3. Arti ucapmu
Abyan menatap punch mitts yang berada di kedua tangan Reihan. Benda berbentuk sarung tangan yang biasa digunakan pelatih tinju atau muay thai untuk menyerap pukulan dari serangan muridnya itu, membuat Abyan tak sabar untuk segera melancarkan pukulannya. Ia melirik Reihan sebelum memukul punch mitts itu dengan keras. Membuat Reihan hampir terpental.
"Wooow... it's too hard, Bang!" Seru Reihan yang tak bisa menahan serangan pukulan Abyan.
Abyan tak acuh dengan ucapan Reihan. Ia kembali melancarkan pukulannya ke arah punch mitts. Menyalurkan amarahnya yang sedari tadi dipendamnya sendiri.
Bayangan istrinya, Keiza, yang sedang mengenakan bathrobe di dalam kamar hotel bersama dengan Doni berkelebat. Membuat otaknya menerka - nerka apa yang telah terjadi di antara istrinya dan juga Doni, mantan kekasih Keiza. Terlebih keberadaan Keenan di antara mereka berdua, membuat Abyan semakin tersulut emosi.
Jika saja Kevin terlambat memberikan informasi itu kepadanya, maka dirinya tak akan pernah tahu apa yang sedang Keiza lakukan selama ini dibelakangnya. Walaupun niat Keiza baik, tapi tetap saja Abyan merasa harga dirinya kembali diinjak - injak di hadapan Doni.
Bug.
Reihan kembali terhuyung ketika mendapat pukulan keras dari Abyan. Ia tahu jika kakak iparnya itu sedang meluapkan emosinya. Namun dirinya tak bisa membantu banyak. Ia tak ingin terlalu ikut campur ke dalam masalah kakak iparnya dan juga istrinya. Baginya sudah cukup membantu Keiza sebagai informan untuk mencari tahu tentang Doni.
"Lo terlalu bersemangat, Bang. Gue sampai nggak bisa menahannya," keluh Reihan yang merasa sedikit kesakitan menerima serangan pukulan dari Abyan di punch mitts - nya.
Abyan menatap Reihan dengan tatapan tajamnya, "Kenapa Lo nggak pernah cerita sama gue?" tanya Abyan sebelum memukul punch mitts.
"Cerita apa, Bang?" kilah Reihan yang berusaha menahan pukulan Abyan di punch mitts - nya.
"Jangan bohongi gue, Rei!" Pekik Abyan sebelum memberikan pukulan telaknya.
"Abang!!!" Teriak Mika yang melihat suaminya, Reihan, jatuh terjengkang.
Abyan terdiam menatap Reihan dengan tatapan penuh amarah. Mika membantu Reihan untuk terbangun.
"Bangun, Lo!" Titah Abyan kepada Reihan.
"Abang, cukup!" Seru Mika kesal menatap Abyan.
"Aku nggak kenapa - kenapa ko, Sayang." Sahut Reihan sembari mencoba berdiri.
"Rei," panggil Mika ketika melihat Reihan bersiap - siap menerima serangan pukulan dari Abyan.
Reihan memasang kuda - kudanya dengan kuat. Ia sudah siap jika Abyan memberikan pukulan bertubi - tubi kepadanya. Benar saja, dalam hitungan detik, Abyan memberikan pukulan bertubi - tubi di punch mitts. Membuat Reihan menutupi wajahnya dengan punch mitts.
"Abyan berhenti!!!" Teriak Prilly, Umi Abyan dan Mika.
Abyan memberikan pukulan kerasnya sebagai pukulan pamungkas di punch mitts Reihan. Keduanya saling beradu pandang, saling menatap dengan tatapan yang berbeda. Abyan dengan tatapan kesalnya, Reihan dengan tatapan sendunya. Nafas keduanya terengah - engah. Membuat Prilly menghela nafas leganya ketika melihat Abyan dan Reihan melepas perlengkapan tinju yang membalut kedua tangan mereka.
Tanpa diduga - duga, Abyan segera menarik kerah kaos Reihan dengan kuat, ketika adik iparnya itu baru saja berdiri. Tubuh Reihan pun seakan terangkat.
"Abang!!!" Teriak Mika dan Umi ketika melihat Abyan semakin menjadi - jadi.
Prilly dan Mika berusaha untuk memisahkan keduanya. Namun cengkraman tangan Abyan semakin menguat. Kedua wanita itu tak akan mampu melawan Abyan yang sedang tersulut emosi.
"Jangan pernah ikut campur urusan keluarga gue lagi!!!" Pekik Abyan dengan tatapan tajam menyeruaknya.
Ia melepaskan cengkraman tangannya dengan kasar sebelum beranjak pergi. Membuat Reihan hampir saja terjatuh. Air mata Mika menetes, ketika melihat suaminya diperlakukan oleh kakaknya seperti itu.
"Kamu baik - baik saja kan, Rei?" tanya Mika yang masih bisa di dengar oleh telinga Abyan.
"I'm fine," balas Reihan sembari tersenyum.
Prilly menghentikan langkahnya untuk mengejar Abyan, ketika melihat suaminya menghadang Abyan dengan tatapan tajam bak elang. Suaminya, Ali, dan anaknya, Abyan, saling beradu pandang menahan emosi. Namun emosi Abyan yang masih mendominasi.
"Siapa yang mengajari kamu bertindak kasar kepada saudara kamu sendiri, Abyan?" geram Ali, Abi Abyan.
"Sepertinya Abi lupa mengajari Abyan, bagaimana memperlakukan seseorang yang mengaku sebagai keluarga, tapi menusuk kita dari belakang," sahut Abyan geram sebelum pergi melewati Abinya yang sedang menghalangi jalannya.
Kedua tangan Ali mengepal. Membuat Prilly segera menghampiri suaminya, Ali.
"Abyan berhenti!!!" Teriak Ali keras.
Abyan semakin cepat menaiki anak tangga. Ia tak mempedulikan teriakan Abinya yang memekakkan telinga. Ia segera masuk ke dalam kamar sembari melepas handwrap yang masih membungkus tangannya. Lantas melempar handwrap itu dengan kasar ke arah sofa bed di kamarnya. Ia memandang Keenan yang sedang tertidur lelap memeluk boneka Minion Stuart kesayangannya.
Abyan menoleh ke arah pintu kamarnya yang tiba - tiba saja terbuka. Menampakkan wajah cantik uminya yang mulai menua. Prilly menatap Keenan sembari tersenyum. Lantas menutupi tubuh kecil Keenan dengan bed cover.
"Kamu nggak menjemput Keiza?" tanya Prilly.
"Keiza bisa pulang sendiri, Umi," balas Abyan yang masih berdiri memandang Keenan.
Prilly menatap Abyan, "Ini sudah jam setengah sebelas malam, Bang. Apa kamu tidak khawatir dengan istri kamu yang sedang hamil besar?" tanyanya yang membuat Abyan tertegun.
"Dia bisa menjaga dirinya sendiri," ucap Abyan, "dan Abyan mohon, jangan membahas Keiza sekarang!" Pungkas Abyan.
Kedua tangan Prilly menangkup wajah Abyan yang dibasahi oleh peluh keringat. Ia menatap kedua mata Abyan dengan lembut.
"Jangan egois, Bang! Keenan masih membutuhkan Bundanya," ucap Prilly yang membuat lidah Abyan kelu.
"Apa Abang lupa, bagaimana Abang meyakinkan Umi kalau Keiza adalah wanita yang terbaik untuk mendampingi Abang?
Umi harap, Abang nggak melupakan itu. Abang sedang diuji oleh Allah sekarang. Ujian terberat dari Allah itu berasal dari orang - orang terdekat kita. Umi nggak akan pernah rela, kalau Abang membuat Keiza dan anak - anak Abang sendiri menderita," tutur Prilly dengan meneteskan air matanya.
Prilly menghapus air matanya yang sempat menetes. Lantas tersenyum kepada Abyan yang sedang berdiri membeku menahan air matanya. Tangan kanannya menyentuh dada Abyan.
"Umi sayang sama Abang. Umi juga sayang sama Keiza, seperti anak Umi sendiri. Selesaikan semuanya dengan baik - baik, tanpa harus saling menyakiti." Ucap Prilly memberi nasehat.
Abyan menghela menghela nafasnya ketika pintu kamar tertutup. Lantas menengadahkan kepalanya menghadap langit - langit kamar. Berusaha menahan air matanya agar tak terjatuh.
---
Kedua tangan Keiza menyeka air matanya yang sempat menetes saat berdoa di salat duhanya. Ia beranjak dari posisi duduknya di atas sajadah sembari melepas mukena yang menutupi tubuhnya. Kedua matanya menyapu setiap sudut kamar Keenan. Kamar tamu yang telah diubahnya menjadi kamar favorit di apartemen kecilnya.
Wallpaper berwarna biru muda dengan gambar awan dan pesawat terbang, membuat suasana kamar menjadi cerah. Lantas Keiza menengadah. Menatap langit - langit kamar Keenan dengan bola - bola kecil yang menggantung di sekitar lampu layaknya planet - planet di luar angkasa. Kakinya melangkah ke sebuah kotak besar yang berisi berbagai macam mainan milik Keenan. Didekapnya boneka Minion Stuart raksasa yang berada paling atas di antara tumpukan mainan Keenan.
Keiza pun duduk di tepi ranjang Keenan, ketika merasakan gerakan si kembar yang sangat kuat. Tangan kanannya mengusap perutnya dengan perlahan. Sedari tadi malam, si kembar sangat aktif. Membuat Keiza tak bisa tidur. Bukan hanya si kembar yang tak bisa membuatnya tidur, namun kejadian sore kemarin pun membuatnya tak tenang hingga detik ini.
Kedua mata Keiza merebak, saat memandang sebuah foto yang menampilkan kebahagiaan keluarga kecilnya satu tahun yang lalu. Keiza yang berada di antara Keenan dan Abyan, tersenyum manis sembari memejamkan kedua matanya saat kedua lelakinya mencium pipinya dengan penuh sayang. Diambilnya foto itu, kemudian mengusap foto itu dengan perlahan.
"Bunda kangen sama Keenan dan juga Ayah," ucap Keiza dengan sebulir air matanya yang menetes.
Keiza tahu di mana keberadaan suami dan anaknya sekarang. Namun ia mengurungkan niatnya untuk menyusul dua orang lelaki tercintanya itu. Abyan membutuhkan waktu untuk bisa diajak berbicara baik - baik setelah kejadian kemarin. Selama bertahun - tahun, Keiza tak pernah melihat suaminya, Abyan, semarah itu. Hingga membuat Abyan tak pulang.
Dan hari ini, Keiza harus bisa menjelaskan semuanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Ia tak ingin jika kesalah pahaman ini semakin berlarut - larut. Ia pun sudah tak sabar ingin bertemu dengan jagoan kecilnya, Keenan.
---
Keiza mengendarai mobilnya dengan terburu - buru menuju kantor suaminya, Abyan. Ucapan petugas keamanan sekolah Keenan masih saja terngiang di telinga. Ia tak menyangka jika suaminya, Abyan, akan bertindak sejauh ini. Keiza tak bisa membayangkan jika dirinya harus berpisah dari Keenan.
"Maaf Ibu, entry card ini sudah diblokir," ucap salah satu petugas keamanan sekolah Keenan.
"Diblokir?" seru Keiza terkejut.
"Iya Ibu, entry card ini sudah tidak bisa dipakai lagi. Jadi, Ibu tidak bisa masuk ke dalam," jelas petugas itu.
"Saya ibu kandungnya, Pak. Siapa yang memblokir?" tanya Keiza.
"Sebentar Ibu, saya akan mengeceknya terlebih dahulu," ujar petugas itu sebelum mengeceknya melalui komputer.
"Bapak Muhammad Aly Abyan Alexander, beliau yang memblokir kartu ini. Nama Ibu sudah digantikan dengan nama, Aprilliya Cassandra Wijaya, nenek Keenan." Jelas petugas yang membuat nafas Keiza tercekat.
Keiza kembali menyeka air matanya yang masih saja mengalir. Ia harus bisa bertemu dengan Abyan secepatnya. Ia seakan lupa, jika dirinya sedang hamil saat ini.
---
"Sepertinya tidak ada jalan lain, Abyan," ucap Aka, "Lo harus me - merger perusahaan ini secepatnya." Tambah Aka memberi saran.
"Benar, Yan. Kalau perusahaan ini di - merger, Lo bisa melindungi perusahaan dari pengambilalihan." Tambah Boy memberi saran.
Abyan masih terdiam. Ia tak bisa mengambil keputusan besar dengan tergesa - gesa. Aka, Boy, Raka dan Mika menatap Abyan yang sedang berdiri bersandar di tepi meja sembari memasukkan kedua tangannya di saku celana. Rapat tertutup pemegang saham yang tak berkesan formal ini, membuat Abyan tak merasa semakin tertekan. Hanya Doni yang tak diundangnya. Doni, sang pemilik saham terbesar di perusahaan Abyan saat ini.
"Tapi jika perusahaan ini di - merger, maka harus ada persetujuan dari para pemegang saham. Dan kita tidak mungkin melewatkan Doni bukan?" tambah Raka.
"Bagaimana dengan akuisisi?" sela Mika yang membuat para lelaki di ruangan itu menatapnya.
"Ide bagus. Akuisisi tidak membutuhkan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham. Jadi, suara mayoritas yang akan menjadi pemenang," sambung Raka .
"Gue sih yes," sahut Boy.
"Gue juga," tambah Aka.
Abyan menatap adik, sahabat dan sepupunya bergantian. Kali ini Abyan tidak memiliki kekuatan yang lebih. Ia hanya memiliki 20% saham yang tersisa. Sedangkan adiknya, Mika, menyisakan 25% sahamnya. Aka dan Boy hanya 10%, Raka 5%, dan selebihnya merupakan saham gelap milik Doni.
"Perusahaan mana yang mau bekerja sama dengan Ally Inc. yang hampir gulung tikar?" tandas Abyan yang membuat semuanya menghela nafas.
Mika tersenyum, "Wils Company."
"Wils Company?" tanya Abyan penasaran.
"Bukankah itu perusahaan milik kakeknya Kak Keiza?" ucap Raka yang segera membungkam mulutnya dengan tangannya sendiri.
"Jangan bilang, Lo nggak tahu kalau bini Lo itu cucunya konglomerat nomor wahid di jamannya," seloroh Aka.
"Kalau mereka mau membantu, perusahaan ini akan terselamatkan, Yan," tambah Boy menatap Abyan yang masih berfikir.
Brak.
Semua menoleh ke arah pintu yang terbuka dengan kasar. Memandang Keiza yang sedang mengatur nafasnya.
"Maaf, mengganggu," ucap Keiza kikuk.
Abyan menatap Keiza tak acuh. Mika yang mulai merasakan aura tak bersahabat dari kakaknya, segera meminta ijin untuk keluar.
"Bagaimana kalau kita lanjutkan di ruang meeting?" ajak Mika yang disambut anggukan dari Aka, Raka dan Boy.
"Kita ke ruang meeting," ucap Boy gugup menatap Keiza.
Keiza menghampiri Abyan yang sedang mengendurkan dasinya. Langkahnya terhenti ketika dirinya sudah berada di hadapan suaminya, Abyan. Kilat amarah masih bisa Keiza lihat di kedua mata suaminya.
"Apa maksud kamu memblokir entry card aku, Bi?" tanya Keiza.
"Hanya untuk berjaga - jaga. Aku tidak ingin, jika Keenan diperalat untuk hal - hal yang tidak penting," jawab Abyan lugas menatap kedua mata Keiza dengan tatapan tajam menyeruak.
"Maksud kamu?"
"Jangan pernah membawa Keenan untuk bertemu dengan mantan kekasih kamu itu!"
"Bi, aku cuma ...,"
"Cuma apa? Kamu mau mencari alasan apalagi, hah? Aku sudah memperingatkan kamu berulang - ulang kali, Kei! Sudah cukup kamu membantuku selama ini. Jadi biarkan aku menyelesaikan masalah ini dengan caraku sendiri!!!"
"Bi, aku ...,"
"Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu menyalahgunakan kepercayaan yang sudah aku berikan kepada kamu selama ini!!!"
Jantung Keiza seakan berhenti berdetak mendengar suara keras suaminya yang membentak. Abyan yang berada di hadapannya saat ini, bukanlah Abyan yang seperti biasanya. Membuatnya seakan tak bisa bernafas. Keiza menatap Abyan dengan tatapan penuh ketakutan. Abyan sama sekali tak mengijinkan dirinya untuk mengucapkan sepatah kata pun.
"Jangan pernah menemui Keenan tanpa seijinku!" Ancam Abyan.
"Nggak! Jangan lakukan itu, Bi. Aku mohon," pinta Keiza diiringi tetesan air matanya.
"Atau aku akan menjauhkan Keenan sejauh - jauhnya dari kamu!" Tandas Abyan yang membuat Keiza menangis.
Keiza memegang tepi meja kerja Abyan untuk menahan tubuhnya yang akan terjatuh. Isakan tangis terdengar semakin jelas ketika Abyan melangkah pergi meninggalkannya sendiri.
Tbc.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top