YCCMM - 35

Jangan lupa Vote & Comment, ya!
Selamat Membaca 🐣

.

.

.

.

Sudah satu jam Gupi diam di tempat sambil melakukan aktivitasnya. Mengecup punggung tangan Miu, mengecup pucuk kepala, sampai mengusap bahu sang Istri namun Miu tidak kunjung tenang sedikutpun.

Miu takut.

Miu trauma.

Pisau dan ekspresi pembunuh itu tidak bisa ia abaikan begitu saja.

"Sepertinya dia sangat membenciku" Mengeratkan remasan pada bahu Gupi.

"Ssst sst sst---apa yang kamu katakan? Siapa yang bisa membenci Istri manisku ini?"

"Gupi!" Mengeluarkan tatapan tajam pada sang Suami. Bisa-bisanya di masa tegang seperti ini dia malah bercanda.

"Memangnya kamu punya musuh? Setahu aku musuhmu hanya si guru inggris itu siapa namanya? Aku bahkan lupa dengan namanya yang tidak penting itu"

"L-Lalu kenapa dia menyerangku, Gupi?" Miu mengalihkan pandangannya pada Gupi dengan ekspresi cemas.

"Seperti yang dari tadi aku katakan, mungkin dia salah target. Mungkin harusnya Ohm yang nyebelin itu tapi malah ke kamu"
"Karena aku percaya kalau Ohm pasti punya banyak musuh" Mengusap pipi Miu menggunakan Ibu jari.

Miu diam.

Apa benar seperti yang dikatakan Gupi?

Tapi bagaimana kalau----

"Jika kau ingin tahu siapa Gupi yang sebenarnya, datang ke XXX"

----kalimat pada surat tadi siang mulai menghantui pikiran Miu.

"Gupi, ada yang kamu sembunyikan dariku?"

"Ada"

Jantung Miu berpacu cepat dan tubuhnya menegang.

"Apa?"

"Aku mencintaimu---eyy jadi malu" Menyembunyikan wajahnya memakai dua tangan.

Alis Miu berkedut.

*Sialan*

"Ayo tidur. Pagi-pagi sekali kita harus melanjutkan perjalanan ke malaysia, sayang"

"Aku mau pulang"

Deg

"Ke Thailand" Lanjut Miu.

"Kamu yakin?" Mengusap rambut dan mendapat anggukkan kecil dari sang Istri.
"Baiklah, apapun untukmu" Tersenyum.

Miu menatap ekspresi wajah Gupi penuh tanda tanya.

Bukankah sebelumnya dia melawan orang jahat yang menggunakan senjata? Kenapa ekspresinya begitu tenang seolah kejadian tadi sudah biasa terjadi? Apa yang dia lakukan sampai orang jahat tadi tidak bersuara lagi? Membunuhnya?

Miu melirik ke tangan Gupi yang tidak gemetar sama sekali padahal---jika Miu ada di posisinya setelah membunuh orang, dia pasti akan gemetar setengah mati.

"Ada apa, hm?" Tanya Gupi setelah melihat Miu terus memperhatikan tangan nya.

"Kamu tidak merasa takut?"

Gupi menaikkan sebelah alisnya.

"Untuk?"

Miu kembali diam.

Bibir plum nya hendak mengeluarkan sepatah kata tapi ia batalkan. Ia katupkan bibirnya kembali sebelum berkata, "tidak jadi. Aku mau tidur"

"Baiklah--tidur di sini" Gupi menarik Miu ke sisinya lalu ia peluk.

"Selamat malam, Gupi"

"Selamat malam, sayang"

Cup

Gupi mengecup pucuk kepala Miu sebelum menutup mata sedangkan Miu, matanya masih terbuka lebar di dada bidang Gupi.

*Gupi, kamu--bukan seorang pembunuh, kan?*

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

5 Bulan Kemudian

Sejak peristiwa menakutkan itu, Miu mengurung diri di mansion. Ia sama sekali tidak keluar karena tidak ingin bertemu dengan orang asing.

Seiring berjalannya waktu, perut Miu semakin membesar. Tingkat kelelahan naik signifikan setiap bulan nya. Jika biasanya dapat melakukan aktivitas begitu semangat dan tidak kenal lelah, lain hal dengan sekarang. Baru melakukan aktivitas 30 menit ia sudah capek dan harus istirahat atau ia akan pingsan.

Tidak hanya itu, kesehatan nya pun kian menurun. Miu jadi mudah sekali terkena berbagai penyakit, terutama flu. Sekali sakit, dokter pribadi keluarga bisa bolak balik mansion sebanyak 3X dalam sehari dan berturut-turut, membuat Gupi dan semuanya khawatir.

Saat ini Gupi dan Miu berada di kamar.

Gupi baru saja menyuapi Miu semangkuk bubur lalu membersihkan mulut dari sisa-sisa makanan.

Melihat keterdiaman sang Istri, membuat Gupi jadi penasaran dan bertanya, "sayang, kamu baik-baik saja?"

Miu menghembuskan nafas panjang dan menjawab, "hmm. Aku baik-baik saja"

"Sepertinya daritadi kamu terus memikirkan sesuatu. Boleh aku tahu apa itu?" Menyingkirkan rambut Miu yang mulai panjang ke belakang telinga.

"Aku bingung kenapa tubuhku begitu lemah akhir-akhir ini? Apakah karena aku sedang mengandung?"

"Tentu" Tersenyum.
"Aku minta maaf"

"Maaf? Maksudmu?"

"Maaf telah membuatmu mengandung sehingga kesehatanmu memburuk" Ucap Gupi sambil menunduk seperti murid yang telah mengakui kesalahan di depan guru.

Tangan Miu terulur untuk mengusap rahang tegas sang suami.

"Kenapa kamu berpikir kesana?"

"Hanya---melihat kesehatanmu yang drop seperti ini, membuat hatiku sedih" Setelahnya Gupi diam.

Miu mengurai senyum kemudian memeluk Gupi.

"Kamu tidak salah apapun. Aku yang menginginkannya. Jangan limpahkan semuanya pada dirimu sendiri, hm?" Tangan kanan Miu mengusap belakang kepala Gupi begitu lembut sehingga Gupi dapat merasakan ketenangan di hatinya.

Gupi membalas pelukan Miu dan setelahnya, ia mengusap perut Miu yang buncit dengan sangat lembut.

"Daddy tidak sabar melihatmu lahir ke dunia"

Miu merasakan kehangatan pada perutnya saat di usap oleh tangan Gupi yang besar. Ia melihat interaksi menyenangkan terhadap Gupi dan bayi di perutnya secara intents sampai tidak sadar mengucapkan kalimat yang seharusnya tidak perlu diungkapkan.

"Gupi"

"Hm?" Melirik wajah Miu.

"Jika suatu saat nanti kamu harus memilih, aku mohon agar kamu---pilih anak kita, ya?"

DEG

Gupi sangat shock.

Percakapan apa ini? Gupi sama sekali tidak suka.

"Kenapa kamu bisa bicara seperti itu?"

Miu bisa lihat ekspresi tidak menyenangkan datang dari Gupi.

"K--Karena aku melihat bahwa pria yang bisa hamil sepertiku 7/10 mati setelah---"

"KAMU TIDAK AKAN MATI!!"

DEG

Miu terkejut ketika Gupi menaikkan nadanya tiba-tiba.

"G-Gupi--"

"KAMU TIDAK AKAN MATI, MIU! AKU BERSUMPAH TIDAK AKAN MEMBIARKANMU MATI DAN MENINGGALKANKU SENDIRIAN DISINI"

"T---Tadi a-aku bicara h-hanya 'seandainya'" Entah mengapa Miu begitu takut dengan aura yang Gupi pancarkan, seakan akan menusuk tubuhnya hidup-hidup.

Gupi mengusap wajah sambil menarik nafas berkali-kali lalu berkata, "WALAU ITU HANYA 'SEANDAINYA', JANGAN PERNAH BICARA TENTANG KEMATIAN DIDEPANKU. AKU BENAR-BENAR TIDAK SUKA, MIU SUPPASIT"

DEG DEG

Seperti tertusuk panah 2X, hati Miu nyeri.

Miu baru pertama kali melihat Gupi semarah ini selama mengenalnya dan di kala itu lah, pertahanan Miu runtuh. Miu yang biasanya terlihat kuat, kini ia menangis hebat.

Perasaan ini, ia sangat ketakutan. Ia bahkan bergerak mundur, menjauh dari Gupi sejauh yang ia bisa.

Melihat istrinya nangis, Gupi sadar dari amarahnya lalu menghampiri. Ia menyesal. Hatinya kembali sakit ketika buliran air mata terus membasahi pipi bulat Miu.

"Sayang, aku minta maaf"

PATS

Miu reflek menepis tangan Gupi yang hendak menyentuhnya.

"MENJAUH DARIKU--HIKSS HIK HIKSS!"  

Miu tidak suka ketika seseorang membentaknya tanpa alasan karena sang Ibu sekalipun tidak pernah membentaknya selama beliau masih hidup.

"S-Sayang---"

"Ada apa ini?" Ploy datang dari arah dapur setelah mendengar tangisan Miu.
"Kamu kenapa nangis, sayang?!" Ploy segera menghampiri Miu lalu memeluknya dengan erat.

Miu tidak menjawab karena hatinya masih sakit dan sesak, memenuhi tenggorokan.

"GUPI, APA YANG KAMU LAKUKAN PADA NYA?"

"G-Gupi tadi tidak sengaja membentaknya, Mom. Gupi minta maaf"

"APA?! KAN SUDAH PERNAH MOMMY KATAKAN KALAU SAAT HAMIL ITU SANGAT SENSITIF DENGAN BENTAKKAN, GUPI! KAMU HARUS TAHAN EMOSIMU. TAHAN SEBISA MUNGKIN" Marah Ploy sebab Ploy dapat merasakan apa yang Miu rasakan karena dulu ia juga pernah mengandung.

"Maaf, Mom, Gupi benar-benar kelepasan tadi. Gupi benar-benar menyesal sekarang. Gupi minta maaf. Miu, aku minta maaf. Tolong maaf'in aku, na?" Gupi terus memohon sambil berlutut di depan Miu namun Miu enggan melihatnya karena masih terbawa emosi bawaan hamil.

"Kita bicarakan lagi nanti dan sekarang biarkan Miu istirahat di kamarnya dan kamu---jangan bertemu dengan nya dulu"

"T-Tapi Mom---" Ploy mengajak Miu untuk bangkit berdiri kemudian berjalan menuju kamar.
"Miu, aku minta maaf--hikss"
"Miu hikssss hik hiksss"

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

"Hai, tampan. Butuh teman untuk malam ini?" Mengedipkan sebelah mata sambil menaruh tangan pada bahu Gupi yang baru saja masuk ke dalam club mewah tersebut.

"Menyingkir dari jalanku" Gupi menepis tangan wanita itu kemudian masuk ke kerumunan.

"Tch. Dasar kurang ajar!!!" Setelahnya wanita penghibur itu pergi ke arah berlawanan.

"Gupi?!!"

Gupi mencari asal suara dan menemukan Chimon, teman satu kelasnya dulu.

"Oh? Kau---Chimon, kan?"

"Benar! Aku pikir kau akan lupa denganku, Gupi"

"Eyy--ingatanku sangat tajam asal kau tahu" Menarik sudut bibir.

"Hahahaha!! Kau kemari sendirian? Butuh hiburan?"

"Yah begitulah. Kau juga sendirian?"

"Ya. Aku berencana datang untuk melakukan kontrol sebentar kemudian pulang ke rumah"

"Kontrol?" Gupi dibuat bingung.
"Memangnya kau pemilik club ini sampai harus control segala---"

"Memang"

Hening

"Ek--hem, mari kita pergi ke ruang VVIP. Disini terlalu berisik"
"Malam ini aku akan melayanimu, tamu VVIPku" Membungkuk hormat.

"Berlebihan" Gupi mengikuti kemana Chimon membawanya.

"Nah, mari aku bantu tuangkan minum" Chimon meraih sebotol Wine mahal kemudian ia tuang isi nya ke dalam gelas milik Gupi.

"Terima kasih" Wine itu habis dalam 1x tegukan.

"Nikmati saja malam ini agar pikiranmu sedikit ringan" Ikut meneguk segelas wine sambil bergoyang, mengikuti alunan musik DJ.

Gupi hanya mengiyakan ucapan Chimon. Pikirannya kalut oleh Miu.

"Chimon"

"Hm?"

"Apakah kau sudah menikah?"

Chimon begitu terkejut oleh pertanyaan Gupi.

"Aku baru 17 tahun dan kau bertanya seperti itu? Tentu saja belum, bro. Umurku masih panjang. Aku mau nikmati masa mudaku dulu"

Setelah mendengar jawaban Chimon membuat Gupi berpikir bahwa menceritakan masalah rumah tangganya dengan Miu pada nya seperti akan sia-sia.

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Memangnya kau sudah menikah?"
"Hei---tidak mungkin. Umur kita kan sama. Tidak mungkin jika kau sudah menikah"

"Rahasia dan omong-omong umur ku lebih tua 3 tahun darimu"

"Hah?!!"

TAK

Gupi menaruh gelas dan beberapa lembar Bath diatas meja.

"Terima kasih sudah mau menemaniku minum. Aku pulang dulu. Sampai jumpa" Berlalu sebelum menerima jawaban Chimon.

"Y-Ya, sampai jumpa" Menatap punggung Gupi yang perlahan menjauh.
"Memangnya dia sudah menikah?"
"Ahh sudahlah. Jika dia sudah menikah memangnya kenapa? Dia anak tunggal kaya raya"

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Rasa untuk berjalan sangat berat sejak Gupi menginjakkan kaki di lobby mansion. Ada rasa cemas karena tidak tahu harus bersikap seperti apa didepan Miu nanti setelah pertengkaran hebat sebelumnya.

Apa yang harus ia katakan pada Miu nanti?

Apakah Miu masih marah padanya?

Bagaimana jika Miu masih marah? Dia harus bagaimana? Dia takut tempramen kembali menguasai pikiran dan kembali membuat hati kecil Istrinya terluka.

Gupi bingung dan juga takut.

Gupi takut dibenci oleh Miu.

Gupi akan hancur jika Miu ingin berpisah darinya.

Tidak!!

Tidak boleh berpisah.

Bila ia harus mengorbankan nyawa nya sendiri untuk memohon, ia akan lakukan dengan syarat Miu tetap bersamanya.

Gupi kembali kalut dalam pikirannya sampai panggilan dari Alex tidak ia dengar sejak 5 menit yang lalu.

"GUPI TRAIPIPATTANAPONG!!!"

DEG

Gupi terkejut sambil melihat ke arah suara.

"Daddy?"

Alex berdecak kesal.

"Apa-apaan ini? Ragamu ada disini tapi jiwamu kemana-mana. Jika musuh ada di sekitar, kau bisa langsung mati"

Gupi menggaruk belakang kepalanya yang gatal.

"Ada kepentingan apa, Dad? Aku lagi galau. Mau tidur cepat" Hendak melangkah namun dihentikan.

"Heh heh heh----diam ditempatmu"

"Tck. Ada apa sih, Dad? Gupi lagi tidak mood untuk bertengkar"

"Siapa yang mau bertengkar denganmu?"
"Daddy cuma mau ingatkan kembali, besok jangan lupa ke kantor dan mulai bekerja"

"Ya---Gupi tahu"

"Ada Off dan Gun, asisten yang sudah Daddy tunjuk secara resmi untuk membimbingmu selama disana"

"Ya"

"Perhatikan sikapmu selama disana. Sapa, Senyum, Santun"

"Ya"

Alex masih berpikir kalimat apa yang ingin dikatakan selanjutnya namun Gupi langsung akhiri begitu saja.

"Selamat malam, Dad" Meninggalkan Alex.

"Tck. Dasar lemah. Baru pertama kali bertengkar dengan Istrimu saja sudah seperti itu, bagaimana seperti Daddy yang hampir setiap hari bertengkar dengan Ibumu?"

:

Setelah membuka pintu kamar, Gupi menemukan suasana kamar begitu tenang. Mata elangnya menelusuri ruangan dalam diam sampai bertemu Miu yang tengah tidur dengan nyenyak di ranjang mereka.

Perlahan, Gupi mendekat dan menaiki ranjang dengan sangat perlahan agar si manis tidak terbangun. Dilihat nya wajah manis Miu dari dekat yang mana terdapat bengkak pada kedua bawah mata.

"Kasihan. Pasti nangis nya lama"
"Aku sungguh minta maaf, Miu. Aku marah pada diriku sendiri karena sudah melukai hatimu tadi"
"Aku mengatakan itu karena aku benar-benar takut kehilangan kamu" Diusapnya kelopak mata itu lalu dikecup dengan lembut dan penuh kasih sayang.

Cup

Cup

"Eng--Gupi?" Cicit Miu dengan suara seraknya.
*Bau alkohol*

"Maaf---aku membuatmu bangun?"

Tiba-tiba Miu membuka kedua tangan lalu memeluk leher Gupi dengan sangat erat.

Gupi sangat terkejut tapi ia terima pelukan itu dengan senang hati.

"Gupi, kamu dari mana saja?" Miu menciumi leher Gupi sambil menghisap aroma strawberry yang membuatnya candu. Entah karena ia hamil atau hal lain, ia sangat suka menghirup aroma pada leher Gupi sejak 3 bulan terakhir.

"Maaf. Sekarang aku ada disini"

Miu tidak menjawab.

"Apakah kamu masih marah padaku?"

Miu tetap tidak menjawab.

"Aku minta maaf karena---"

"Aku tidak mau membahasnya lagi" Tak berselang lama, Miu kembali pulas dengan posisi masih mencium leher Gupi.

Satu tangan Gupi mengusap belakang kepala Miu dan satu tangannya lagi dijadikan bantal kepala Miu.

"Selamat malam. Semoga kamu mimpi'in aku yang indah-indah"

Cup

Mengecup pucuk kepala Miu dan ikut tidur setelahnya.

Di sisi lain,,,,

"Bos, sepertinya orang itu tidak akan datang kemari walau kita sudah memberinya surat tempo hari"

"Mari pikirkan cara lain"
"Jika tidak bisa membuatnya datang, maka dia harus kita jemput secara paksa" Menyeringai.
"Cari dimana keluarga keparat itu tinggal sekarang"

"Baik, Bos"



To Be Continue,,,,,



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top