1. Semangat baru
Keiza mengerjapkan kedua matanya dengan perlahan. Matanya kembali memejam ketika pening mendera kepalanya saat terbangun untuk duduk. Disandarkannya tubuhnya di kepala ranjang. Kedua matanya kembali terbuka sesaat setelah pening di kepalanya sedikit mereda. Tangan kanannya merapikan baju tidur kimononya yang berantakan karena ulah suaminya, Abyan, tadi malam. Lantas mengusap perutnya yang sudah mulai membesar. 7 bulan sudah usia kandungannya, dan selama itu pula hari - harinya selalu di selimuti oleh berbagai perasaan yang bercampur aduk hingga saat ini.
Kedua sisi bibir Keiza tersungging ke atas. Memandang wajah damai suaminya yang sedang tertidur lelap. Gurat wajah lelah masih bisa Keiza lihat di wajah tampan suaminya, Abyan. Perusahaan keluarga yang sedang berada di ujung tanduk, membuat Abyan bekerja keras untuk menstabilkan keadaan. Bagaimana pun keadaan Abyan saat ini, Keiza tetap bersyukur bahwa keadaan keluarga kecilnya sudah kembali seperti dulu.
Keiza memainkan rambut suaminya, Abyan dengan perlahan. Lantas mencium kening suaminya sebelum beranjak dari tempat tidur. Ia segera bergegas ke kamar mandi sebelum waktu salat subuh habis terlewatkan.
"Bi, bangun!" Ucap Keiza sembari menepuk - nepuk pipi suaminya, Abyan.
Abyan bergeming. Memeluk bantal panjang yang dirasanya seperti memeluk istrinya, Keiza. Lembut dan nyaman.
"Ayah, ayo bangun! Sudah jam lima ini," seru Keiza yang mulai kesal membangunkan Abyan.
"Bi," panggil Keiza dengan memijat - mijat tengkuk Abyan.
"Ngantuk, Bun," gumam Abyan.
"Mandi! Kalau nggak, Bunda bangunkan Keenan nih," ancam Keiza.
Abyan mulai mengerjapkan matanya ketika mendengar ucapan istrinya, Keiza. Badannya bisa semakin pegal jika Keenan yang membangunkannya. Keenan tak segan - segan untuk mencubit dan menaiki punggungnya jika dirinya tak juga terbangun.
"Bi," panggil Keiza kembali.
"Iya," sahut Abyan yang mulai menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.
Keiza mencium bibir suaminya dengan singkat. Membuat Abyan segera tersadar dan memberikan senyum manisnya.
"Again," pinta Abyan.
Keiza menatapnya tajam, "Mandi!"
Abyan mengerucutkan mulutnya sembari menatap istrinya yang mulai menampakkan wajah kesalnya.
"Mandi, terus salat," titah Keiza.
"And give me more morning kisses," tambah Abyan.
"Gampang," balas Keiza yang segera beranjak dari tepi ranjang tempatnya duduk.
Kemudian merapikan tempat tidur sesaat setelah suaminya beranjak dari tempat ternyamannya. Bulu kuduknya berdiri ketika Abyan mengecup tengkuknya berulang - ulang kali.
"Abyan!!!" Seru Keiza kesal.
"I do miss you, Kei," balas Abyan.
"Mandi atau puasa nanti malam?"
"Huh, selalu begitu,"
Abyan berjalan lemas memasuki kamar mandi. Membuat Keiza tersenyum simpul melihatnya. Hanya satu kata itu yang mampu membuat suaminya berhenti. Dan Keiza tak akan segan - segan untuk melakukannya.
---
Keiza tersenyum, memandang Keenan, hasil fotocopy dari suaminya, Abyan, versi kecil. Dari tempatnya berdiri, di dapur, ia bisa melihat Keenan dengan jelas. Keenan terlihat lucu dan menggemaskan mengenakan seragam sekolahnya. Diusianya yang sebentar lagi memasuki angka ke lima, Keenan sudah duduk di bangku Taman Kanak - Kanak. Kecerdasan Abyan menurun kepada anak lelaki kebanggaannya itu. Namun hal ini yang sering membuat Keiza sering uring - uringan karena pengaduan dari guru - guru Keenan di sekolah.
Tatapan mata Keenan tampak lurus dan fokus menatap layar flat besar yang sedang menampilkan film animasi pesawat kesukaannya. Sedangkan kedua tangannya sibuk memutar - mutar rubik yang berada di genggamannya. Kebiasaan terbaru Keenan ketika sedang menunggu ayahnya yang sedang berganti pakaian. Di sini, di apartemen Keiza yang kecil, beberapa kebiasaan Keenan mulai berubah.
Dua bulan yang lalu, Abyan terpaksa menerima tawaran istrinya, Keiza, untuk berpindah di apartemen peninggalan ibu mertuanya itu. Semua aset yang Abyan miliki telah berpindah tangan untuk menutupi semua kerugian perusahaan. Abi dan Umi sudah banyak membantu selama ini, dan Abyan tak ingin merepotkan kedua orang tuanya atau pun mertuanya. Hanya mobil yang beratas namakan Keiza saja yang masih bersisa. Semua fasilitas yang ada saat ini adalah milik Keiza.
"Ayo, Abang, kita sarapan," ucap Abyan sembari mengambil rubik dari tangan Keenan.
Keenan pun segera mengikuti ayahnya yang sudah duduk di meja makan kecil di samping mini bar. Keiza tersenyum melihat kedua lelaki tercintanya sudah duduk rapi tanpa harus mengeluarkan pekikkan khas paginya. Keiza membantu Abyan yang masih saja sibuk dengan ikatan dasinya.
"Terima kasih, Bunda," ucap Abyan sebelum mencium pipi Keiza.
"Sama - sama, Ayah," balas Keiza.
"Sandwich - nya mana?" tanya Keenan yang membuat Keiza mengurungkan untuk duduk.
"Sandwich - nya buat bekal, Abang, bukan?" sahut Keiza.
Keenan terdiam memperhatikan semangkuk pasta rendang dan juga sepiring besar onigiri dengan berbagai ekspresi lucu. Lantas kedua matanya menatap bundanya dengan raut wajah kecewa.
"Keenan mau sarapan sandwich saja. Bekalnya pakai onigiri," tutur Keenan yang membuat kedua orang tuanya menghela nafas.
"Ya sudah, ini sandwich - nya di makan," ucap Keiza sembari duduk setelah memberikan kotak bekal kepada Keenan.
"Nanti onigirinya biar Keenan saja yang memasukkan ke dalam kotak," tambah Keenan.
"Iya," balas Keiza singkat.
Keiza tersenyum sembari mengelus perutnya, mencoba menenangkan si kembar yang sedang aktif. Abyan yang mengetahuinya segera mengusap perut istrinya dengan penuh sayang.
"Abang, berdoa dulu!" Peringat Keiza ketika Keenan akan menggigit sandwich.
Abyan mengulum senyumnya. Keenan pun memimpin doa seperti biasanya. Membuat Abyan dan Keiza tersenyum bangga. Selesai berdoa, ia segera melahap sandwich tuna kesukaannya.
"Bunda," panggil Keenan.
"Iya, Sayang," sahut Keiza yang akan melahap pastanya.
"Bunda sama ibu guru bohong ya?" tandas Keenan.
Dahi Abyan dan Keiza mengerut samar. Abyan mengunyah makanannya dengan perlahan. Ia tahu, jagoan kecilnya ini sebentar lagi akan membuat bundanya mati kutu di tempat. Keiza menatap Keenan dengan tatapan penuh pertanyaan. Otaknya mulai mengumpulkan berbagai macam kata untuk menjawab pertanyaan Keenan yang akan terlontar.
"Bohong? Bohong apa?" tanya Keiza bingung.
"Bunda dan ibu guru pernah bilang, kalau Allah itu satu. Bunda bohong," protes Keenan sembari mengunyah sandwich di mulutnya.
Keiza menghela nafasnya. Membuat tangan kanan Abyan menggenggam tangan kirinya yang berada di atas meja.
"Bunda dan Ayah bilang, masjid itu rumah Allah. Rumah Allah saja banyak. Di kantor Ayah ada, di cafe Bunda ada, di kebun binatang ada, di sekolah Keenan juga ada, dan di samping rumah kita juga ada masjid dulu. Berarti Allah itu banyak, nggak cuma satu." Ujar Keenan menjelaskan.
Abyan terkekeh. Membuat Keiza menatapnya dengan geram. Abyan segera memakan pastanya, menghindari tatapan tajam dari istrinya. Keiza meminum air putih sebelum menjelaskan kepada anaknya yang super duper limited edition itu.
"Allah itu satu, Allah itu Esa. Bunda nggak pernah bohong," sela Abyan.
"Tapi kenapa rumahnya banyak? Berarti Allah itu banyak, Ayah!" Protes Keenan.
"Allah itu satu, nggak ada yang lain," tambah Keiza yang masih bingung menyusun kata untuk menjelaskan kepada Keenan.
"Allah nggak punya Ayah sama Bunda?" tanya Keenan yang dijawab anggukkan dari Keiza.
"Nggak punya saudara juga?" tanya Keenan kembali.
Keiza kembali mengangguk. Kali ini ia seakan kehabisan kata - kata untuk memberi pengertian bahwa Allah itu satu.
"Kasihan," ucap Keenan yang membuat Abyan menghentikan kegiatannya.
"Allah itu satu, Abang. Dan kenapa rumah Allah banyak? Karena Allah itu Maha Kaya," jelas Abyan.
"Wow, Keenan mau kayak Allah. Punya rumah dimana - mana," sahut Keenan yang membuat Keiza memijat pelipisnya.
"Keenan, Allah itu yang menciptakan segalanya. Langit, bumi, laut, sungai, batu, kucing, semuanya, termasuk menciptakan Ayah, Bunda, Keenan, Memo, Pepo, Aunty Mika, Om Reihan, dan semuanya."
"Ayah sudah pernah bertemu dengan Allah? Dimana, Yah, Allah sekarang?"
"Allah itu dekat dengan kita, Allah itu selalu ada di hati setiap orang yang saleh. Termasuk di hati Keenan. Jadi Allah itu selalu ada di manapun Keenan berada,"
"Memangnya Allah itu kayak gimana sih? Dia mengikuti Keenan terus?"
Keiza menghela nafasnya sebelum menyahuti pertanyaan anaknya. Ia menggenggam tangan Keenan, dan menatapnya dengan lembut sembari tersenyum.
"Abang tahu kan bentuk sungai, batu, kucing, kambing, burung?" tanya Keiza yang disambut anggukan oleh Keenan.
"Nah, bentuk Allah itu tidaklah sama dengan apapun yang pernah Abang lihat." Pungkas Keiza.
"Terus, kenapa kita gak bisa melihat Allah?" tanya Keenan yang belum merasa puas akan jawaban ayah dan bundanya.
"Abang bisa melihat matahari secara langsung?" tanya Abyan memancing anaknya untuk bisa berfikir retoris.
Keenan menggelengkan kepalanya. Membuatnya menatap ayah dan bundanya bergantian.
"Tidak kan? Abang bisa sakit mata nanti, apalagi Allah yang lebih agung," jelas Abyan yang membuat dahi Keenan semakin mengerut.
"Sini tangan, Abang," pinta Keiza.
Keiza menghadapkan telapak tangan Keenan ke arah wajah. Lantas ia menunjukkan garis - garis tangan di telapak tangan Keenan.
"Abang bisa melihat garis - garis ini?" tanya Keiza.
"Bisa," jawab Keenan.
Kemudian Keiza mendekatkan telapak tangan Keenan sedekat - dekatnya di wajah anaknya. Abyan mengulum senyum, memandang kagum istrinya yang sedang memberikan perumpamaan sederhana untuk anaknya, Keenan.
"Abang, bisa melihat garis tangan Abang tak?" tanya Keiza.
"Tak," balas Keenan.
"Nah, sama halnya dengan Allah. Allah tidak bisa kita lihat bentuknya, karena Allah maha besar dan maha dekat dengan hamba - Nya. Keenan mengerti?"
Keenan mengangguk menjawab pertanyaan bundanya.
"Sekarang, cepat habiskan sandwich nya!" Titah Keiza.
"Yes, Bunda," sahut Keenan.
"Aaa ...," pinta Abyan sembari menyodorkan sebuah sendok yang penuh dengan pasta.
Keiza tersenyum sebelum menerima suapan suaminya. Lantas tangannya kembali sibuk, untuk memasukkan onigiri ke dalam kotak bekal makan Keenan.
"Gantian Keenan yang menyuapi Bunda," ujar Keenan.
"Nanti dong, mulut Bunda masih penuh ini," sahut Keiza yang membuat Keenan tertawa karena melihat mulut bundanya penuh dengan pasta.
Setiap pagi, ada saja hal yang ditanyakan oleh Keenan. Hal - hal yang diluar prediksi Abyan dan Keiza. Membuat Abyan dan Keiza semakin rajin mencari informasi apapun seputar mendidik anak dengan baik.
"Habiskan makanannya, nanti terlambat lho," peringat Abyan.
---
"Jangan nakal di sekolah! Dan hari ini, Ayah yang akan menjemput Keenan pulang," tutur Abyan sebelum anaknya masuk ke mobil bundanya.
"Siap Ayah!" Sahut Keenan sebelum mencium pipi kanan dan kiri ayahnya.
"Kamu hati - hati ya, Sayang! Jangan mengebut! Telpon aku kalau sudah sampai cafe," peringat Abyan yang disambut senyuman dan anggukan kepala dari Keiza.
"Ayah juga hati - hati, ya! Baik - baik di kantor," ucap Keiza.
Abyan mengangguk patuh. Tangan kanannya terulur untuk disambut istrinya yang akan berpamitan. Lantas ia mencium pipi kanan, pipi kiri, kening, hidung dan juga bibir istrinya, Keiza. Hingga suara klakson mobil yang dibunyikan oleh Keenan membuat keduanya terkesiap kaget.
"Hati - hati," ucap Abyan sebelum Keiza masuk ke dalam mobilnya.
Abyan tersenyum memandang mobil Juke berwarna putih itu menjauh dari pandangannya. Ia menghela nafasnya sebelum dirinya masuk ke dalam mobil mewah milik istrinya. Mobil yang dihadiahkan Abyan untuk Keiza di anniversary pernikahan kedua meraka.
Tangan kanan Abyan mengambil smartphone yang berdering di saku celananya. Ia segera mengangkatnya ketika melihat identitas si penelpon.
"Assalamualaikum," salam Abyan.
"Walaikumsalam, Bang," sahut Raka dari balik smartphone Abyan.
"Ada apa, Ka? Apa ada informasi terbaru?"
"Iya, Bang. Raka sudah menemukan orangnya,"
"Siapa?"
"Doni, Doni Julian,"
Rahang Abyan mengeras mendengar nama yang Raka sebutkan. Tangan kirinya mencengkram setir mobil dengan erat dan kuat. Nama itu sudah Abyan buang jauh - jauh dari hidupnya. Dan saat ini, nama itu kembali muncul untuk mencoba menghancurkannya.
Tbc.
***
"Akhirnya... ada extended version nya," ucap Keiza.
"Tapi kurang nampol prolog nya, mainstream abis," protes Abyan.
"Bodo!" Ujar author.
"Nggak akan bisa mengalahkan cerita gue, Bang," seloroh Raka.
"Nggak usah jadi kompor ye!!! Pergi sana!" Usir author yang dibalas tawa membahana dari Raka.
"Nggak usah mengusir, Raka akan keluar dengan terhormat," sahut Raka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top