you, isn't it the same thing about balancing?" tanya Sera dan merasa tertarik dengan obrolan yang membuatnya cukup realistis.

"Kamu merasa capek, gak?" tanya JC dan Sera langsung menggeleng.

"Seneng malah. Kalau kamu?"

"Itu bagus berarti, karena aku kan maunya kamu senang."

"Dengan kata lain, jika ada kata 'saling' maka itu jadi seimbang ya?"

"Mungkin."

Sera mengangguk paham dan teringat beberapa hal yang pernah dipelajarinya dalam menjalani proses kehidupan yang tidak mudah. Bahwa kita perlu memperlakukan kesejahteraan hidup dengan mengutamakan kesehatan, menjadwalkan kegiatan yang sehat, dimulai dari yang kecil dan fokus pada satu area, kemudian jangan terlalu keras pada diri sendiri.

Tersentak dan spontan menoleh singkat, JC menepuk ringan pucuk kepalanya dan tersenyum.

"Jangan terlalu dipikirin, aku nggak apa-apa kalau kamu nggak mau. Aku cuma mau kamu senang dan nggak terpaksa untuk harus penuhin hal ini, oke," ucap JC dengan hangat.

Senyum Sera mengembang dan mengangguk mantap sambil berkata, "Aku nggak terpaksa. Nanti kalau udah sampe di apart, kamu cek tiket aja buatku besok selagi aku masak, oke?"

Dan ketika Sera kembali melirik singkat pada JC, disitu dia melihat pria itu melebarkan senyuman sambil menunjukkan layar ponsel yang menampilkan barisan kalimat yang tidak bisa dilihat Sera dari posisinya mengemudi.

'Tiket kamu udah aku dapetin waktu kita antri di kasir. So, besok ke kantor langsung bawa koper ya," ucap JC dan kemudian tertawa terbahak-bahak saat Sera berseru tidak terima sambil memukul lengannya karena merasa dikerjai. 



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


So, next part kita jalan2 ke Bali.
Kira2 kalau di Bali bisa ngapain aja ya? Bwahahaha. 😝

Aku akan update Zozo sehabis ini.
Kemudian, aku akan libur update sampe tahun depan ya, Genks.
Nggak usah ditunggu, aku akan baik2 aja dan menikmati hidup.

Kuharap liburan kalian menyenangkan. 💜

21.12.23 (21.25)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top