YCCMM - 06

Jangan lupa Vote & Comment, ya!
Selamat Membaca 🐰

.

.

.

.

"Mae, ayo cepat siap-siap"

"Ada apa, Nak? Kenapa buru-buru? Mae belum siapkan sarapan untuk kita"

"Tidak perlu, Mae. Kita sarapan di luar saja nanti"
"Ayo, Mae"

"T---Tapi ini masih pagi, Nak. Kita janji sama dokter jam 10, bukan?" Davikah melirik jam dinding yang baru menunjukkan pukul setengah 7 pagi.

"Mae, apa salah nya kita datang lebih awal, hm?"

"Tapi ini terlalu awal--"

"Miu mohon---turuti ucapan Miu kali ini saja, Mae"
"Na?" Miu meraih tas kemudian memakaikan sandal di kaki Davikah.

"Baiklah. Ayo kita pergi"

Miu menganggukkan kepala sembari tersenyum setelah sang Ibu akhir nya mau menurut.

"Ayo Miu bantu. Hati-hati melangkah nya, Mae"

Sang ibu mengulas senyum di bibir nya yang pucat setiap Anak manis nya selalu mengingatkan hal-hal yang terlihat sepele.

"Iya, sayang. Kamu juga hati-hati melangkah. Kalau kamu sampai jatuh, Mae juga ikut jatuh"

Miu melihat ke arah sang Ibu sambil membuka pintu rumah tanpa melihat knop.

"Percayakan saja padaku, Mae. Aku kan orangnya sangat hati-hati----aduh?!" Ringis Miu ketika saat ia berjalan tanpa melihat ke depan, kepala nya menabrak sesuatu yang besar dan keras. Ia reflek berbalik namun menunduk lebih dulu sambil mengusap bagian kepala yang sakit.
Melihat sepasang sepatu, Miu bercicit kecil, "perasaan aku tidak panggil tukang deh hari ini"

"Tukang?"

"!!!!" Kedua mata Miu membola karena shock dengan suara yang tampak familiar.

"Bukan tukang, tapi Gupi!" Tersenyum.

"Selamat pagi, Pak cantik!!!!!!!"

*Siapapun, tolong bunuh saya sekarang* Miu melirik ke arah sang Ibu yang sedang bingung dengan situasi kini.

"Oh?" Gupi baru sadar bila ada seorang wanita paruh baya di belakang Miu.
"Khun siapa?"
"Khun Ibu nya Pak cantik?"

*Matilah kau, Miu!! Anak ini berani-berani nya panggil 'Pak cantik' didepan Ibu* Gelagapan.
"E--Ehm, Mae, dia---"

"Anak manis ini siapa, Miu?" Davikah mulai bersuara.

"Hah?!"

Mendengar pujian yang dilontarkan Davikah, Gupi jadi sangat bersemangat. Ia dekati Davikah lalu memberi salam dengan sopan.

"Selamat Pagi, Ibu nya Pak cantik. Nama saya Gupi. Gupi adalah anak didik di sekolah yang sangat di cintai Pak cantik"
"Kata Daddy, Gupi orang nya baik, penyayang, rajin menabung, tampan, dan manis. Hehehe"

Davikah terkekeh mendengar Gupi begitu percaya diri. Berbeda 180° dari Miu.

"Eow? Ibu Pak cantik sangat cantik saat tersenyum, seperti Mommy Gupi"

"Kamu bisa saja menggodaku, Nak. Hahahaha"

"Terima kasih. Gupi anggap itu sebagai pujian, Khun"

"Jangan panggil Khun. Panggil Mae saja"

Kedua mata bulat Gupi langsung berbinar.

"B--Boleh?"

"Tentu saja. Kan saya yang suruh"

"HOAAA! Gupi jadi punya 2 Ibu sekarang!!"

Davikah menjadi gemas lalu menepuk-nepuk kepala Gupi.

"Mae, kenapa Mae bilang seperti itu pada nya?" Rengek Miu sambil bertindak imut namun di abaikan oleh sang Ibu.
*Kenapa mereka jadi begitu dekat?*
*Anak itu mudah sekali untuk menjadi hangat dan masuk ke dalam hidup orang lain* Iri Miu.
"Sudah selesai bicaranya? Kita harus pergi, Mae"

"Pak cantik dan Mae mau kemana?"
"Pak cantik tidak lupa kan dengan janji kita?"

"Siapa yang buat janji dengan mu, wahai Anak muda? Koreksi kata-katamu. Kamu yang bikin janji seenaknya"
"Ingat, Gupi, Bapak ini adalah wali kelas sekaligus Gurumu di sekolah. Jika diluar sekolah, kita tidak punya hubungan murid dan Guru alias kita adalah orang asing. Apa kamu mengerti?"

"Gupi tidak mau jadi asing" Mengerucutkan bibir lalu melihat ke arah Davikah untuk meminta pertolongan.

Seakan mengerti, Davikah mengusap bahu Gupi dan berkata pada Miu. "Sayang, jangan kasar begitu pada Gupi. Biar bagaimana pun, dia masih remaja yang belum sepenuhnya mengerti. Jika kamu merasa terganggu, kamu bisa bicara baik-baik padanya nanti tapi kamu harus ingat, Gupi masih sangat membutuhkan bantuanmu untuk mengarahkan dia baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah"
"Jika keadaan mendesak, kamu boleh mengabaikan nya tapi ingat--hanya dalam keadaan terdesak"
"Gupi masih lah tanggung jawabmu, sayang"

"Mae kenapa jadi membela nya, sih? Anak Mae itu aku atau dia?" Rengek Miu kembali sambil menghentakkan kaki.

"Dia" Davikah menunjuk ke arah Gupi sehingga Gupi menjadi besar kepala.

"Maeeeeeee~~~"

Diam-diam Gupi menggigit sudut bibir. Ia tidak tahan melihat bagaimana Miu merajuk karena itu sangat imut.

"Hahahahah" Davikah beranjak untuk memeluk Miu.
"Tentu saja kamu yang paling Mae sayang di dunia ini selain diri Mae sendiri"

Miu tersenyum sambil membalas pelukan sang Ibu.

"Gupi mau peluk juga" Ia langsung memeluk Davikah dan Miu begitu erat. Memiliki tubuh yang bidang, besar, lebar, dan berotot, membuat Miu dan Davikah tenggelam di dalam pelukan nya.

"Hei, kenapa kau ikut-ikutan? Lepas. Sesak"

Gupi melepas pelukannya sambil cengar cengir.

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Setelah pemeriksaan secara menyeluruh, Miu, Davikah, dan Gupi yang memaksa untuk ikut saat ini menunggu hasil pemeriksaan di ruang tunggu rumah sakit.

Mereka duduk dengan tenang.

Sebenarnya, yang duduk tenang hanya Miu. Gupi dan Davikah asik berbicara. Miu cukup mendengarkan di samping.

Topik apapun mereka bicarakan. Mulai dari anjing peliharaan Gupi, politik terkini, ekonomi Thailand dibandingkan negara lain, dan usaha yang dimiliki keluarga Gupi yang tersebar hampir di seluruh negara.

Perbincangan mereka sebenarnya cukup menyenangkan untuk didengar walau terdapat banyak hal mustahil yang Gupi ucapkan menurut Miu seperti membeli sebuah pulau hanya untuk merayakan ulang tahun secara privat, membeli sebuah negara untuk kepentingan pribadi dan lain sebagainya.

Miu tahu bahwa Gupi adalah salah satu konglomerat di negara ini tapi ia tidak tahu sekaya apa seorang Gupi dan keluarga besarnya, Traipipattanapong.

*Apa yang dia bicarakan? Mengundang Lionel Messi untuk mengajaknya bermain bola? Kuakui, fantasi nya sungguh diluar nalar. Jika benar demikian, paling tidak dia harus mengeluarkan minimal ratusan juta dollar untuk mengundang nya. Sekaya apa dia? Sungguh kebohongan yang besar. Haha--hm* Miu menahan tawa agar tidak terdengar di sela cerita Gupi namun terlambat, Gupi mendengarnya lebih dulu.

Gupi berhenti bicara lalu melihat ke arah Miu.

"Pak cantik barusan tertawa?"
"Bagian mana yang lucu? Gupi tidak tahu" Tanya Gupi dengan raut bingung.

Berdeham singkat kemudian bertindak seolah tidak terjadi apa-apa.

"Lanjutkan perbincangan kalian. Bapak harus bertemu dokter"

Ketika Miu hendak bangkit berdiri, Gupi menahan pergelangan tangan nya.

"Gupi mau ikut"

"Kamu disini saja jaga Ibu Bapak. Oke? Hanya sebentar" Melepas pegangan Gupi dan berlalu.

Gupi menatap punggung Miu dalam tatapan sedih.

"Gupi"

Melihat ke arah Davikah. "Khab, Mae?"

"Kelihatan nya kamu suka sama Anak Mae"

Gupi yang tidak bisa berbohong, langsung mengangguk.

"Itu benar" Senyum malu-malu.
"Eow--bagaimana Mae bisa tahu? Gupi malu, ihh" Menutup wajah memakai tangan.

"Jadi tebakan Mae benar?
"Tatapan mata mu tidak bisa bohong saat melihat Anak Mae"
"Tapi umur kalian begitu jauh"

"Gupi tidak masalah. Umur hanya sebuah angka"
"Pak cantik tetap cantik walau nanti ada keriput di wajah nya seperti Mae"

"Kurang ajar" Davikah mencubit hidung mancung Gupi sebagai hukuman sedangkan sang empu menerima nya dengan senang hati.
"Berapa umurmu sekarang?"

"Ehm?" Menghitung memakai jari.
"20 tahun, Mae"

Davikah shock.

"Kelas berapa kamu sekarang?"

"3 SMA"

"Bukan nya anak pada tingkat itu berumur 17 tahun?"

"Gupi pernah koma selama 3 tahun, Mae"

"KOMA?!"

"Ehey---itu sudah lama berlalu, Mae. Hahaha. Lupakan lupakan"

Hening

"Gupi" Panggil Davikah kembali dan kali ini sedikit parau.

"?"

"Bisakah kamu berjanji pada Mae?"

"Hm? Janji?"

"Walau baru bertemu, Mae bisa melihat jika kamu adalah anak yang baik dan penyayang"
"Kalau suatu saat nanti Mae pergi jauh dan tidak bisa menemani Miu, tidak bisa menjaga Miu untuk waktu yang lama, maukah kamu menggantikan Mae untuk menjaga, menemani, membahagiakan, dan melengkapi hidupnya?"

"E--Eyy, apa yang Mae katakan?"
"Memang nya Mae mau pergi jauh ke mana? Luar negeri?"

Davikah mengulas senyum kecil.

"Suatu tempat yang sangat jauh dan indah"
"Mae merasa bahwa waktu itu tidak akan lama lagi akan datang"

"Suatu tempat yang sangat jauh dan indah?" Beo Gupi.

Davikah mengangguk. "Ya"

"Oh Gupi tahu!! Swedia?"

Davikah tertawa.

"Gupi salah, ya?" Menggaruk kepala.

"Suatu saat, kamu akan mengerti tempat yang Mae maksud" Mengusap rambut Gupi.

"Ayo pulang" Ajak Miu secara tiba-tiba dari arah belakang.

"Obatnya---" Tanya Davikah.

"Sudah semua di plastik ini" Menunjukkan kantong kresek putih di tangan kanan.

"Ayo"

"Biar Gupi bantu, Mae" Gupi membantu Davikah berdiri di sisi kanan sedangkan Miu di sisi kiri.

Davikah melihat Miu dan Gupi secara bergantian.
"Terima kasih, anak-anakku"

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Malam nya Miu tidak bisa tidur padahal ia harus mengajar besok.

Olahraga dan jalan-jalan kecil di kebun belakang sudah ia lakukan tapi tetap saja rasa kantuk tidak kunjung datang padanya.

Miu menyerah. Ia rebahkan tubuh nya diatas ranjang yang tidak begitu luas dan tidak begitu empuk. Kapas ranjang sudah hilang sebagian dan terlihat kempes. Selama ini, Miu hanya merasakan kayu dan besi ranjang menusuk badan nya setiap malam.

Walau hidup dalam keadaan seperti itu, Miu selalu bersyukur setidaknya ia memiliki ranjang. Di luar sana banyak orang yang tidak seberuntung dia.

Miu naikkan selimut sampai sebatas leher lalu menatap atap kamar yang sudah lapuk dalam diam.

:

"Kondisi Ibu anda kian hari semakin lemah. Ginjal beliau keduanya sudah rusak. Walau cuci darah sudah dilakukan, itu tidak dapat membantu banyak. Belum lagi kanker yang Ibu anda miliki sudah menyebar ke bagian lain seperti paru-paru, jantung, dan hati"
"Saya tidak bisa menjelaskan bagaimana kondisinya pada anda tapi yang pasti sudah sangat kritis. Ibu anda harus rawat inap di rumah sakit agar kami dapat memantau kondisi Ibu anda selama 24 jam"

:

"Hikss--hiks,, aku mau Mae rawat inap tapi aku harus dapat'in uang dari mana--hiks??" Menghapus air mata nya dengan kasar.
"Biaya operasi, biaya obat, dan biaya perawatan yang aku pinjam dari Khun San kemarin saja belum mampu aku lunasi---hikss hik hiksss"

San adalah seorang pria kaya raya di daerah tempat tinggal Miu. Dia adalah tempat dimana Miu meminjam sejumlah uang dengan bunga yang sangat besar.

Bunga yang begitu besar, apakah tidak tercekik? Tentu saja mencekik tapi apa boleh buat? Miu sangat membutuhkan uang itu untuk bayar perawatan sang Ibu dan juga kontrakan yang jatuh tempo sebentar lagi.

Hampir setiap hari, orang suruhan San datang kerumah Miu untuk menagih hutang. Mereka datang menagih hutang dengan cara yang kasar seperti menggedor pintu di malam hari dan tidak jarang memaki Miu dan Ibu nya dengan kata-kata tidak senonoh hanya karena mereka tidak percaya jika Miu benar-benar tidak punya uang.

Hal seperti ini terus berulang setiap hari sampai Miu capek baik secara fisik maupun mental.

Apakah di dunia ini ada cara untuk menjadi kaya tanpa harus bekerja & bersusah payah? Jika ada, sudah pasti Miu baris paling depan.

:

"Miu, menikah lah denganku. Aku akan membiayai semua hidupmu. Aku akan membayar semua hutang mu dan membantumu untuk bayar biaya operasi Ibumu"
"Aku punya perusahaan dimana-mana. Orang tua ku terpandang. Jangan kan membantu biaya operasi Ibumu, bahkan sampai Ibumu sembuh pun akan aku lakukan demi kamu"
"Sekarang kamu memang belum membutuhkan semua itu tapi nanti. Pegang ucapanku"
"Aku akan menunggu disini dan menerima jawaban baik darimu"

:

"Hiksss,, hiks,, Joss"
"Apakah aku harus menikah dengannya?"
"Hikss,, tapi aku tidak mencintainya hikss--hikss" Menutup wajah memakai kedua tangan.

Selang beberapa menit, Miu meraih ponsel di atas meja lalu membuka ruang obrolan bertuliskan Joss Wayar.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Joss Wayar

Kapan kamu punya waktu luang, Miu?
Ada hal penting yang ingin ku bicarakan padamu.

Mari bertemu besok di atap sekolah waktu istirahat.
Ada yang ingin saya bicarakan juga pada anda.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Aku tidak mau kehilangan Mae. Mae harus sembuh apapun yang terjadi. Aku hanya punya Mae" Tidak sadar meremas ponsel.

Miu sangat berharap ini adalah jalan keluar yang terbaik untuk dirinya dan juga sang Ibu. Jika harus mengorbankan masa depan nya demi Ibu tercinta, Miu siap.

Baginya, tanpa kehadiran sang Ibu, semua yang ia lakukan menjadi sia-sia.

To Be Continue,,,,

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top