Part. 13 - Edward.
February, my favorite month.💜
Sera baru saja membersihkan kamarnya karena sudah waktunya harus berbenah dan dia sudah tidak tahan dengan debu yang entah kenapa selalu ada walau sudah dibersihkan setiap hari. Setiap seminggu sekali, dia akan mengganti sprei ranjang, mengubah susunan meja, kemudian memastikan koleksi boneka kesayangannya tidak bergeser dari posisi yang diinginkan.
"Gue heran banget sama lu yang katanya punya pacar tapi kok kayak jomlo gitu. Hello, Seraphine, ini tuh hari Sabtu!" sewot Maia yang sedang bersandar di pintu kamar yang terbuka dan menatap Sera yang sedang menaruh diffuser di meja nakasnya setelah mengganti air dan mengisinya dengan air baru dan minyak essensial.
"Emang kenapa dengan hari Sabtu?" tanya Sera sambil menatap Maia heran.
"Nggak malam mingguan? Kemana kek!" jawab Maia langsung.
"Lu sendiri kenapa nggak pergi?" tanya Sera lagi.
"Bentar lagi," jawabnya.
"Terus kenapa harus nanyain gue?"
"Gue nggak mau lu sendirian disini. Gue jadi nggak enak hati kalau gue bisa ngayap kemana aja tapi lu ngetem di apart sendirian. Kesannya gue kayak temen yang nggak punya empati."
"Nggak ada hubungannya soal empati dengan lu yang pergi malam mingguan sedangkan gue nggak. Lagian, dengan gue punya pacar nggak harus ngabisin waktu di malam minggu. Weekday udah ketemu buat mabar, trus weekend kudu ketemuan juga ya bosen."
"Ih, lu ada-ada aja yah. Kemana lagi tuh cowok lu? Pasti alasan hiking, lari, atau ngonser ya? Lu nggak takut dia kepincut sama temen cewek yang bareng sama dia?"
Sera menghela napas sambil menatap Maia jenuh. Entah kenapa temannya selalu ingin tahu urusannya dimana dia sama sekali tidak mau tahu tentang urusannya.
"Gue nggak merasa perlu ganggu hobi atau kesukaannya hanya karena kami udah pacaran. Lagian juga, misalkan dia kepincut sama yang laen, ya udah, mungkin bukan jodoh sama gue," ucap Sera kemudian.
"Dan lu sepasrah itu? Gilak!" seru Maia dengan nada tidak terima.
"Nggak pasrah. Gue yakin kalau emang buat gue, akan selalu ada caranya untuk tetap jadi milik gue. Misalkan nggak, ya udah, gue akan observasi, kaji ulang, dan penyelesaian," ucap Sera.
Maia tertegun menatap Sera selama beberapa saat, lalu menghela napas kemudian.
"Btw, tadi ada yang kirimin paket buat lu," ucap Maia kemudian.
"Siapa?" tanya Sera sambil meraih handuk untuk segera mandi.
"Edward," jawab Maia yang membuat alis Sera terangkat.
"Ngapain tuh kampret kirimin gue paket? Pasti kirimin barang ngaco deh," sewot Sera sambil berjalan keluar dari kamar untuk melihat paket yang dimaksud Maia.
"Kayaknya sih gitu, kantongannya aja Diorrrr," sahut Maia dengan gaya bicara yang berlebihan lalu mengikik geli.
Sera memutar bola mata dan membuka isi kantung kertas berwarna putih itu untuk melihat apa yang ada di dalam dan sukses membuatnya mendesah malas.
"Gilak! Itu beneran mini lady loh," seru Maia yang langsung mengambil alih kantung dan mengeluarkan isinya.
"Nggak usah dibuka! Gue mau balikin!" seru Sera cepat sebelum Maia sempat melanjutkan aksinya.
"Lu itu orang paling aneh sepanjang masa. Temen baek lu yang satu itu kalau ngasih hadiah bermerk pasti ditolak. Orang tuh diterima namanya pahala buat lu," sewot Maia sambil ber-ckck ria.
"Temen is temen, nggak ada yang namanya harus berlebihan kayak gini. Kalau dia ngasih gue barang yang masih masuk akal, it's fine, gue terima. Tapi karena cuma temen dan bukan siapa-siapa, kiriman kayak gini terlalu berat untuk diterima," sahut Sera sambil menaruh kantung berisi tas itu di atas sofa dan segera mengambil ponselnya.
"Dari zaman kapan suruh lu berdua pacaran, lu kebanyakan alasan," celetuk Maia dan Sera hanya menanggapi dengan senyuman hambar sambil mencari nomor Edward.
Berteman sejak SMA, dimana Edward sebagai kakak kelas yang juga tetangga rumahnya waktu itu, keduanya bersahabat dan masih bertahan sampai sekarang meski menjalani hubungan pertemanan on-off yang tiba-tiba dekat, tiba-tiba hilang sendiri, lalu tiba-tiba bertemu satu sama lain di waktu yang tidak direncanakan.
"Gue siap-siap dulu deh!" seru Maia sambil berlalu menuju kamarnya.
Sera melakukan telepon dan sudah ada nada tersambung.
"Finally!" seru Edward disebrang sana dengan suara ceria yang membuat Sera langsung memutar bola mata.
"Terlalu dramatis buat konfirmasi kepulangan lu," balas Sera sambil menghempaskan tubuh di ranjang.
"What?" balas Edward langsung.
"Gue nggak mau terima! Enak aja main kirim barang setelah setengah taon lu pergi dan nggak ada kabar!" sahut Sera ketus.
Terdengar kekehan geli disana, Edward selalu memberi respon yang terlalu senang untuk menerima sikap ketus Sera. Orang paling aneh, demikian Sera menilainya.
"Dari antara semua cewek yang gue kenal, cuma lu doang yang paling ngerasa haram terima barang dari gue," komentar Edward kemudian.
"Bukan haram, tapi gue yakin ada maksud dari balik ini semua," sahut Sera lagi.
"Temen macam apa yang langsung nuduh orang kayak gitu, Ra? Gue kasih itu pake niat dan sedikit rasa didalamnya loh," seru Edward dengan nada tidak suka.
"Kalau lu mau ajak gue ketemuan, cukup bilang aja! Nggak usah kirim sogokan berupa tas mahal yang lu udah tahu kalau gue bakalan maki-maki!" desis Sera tajam.
Edward kembali terkekeh geli. "You know me so well. But that shit is for you, Honey."
"Gue nggak mau! Kapan bisa ketemuan? Biar gue bisa lempar tas itu ke muka lu!" balas Sera sinis.
Edward tergelak sebagai balasan.
"Udah lama nggak ngobrol dan ketemu, lu tetep aja galak sama gue," ujar Edward sambil ber-ckck ria.
"Gue tutup nih!" ancam Sera yang langsung membuat Edward berseru.
"Lu tuh kenapa sih? Sensi banget!" gerutu Edward.
"Yauda, cepetan! Ngomong aja kapan lu bisa ketemuan!" desis Sera.
"Malam ini?"
Dan Sera mengiyakan pertemuan yang tidak terencana akan terjadi di malam itu. Dia menemui Edward yang sudah enam bulan tidak ada kabar berita. Terakhir kali berkomunikasi, orang itu sedang melakukan perjalanan keliling dunia yang entah sampai kapan itu. Sera pun tidak berminat untuk bertanya lebih lanjut karena sudah terbiasa dengan Edward yang tidak jelas.
"Btw, katanya lu udah punya cowok? Sejak kapan?" tanya Edward saat mereka sedang menikmati makan malam di resto kenalan mereka.
"Udah mau jalan tiga bulan," jawab Sera sambil memotong steak-nya.
"Kok nggak cerita?" tanya Edward yang membuat Sera mengangkat kepala untuk menatapnya yang sedang bertopang dagu dengan kening berkerut disana.
"Emangnya harus?" tanya Sera balik.
"Kan kita temen!" jawab Edward sambil memberikan cengiran lebarnya.
Sera meringis jijik. "Nggak usah lebay. Kita sama-sama tahu kalau urusan pribadi nggak perlu dibawa-bawa dalam pertemanan kita, ingat?"
"Tapi itu hal baik, Ra. Gue lagi deket sama siapa, gue juga cerita," balas Edward.
"Yang mau cerita itu kan lu, bukan gue yang minta atau gue yang tanya. Dan karena hal itu, nggak berarti gue harus cerita sama lu karena gue merasa itu nggak penting," jawab Sera langsung.
Edward menganggukkan kepala. "Okay, fine, gue terima alasannya. Jadi, cowok ini gue kenal?"
Sera terdiam sambil menatap Edward dengan tatapan menilai. Dia menganggukkan kepala dan menyebut nama JC yang sukses membuat Edward termangu dan menatapnya tidak percaya selama beberapa saat.
"How come?" tanyanya akhirnya.
"Why not?" balas Sera.
"I mean, dari semua kandidat, kenapa dia lagi dia lagi?" tanya Edward masih dengan ekspresi tidak percaya.
"Gue nggak punya kandidat, dan kita bisa jadian juga ikut alur aja, nggak direncanakan sama sekali," jawab Sera.
"Tapi gue tahu lu udah naksir sama dia, cuma kenapa baru sekarang jadian kalau kalian sama-sama suka? Itu membagongkan," ujar Edward.
"Mungkin saat ini adalah momen dimana kami sama-sama berada dalam satu frekuensi dan tujuan hidup yang sama. Seberapa lama kita kenal atau suka sama orang, itu nggak bisa diukur dari waktu. Lagian, gue udah mengenal dia dengan baik secara personal, baik sebagai teman, ataupun rekanan. Senggaknya, karakter semacam apa yang gue hadapi kali ini, gue tahu," balas Sera.
"Belum tentu. Lu nggak bisa mengkategorikan orang kayak gitu."
"I know, tapi gue percaya apa yang gue putuskan dan mudah-mudahan bisa jalanin dengan baik. Misalkan nggak, ya udah. Namanya juga usaha."
Edward mengangguk sambil melanjutkan steak-nya yang tinggal setengah meski ekspresinya masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Lu sendiri gimana? Udah punya cewek?" tanya Sera kemudian.
"Gue udah males pacaran, tiap kali bawa cewek dan kenalin ke nyokap, udah pasti nggak disukai," jawab Edward masam.
Sera terdiam sambil menatap Edward penuh arti. Mengenal Edward sejak lama membuatnya tahu tentang apa yang dialami Edward perihal pasangan. Adapun Edward pernah menjalin kasih dengan Karra selama hampir empat tahun, mereka berpacaran sejak kuliah tapi tidak pernah disetujui oleh keluarga Edward. Semua dikarenakan perbedaan keyakinan diantara mereka.
Sejak saat itu, Karra yang sudah tidak bisa menunggu karena ketidakpastian itu memutuskan hubungan yang membuat Edward merasa terpukul dan hampir menjadi orang tolol selama beberapa bulan. Sera sangat mengerti dengan keputusan Karra, dia tidak ingin membuang waktu, juga tidak ingin membuat Edward berada di posisi untuk memilih antara ibunya atau dirinya.
Sampai saat ini, Edward masih sibuk bekerja dan memilih untuk sendirian dengan pasangan yang datang silih berganti.
"But, I feel so grateful that you and him being together, at least," ucap Edward yang membuyarkan pikiran Sera.
Sera tersenyum. "Thanks."
"Terus dia kemana sampe ceweknya punya waktu buat ketemuan sama cowok laen?" tanya Edward dengan satu alis terangkat.
"Lagi naik Bromo," jawab Sera langsung.
"Whooaaa, anak gunung juga?" tanya Edward takjub.
Sera mengangguk. "His zone, and everything that he loves."
"Good," balas Edward langsung. "Jadi, lu beneran nggak mau terima tas gue?"
"Nggak."
"Kenapa sih, Ra? Gue juga nggak bakalan ngungkit atau tarik balik kok. Lagian juga, ini nyokap gue yang suruh karena waktu ultah dan natalan, kita nggak sempet ketemuan."
"Sorry, Ed, bukan nolak ya, juga bukan belagu. Gue nggak bisa dan menentang prinsip hidup tentang barang. Kalau lu itu suami, gue terima. Misalkan lu itu kakak atau masih keluarga, beda cerita," balas Sera dan Edward mengangguk mereka.
"Ya, ya, ya, Seraphine dan filisofi hidupnya tentang memberi dan menerima. I get it. So, how's life? Are you happy?" tanya Edward kemudian.
"Bahagia itu kan pilihan, jadi saat ini, gue memilih untuk bahagia dengan cara gue sendiri. Lu sendiri gimana?" balas Sera.
Edward tersenyum lebar sambil mengangguk. "Sama, kurang lebih. Banyak hal yang bisa kita syukuri, salah satunya adalah ketemu sama temen baik gue walau udah berbulan-bulan nggak ada komunikasi, tapi kita bisa ketemuan tanpa canggung disini."
"Nggak semua orang bisa dapat kesempatan semacam itu, Ed," sahut Sera sambil tertawa pelan.
"Yep, makanya gue bersyukur aja punya temen segila lu," balas Edward geli.
"Bukan gila, tapi lebih ke satu frekuensi dimana salah satunya kalau ada yang ngaco, dibilangin masih bisa terima. Juga, sama-sama mau kasih toleransi dan berubah untuk kebaikan diri, bukan soal jaga hubungan sih, tapi lebih ke arah menghargai dan menerima satu sama lain dalam bentuk apapun," ucap Sera yang membuat Edward mengangguk setuju.
"No drama. No hate. No hard feelings," timpal Edward kemudian.
Sera ingin membalas tapi terhenti karena ponselnya berbunyi. Itu dari JC.
"Hei," sapa Sera setelah mengangkat ponselnya dimana Edward melanjutkan makanannya dengan santai.
"Kamu dimana?" tanya JC langsung.
"Aku lagi kuar makan sama temen," jawab Sera.
"Dimana?" tanya JC lagi.
Kening Sera berkerut sambil membalas tatapan Edward yang memberi ekspresi seolah bertanya kenapa dan dia menggelengkan kepala sebagai balasan.
"Dharmawangsa," jawab Sera sambil menyebutkan nama resto yang sedang dikunjunginya.
"Masih lama?" tanya JC lagi.
"Uhm, masih lagi makan sih. Kenapa? Ada apa? Kamu ada dimana?" tanya Sera bingung.
"Aku udah di apart kamu, tapi kayaknya nggak ada orang dan temen kamu juga nggak ada," jawab JC yang membuat Sera tersentak.
"Hah? Kok nggak bilang kalau mau datang? Trus bukannya besok baru balik ya?" tanya Sera kaget.
"Niatnya mau surprise, tapi ternyata akunya yang dapet surprise," balas JC sambil terkekeh.
"Ih, nggak lucu. Tadi siang katanya ada trip tambahan dan suruh jangan ganggu, makanya aku nggak ganggu," sahut Sera langsung sambil memanyunkan bibirnya pada Edward yang meringis jijik disana.
"Itu lagi otw ke bandara. Boleh aku jemput kesana? Kamu makan sama siapa? Aku kenal gak?" tanyanya kemudian.
"Boleh aja kalau kamu nggak capek. Aku nggak tahu kamu kenal atau nggak, tapi aku pernah mention soal teman yang suka ngilang, namanya Edward," jawab Sera yang langsung mengarahkan ponsel pada Edward yang sedang tergelak.
"Hello, Josh!" seru Edward geli.
"Hello," suara JC terdengar saat Sera kembali menaruh ponselnya di telinga.
"Aku share loc ke kamu, okay," ucap Sera dan JC mengiyakan sebelum telepon itu dimatikan.
Edward bertopang dagu sambil menatap Sera penuh arti.
"Kenapa?" tanya Sera risih.
"It's good to know that you have this kind of relationship. Gue liat lu hepi," jawab Edward sambil memberikan cengiran lebar.
"Thanks, Ed. Gue juga berharap lu bisa dapetin orang yang bisa bikin lu tetep jadi diri sendiri," ujar Sera tulus.
Edward mengangguk. "Jadi, sebelum cowok lu dateng, abisin makanan lu. Lu ada mau nambah apaan lagi, gak?"
"Gilak! Ini aja udah banyak banget! Tuh wedges belum abis, masih ada waffle sama gelato."
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Aku berharap supaya kalian selalu baik dan sehat dimanapun kalian berada.
Usahakan untuk tetap menjaga hati dan jiwamu agar tenang dan bersyukur untuk hal kecil yang ada disekitarmu, termasuk hari ini.
Borahae.💜
2.2.24 (08.15)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top