02 💧 Muncul masalah baru.

Aku terlalu bersedih, terlalu sakit hati sampai kepalaku tidak bisa berpikir jernih. Gara-gara itu pula aku jadi lupa bahwa saat berangkat ke apartemen Dick membawa mobil sendiri dan sekarang tertinggal di basemen karena begitu pulang aku memilih langsung melesat terbang. Iya, terbang. Padahal saat di siang hari terutama dengan identitas sebagai Resti Queen Luthor mengharuskan aku menyembunyikan kekuatanku. Tetapi, aku hanya ingin buru-buru tiba di kediamanku. Di sebuah apartemen mewah pusat kota metropolis.

"Loh, udah pulang, Kak?" Sambutan kudapat saat aku mendarat di pintu depan apartemen. Adikku, Ana, berjalan dari samping sisi apartemen dan hendak menuju ke pintu juga.

"Iya, kenapa?" Ah, sial. Aku tidak secuek ini biasanya.

"Katanya mau ngasih surprise ke Kak Dick, kok udah pulang? Kejutannya udah?" Ana bertanya dengan wajah yang tampak penasaran. Hatiku jadi bertanya-tanya, haruskah aku cerita? Ah, tidak. Usia Ana masih empat tahun sejak dirinya keluar dari tabung eksperimen DNA, meski pemikiran dan badannya sudah seperti remaja, tetapi aku tidak bisa mencekoki adikku sendiri dengan hal-hal negatif.

"Iya." Aku menjawab seadanya dan memutuskan masuk ke dalam. Ana menyusul di belakang.

"Ayah ada di ruang keluarga lantai atas, Kak." Ia berbicara. Langkahku berhenti untuk sesaat dan membalik badan menghadapnya. Aku memberikan tatapan mempertanyakan hingga ia kemudian lanjut berbicara, "Padahal aku lagi asyik main di halaman samping tapi tiba-tiba disuruh ke atas."

"Conner?" Aku bertanya.

"Udah duluan di sana kayaknya," jawab Ana.

Kami berdua pada akhirnya berbarengan sampai ke ruang keluarga yang dimaksud. Di dalam sana sudah ada Lex Luthor, ayah kami yang berdiri dengan memandang ke dinding kaca transparan ruangan ini. Bagian luar kaca tersebut menampilkan pemandangan kota metropolis siang hari yang tampak ramai oleh kendaraan-kendaraan dan aktivitas warga.

Yang hadir di dalam ruang ini tidak hanya beliau, tetapi Conner, pria berambut jabrik berkacamata hitam dan pakaian santainya sedang duduk di kursi dengan kaki di atas meja. Selain itu, seorang wanita berambut pendek sebahu yang tak lain adalah asisten pribadi ayah juga berdiri di belakang ayah dalam keadaan tertunduk.

Aku dan Ana akhirnya duduk di kursi kosong di samping Conner. Lantas, Lex mendekat ke arah kami, pandangannya cukup tajam dan rahangnya kulihat mengeras. Bisa kupastikan dalam sekali tatap bahwa ia sedang marah.

"It's been several years, dan kalian masih tidak ada gunanya!" Ah, masalah apa lagi ini? Sungguh aku tidak ingin banyak pikiran dan sangat ingin tidur.

"Apa maksud Ayah?" Ana bertanya dengan nada polosnya.

"Superman! Lelaki sialan itu sudah berhasil menemukan ruang penyimpanan senjata kryptonite dan menghancurkannya!" Lex menggebrak meja dengan kuat.

Dari sisi sampingku, telingaku menangkap suara Conner yang sedang tertawa. Aku tidak menoleh ke arahnya, tetapi wajah Lex semakin marah saat mendengar anak itu terbahak-bahak sebab dirinya sendiri pun sudah tahu Conner berada di pihak Superman meski tidak ikut campur dalam perkelahian mereka berdua.

"Lalu hubungannya apa dengan kita? Kau yang kalah darinya tapi kita yang disalahkan, begitu?" Sangat menohok. Conner berbicara fakta. Namun, Lex yang sudah terbawa emosi itu jelas akan semakin tersulut oleh responnya.

Tinju Lex terkepal erat, tangannya terangkat dan segera menghantam wajah Conner dengan kuatnya. Conner yang merupakan hasil eksperimen gabungan DNA antara Lex Luthor dan Clark Kent–Superman–jelas tidak akan terpengaruh oleh tinju biasa. Akan tetapi, tinju Lex Luthor mampu membuat ia terpental cukup jauh hingga badannya membentur dinding belakang ruangan. Cincin dengan mata berwarna hijau yang dipakai oleh Lex bukanlah batu akik, melainkan kryptonite yang merupakan kelemahan bagi ras kripton seperti Conner.

Aku menghela napas. Ini tidak akan ada habisnya jika dilanjutkan.

"Intinya, Ayah ingin membalas perbuatan Superman, kan?" Aku berbicara. Atensi Lex mengarah sepenuhnya padaku, seperti menyelidik. "Akan aku bantu."

"Kak Resti!" Ana dan Conner berseru bersamaan.

"Mungkin emang lebih baik kalau aku jadi penjahat aja, An, Con." Jawabanku menumbuhkan tawa Lex. Tetapi Ana dan Conner segera menghampiriku, tampak tidak percaya.

"Bagus. Kenapa tidak dari dulu saja kau begitu, Resti? Tapi, ya, sudahlah. Yang penting sekarang kau sudah setuju untuk berada di jalan yang sama denganku." Lex terlihat puas dengan jawabanku.

"Apa maksudnya ini, Kak?" Ana bertanya.

"Bagaimana dengan Dick? Bagaimana dengan NightQueen? Kau mau meninggalkan jalanmu dan membantu botak ini melakukan kejahatan?" Conner menjejalku dengan pertanyaan pula.

"Aku punya rencana bagus, Ayah. Tapi kita bicarakan aja berdua." Ucapanku mengundang keterkejutan dari Conner dan Ana. Meski begitu mereka tidak bisa apa-apa setelah Lex mengusir dan menyuruh mereka meninggalkan ruangan.

Sesungguhnya aku tidak tahu apakah ini cara yang benar. Namun, aku hanya ingin lepas dari hal-hal buruk yang memenuhi isi otakku saat ini. Aku butuh pengalihan. Aku butuh pelampiasan. Kemarahanku pada dua orang yang kutemui sebelumnya, bagaimana caranya menghilangkan?

.

914 Kata ~

.

A/N : What if i'm a villain.

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top