Part. 5 - Breakfast

Sera bukanlah morning person yang sanggup bangun pagi jika di akhir pekan, tapi kali ini, bukanlah hal yang berat baginya. Sebaliknya, Sera sudah bangun lebih awal di jam setengah enam untuk membersihkan diri dan membereskan kamar. Dia tidak sanggup jika harus berburu waktu, oleh karena itu, dia memilih untuk bangun lebih awal untuk bisa memakai waktu lebih banyak dalam mempersiapkan diri.

Sera tahu jika JC adalah orang yang sangat tepat waktu. Jika dia bilang jam tujuh, dia akan tiba jam tujuh kurang sepuluh, atau bisa lebih pagi dari itu. Dan benar saja, kurang dari jam tujuh, JC sudah mengirimkan pesan bahwa dirinya sudah berada di depan lobby.

Dengan segera, Sera bergegas untuk menghampiri JC di lobby dimana pria itu seperti biasanya akan terlihat lebih menarik dari sebelumnya. Apakah ini yang disebut dengan mengagumi seseorang sampai apapun yang terlihat menjadi menarik? Karena kata Maia, JC itu biasa saja meski penampilannya cukup menarik.

"Good morning," sapa Sera ceria sambil memasuki mobil JC yang sangat tinggi untuk dirinya yang bertubuh kecil.

Cukup sulit, Sera sudah berusaha menaiki mobil JC dengan menginjak dan menahan pintu tapi ternyata kepalanya terantuk dan dia mengeluh pelan. JC segera membantu dengan menarik Sera untuk masuk ke dalam, sehingga Sera akhirnya terduduk meski posisi kaki masih berada diluar.

"Sakit?" tanya JC pelan sambil memperhatikan Sera yang memasukkan kedua kaki dan menutup pintu mobilnya.

"Harus banget ya bawa mobil tinggi begini?" keluh Sara sambil mengusap kepalanya dan membetulkan posisi duduk setelah menaruh tas di sisi pintu.

"Yang bawanya juga tinggi, masa harus pake mobil ceper?" balas JC sambil terkekeh dan membantu mengusap kepala Sera dengan lembut.

Sera menoleh dan tersenyum pada JC sambil melihat penampilannya. "You look good today."

"You too," balas JC hangat. "Udah siap jalan?"

"Let's go!" seru Sera senang.

"Hari ini seneng banget," komentar JC sambil melajukan kemudi untuk keluar dari area lobby.

"Kan mau jalan bareng sama kamu," balas Sera sambil terkekeh dengan kata ganti yang dilakukannya barusan.

"Gitu ya," sahut JC.

"Jadi, kita mau kemana?" tanya Sera antusias.

"Kebun Raya," jawab JC mantap.

"Hah? Mau ngapain?" tanya Sera bingung.

"Jalan pagi, trus disitu ada kafe yang katanya Pak Presiden Jokowi pernah makan disitu. Aku udah pernah makan disana dan kopinya lumayan. I think you will like it," jawab JC kemudian.

Sebagai seorang yang jika ditanya mau kemana dan akan menjawab terserah, Sera hanya menganggukkan kepala mendengar jawaban JC yang sepertinya adalah rencana yang matang. Hal yang disukai Sera dari JC adalah pria itu selalu tahu apa yang dilakukan dan apa yang diinginkan. Dia akan memberikan tawaran, tapi juga membuka peluang untuk berubah jika ada pilihan lain.

"Tapi aku pake jeans loh, nggak bawa baju ganti," ujar Sera karena dia hanya berpikir jika mereka akan duduk cantik di kafe estetik dan bukan jalan pagi di kebun raya yang panas luar biasa.

"Emangnya jalan pagi bakalan sekeringat apa sih? Belum tentu juga kamu bakalan bisa jalan jauh. Disana bisa sewa mobil golf buat balik ke pintu utama kalau kamu capek di tengah jalan," balas JC santai.

Sera mengulum senyum dan merasa lucu dengan perubahan kata panggilan yang mereka lakukan. Dia baru menyadari jika 'lu-gue' itu berubah menjadi 'aku-kamu'.

"Okay, tapi boleh beli sarapan dulu, gak?" tanya Sera kemudian.

"Boleh, mau makan apa? Drive thru aja, mau?" balas JC dan langsung dibalas anggukan oleh Sera.

"How are you?" tanya JC sambil mengambil satu tangan Sera dan menggenggamnya.

Jangan manis banget kayak gini bisa, gak sih? Batin Sera pelan. Sejauh yang Sera kenal adalah JC bukanlah pria melankolis yang bisa bersikap manis seperti ini. Dia termasuk pria cool yang sangat menjaga sikap dan wibawa. Tapi ternyata, jika sedang berduaan saja seperti ini, JC berbeda sekali.

"I'm good. You?" tanya Sera sambil menatap JC dengan seksama.

Sera selalu menyukai JC jika dilihat dari dekat seperti ini. Sorot matanya yang tajam dan terkesan liar, warna bola mata dengan coklat jernih yang begitu terang, hidungnya yang cukup tinggi, dan bibirnya yang tipis mungil itu terlihat sempurna di pandangan Sera. Kulitnya yang putih pucat, juga ada sedikit rona kemerahan di sisi wajah menambah jumlah nilai gemas dari Sera.

"Also good. So happy to see you today," jawab JC sambil melirik pada Sera dan tersenyum lebar.

Sera ikut tersenyum dan mencondongkan tubuh untuk mencium pipi JC singkat.

"Kenapa yah semesta itu suka bercanda? Aku nggak nyangka kalau kita bakalan memilih untuk dekat kayak gini," ujar Sera sambil bersandar kembali dan menatap jalan raya yang cukup lapang di Minggu pagi ini.

"Segala sesuatu terjadi ada alasannya, nggak mungkin kebetulan. Lagi pula, kita kenal juga nggak baru sebulan atau dua bulan. Lima tahun ada?" tanya JC balik.

Sera mencoba berhitung dalam hati, well, sejak dari pertama mengenal JC hingga sekarang, tidak terasa begitu lama dan seperti baru kemarin saja.

"Delapan tahun. Hampir delapan tahun," jawab Sera dengan yakin.

JC tertawa pelan sambil menggelengkan kepala. "Udah buang waktu delapan tahun ya? Terus kamu kemana aja?"

"Kemana apanya?" tanya Sera sambil menoleh dan menatap JC bingung.

"Nggak pernah pacaran selama kenal sama aku? Atau udah ada berapa orang yang patah hati gara-gara kamu?" balas JC sambil terkekeh.

Sera hanya tersenyum getir mengingat peruntungannya dalam berhubungan yang adalah nol besar. Dia tidak pernah berhasil, juga masih tidak mengerti kenapa setiap orang terus menyakiti hatinya saat dia sudah mulai membuka hatinya.

"Terbalik, yang ada aku yang disakitin," koreksi Sera kemudian.

JC terdiam sejenak, kembali terlihat berpikir, kemudian mengangguk maklum.

"Karena kamu terus memberi hati kamu untuk disakiti," ujar JC yang membuat Sera langsung menatapnya dengan ekspresi tertegun.

"Aku nggak merasa demikian," ucap Sera skeptis.

"Yang aku tahu sejak kenal sama kamu adalah kamu selalu berusaha menyenangkan orang lain. Kebahagiaan orang lain diutamakan, tapi dirimu sendiri malah nggak sama sekali. Kamu juga takut nyakitin orang, tapi nggak apa-apa kalau ada yang nyakitin kamu," ujar JC dengan lugas.

"Kenapa kamu bisa mikir kayak gitu?" tanya Sera heran.

"Aku nggak mikir kayak gitu, tapi karakter yang kamu tunjukkan untuk orang-orang yang kenal sama kamu adalah seperti itu. Entah kamu sadar atau nggak, tapi apa yang aku sebutkan tadi memang kamu cenderung akan disakiti orang," jawab JC sambil meliriknya singkat dan membelokkan kemudi memasuki area drive thru sebuah restoran ternama.

"Aku nggak merasa sih, tapi kayaknya ada benarnya," gumam Sera pelan.

"See? Udah diperjelas aja, kamu masih nggak merasa," celetuk JC sambil menghentikan mobil dan membuka kaca. "Kamu mau pesan apa? Something light like wrap and coffee?"

"Yes, please," balas Sera cepat.

JC memesan sarapan untuk mereka berdua. Sera mempersiapkan sarapan dengan membuka burger milik JC agar mudah digenggam oleh pria itu selagi menyetir, setelah selesai melakukan itu, Sera baru akan membuka wrap-nya.

"Aku juga nggak tahu, tapi aku rasa aku mulai mengerti," ucap Sera setelah menggigit satu gigitan pada wrap-nya.

"Kamu harus tahu kalau kita itu nggak bisa menyenangkan semua orang. Baik atau nggak, itu tergantung dari sudut mana kita liatnya. Kamu niat baik aja, belum tentu orang terima dengan intensi baik, yang ada kamu seringnya dimanfaatin, maka dari situlah kamu akan merasa kamu disakitin," tukas JC pelan, kemudian menggigit burgernya dengan lahap.

Ucapan JC membuat Sera terdiam sambil mengunyah dan berpikir. Kembali diberi pengingat tentang dirinya yang seringkali sok kuat dan memaksakan diri untuk menjadi manfaat, tapi selalu berakhir dengan rasa kecewa dan benci pada diri sendiri.

"Baru aja putus sekitar dua taonan yang lalu, abis itu nggak pernah deket lagi karena lagi asik sendirian aja, bisa lakuin apa aja," ujar Sera dan kembali menggigit wrap-nya dengan tekun.

JC melirik padanya dengan tatapan menilai seolah tidak percaya. "Kenapa begitu? Nggak ada yang masuk tipe?"

"Lebih tepatnya nggak ada yang mau," balas Sera kalem.

"Nggak mungkin! Kamu itu banyak yang antri, malah bisa jadi rebutan, udah pasti kamunya yang nggak mau," sahut JC tegas seolah ucapannya adalah mutlak, kemudian kembali menggigit burgernya.

Sera hanya mengangkat bahu dan menoleh pada JC sambil mengunyah. "Kamu sendiri? Pasti banyak dong daftar mantannya?"

"Aku nggak selaku itu, lagian nggak ada yang mau," ucap JC serius.

"Boong banget! Kamu juga bisa jadi inceran karena kamu itu ganteng loh," balas Sera.

JC mengerutkan kening sambil melirik padanya singkat. "Ganteng itu emangnya selalu jadi tolak ukur para cewek buat menilai cowok itu tukang bongkar pasang ya?"

Sera tertawa pelan dan menggeleng. "Ya nggak, cuma kalau kamu bilang nggak ada yang mau sama kamu itu aneh."

"Kalau kamu yang ngomong, itu baru aneh. Kalau aku, itu bener. Aku itu nggak mudah, juga merasa nyebelin jadi orang. Nggak semua orang bisa masuk sama aku."

"Bukan berarti nggak ada yang mau, kamunya aja yang selektif."

"Selektif itu perlu, biar nggak mudah disakiti atau dikerjain orang."

"Wow, kamu kalau ngomong itu seringkali bikin amazed ya."

"Mungkin karena itu, kamu jadi suka sama aku."

"Iya, kamu itu pinter, dan aku suka kalau cowok punya otak cerdas."

"Aku masih perlu banyak belajar, Sera. Hidup itu nggak mudah, kita perlu waspada dan jaga diri, jangan sampe terbawa arus. Banyak yang jahat, sedikit yang baik, jarang yang tulus, tapi kita bisa dapatkan semua hal itu saat kita ketemu orang yang tepat."

Sera menganggukkan kepala tanda setuju meski apa yang disebutkan JC terdengar mustahil.

"Dan kamu adalah salah satu orang yang aku nilai unik," tambah JC.

"Hah?" respon Sera bingung.

"Jarang banget ada orang yang bisa berteman lama dengan orang modelan kayak aku. As you know, banyak yang nggak suka sama aku dan aku yakin kamu denger semua gosipan diluar sana waktu kita masih sekantor. Aku juga ada cerita soal salah satu staf senior di kantor aku, right? Betapa menyebalkan bahkan sampe main hal gaib, juga semua anak buah yang kadang bikin keki. Orang-orang cenderung nggak suka sama aku, tapi cuma kamu yang bilang aku lucu dan suka gemes nggak jelas," ucap JC sambil mengoper bungkus burgernya pada Sera karena sudah menyelesaikan sarapannya dan langsung diambil Sera untuk ditukar dengan segelas kopinya.

"Karena kamu memang lucu, juga kadang ngaco, dan hal itu yang bikin gemes. I mean, you're such an old man. Aku kadang merasa kayak ngadepin Opa umur lima puluhan kalau ngobrol sama kamu loh," ujar Sera jujur.

JC menyeruput kopinya dengan tenang, tampak tidak terganggu dengan ucapan Sera tentangnya barusan. Sera mengeluarkan beberapa kentang dan menyodorkannya ke arah JC dan langsung disambut dengan mulut yang terbuka.

"Makanya aku bilang kamu itu unik. Coba kalau mereka denger kamu ngomong soal aku itu lucu, bisa muntah kali," cetus JC dengan mulut penuh.

Sera tertawa pelan dan memasukkan gigitan terakhir wrap-nya. Dia membersihkan bungkusan makanan dan merapikannya ke sisi pintu. Sarapan sudah selesai. Setelah menyeruput latte-nya, Sera dengan tekun menyuapi kentang goreng yang diterima JC dengan patuh.

"I feel pretty much enjoy my time right now," ujar JC kemudian.

Sera mengangguk.

"Kamu senang?" tanya JC sambil menoleh pada Sera dengan seulas senyum dan menerima suapan kentang goreng, kemudian kembali menatap ke depan.

"Senang sekali," jawab Sera jujur. "Makasi yah udah bikin aku senang hari ini."

"Sama-sama. Aku juga makasi karena udah bikin aku senang hari ini."


Aku janji di cerita ini, aku ngegas. 😂
Have a good day, Genks.
I purple you. 💜

18.12.23 (13.00)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top