8. Rencana The Sweet Girls

Sejak Aubri samapai di sekolah, ia tak langsung menuju kelasnya, tetapi menuju taman sekolah. Terlihat tidak sering murid-murid mengunjungi taman ini. Karena, banyak sekali daun-daun gugur yang berserakan di tanah.

Ini pertama kalinya untuk Aubri berkunjung ke taman. Karena ia penasaran kenapa murid-murid di sekolah lebih suka di lapangan basket ketimbang di taman.

Aubri memilih duduk di bawah pohon besar yang cukup rindang. Ia mengeluarkan ponsel dan juga earphone miliknya. Memutar lagu dan memakaikan earphone di telinganya sembari memejamkan matanya.

Seorang laki-laki tampaknya ia sering berkunjung ke taman ini, ia membawa sebuah kertas yang sudah dijepit pada papan dan sebuah pensil. Ia duduk mengarah pada Aubri, namun jaraknya cukup jauh.

Tangan Jacob menggambarkan sosok Aubri dihadapan, entah mengapa Jacob justru ingin menggambarnya.
Sedangkan, Aubri masih terus memejamkan matanya sudah beberapa lagu yang terputar di ponselnya.

Jacob memiliki hobi gambar, saat mudah baginya untuk menggambar suatu objek. Tanpa batuan alat, hanya menggunakan pensil untuk menggambar di atas kertas.

Aubri membuka matanya melihat jam pada ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh menit yang artinya sepuluh menit lagi akan bel masuk.

Aubri mengangkat kepalanya dan menemukan Jacob yang masih duduk di hadapannya. Kebetulan gambar yang dibuat oleh Jacob juga telah selesai.

"Lo sering ke sini?" tanya Aubri yang menghampiri Jacob.

"Iya."

"Lo suka gambar?" Aubri yang melihat sekilas gambar pun penasaran.

"Gambar biasa aja," jawab Jacob yang langsung meninggalkan Aubri tanpa pamit.

"Main pergi aja, ish," umpat Aubri kesal.

Tanpa diketahui keduanya, ada tiga orang yang memperhatikan mereka sejak Aubri berbincang dengan Jacob.
Mereka adalah The Sweet Girls, ya Zeva, Hana, dan Erina.

"Dia enggak boleh dekat-dekat sama Jacob, Jacob itu punya gue!' teriak Zeva yang tak suka melihat Jacob dan Aubri.

"Sabar Zev, kita kasih surprise buat cewek itu," ujar Hana dengan senyum miringnya.

"Surprise apa Han? Gue mau dong," sahut ER=rina girang.

"Apasih Er, lo diem aja deh," kesal Hana pada Erina.

"Yuk cabut," ujar Hana mengajak kedua temannya untuk menuju kelas mereka.

***

"Permisi Bu, saya izin mau panggil Aubriella Weston boleh tidak Bu?" tanya murid yang datang ke kelas Aubri.

Bahkan Aubri pun tidak mengenal siapa orangnya dan kelasnya. Bagaimana dia tahu nama gue? Gue aja enggak kenal sama dia, batin Aubri.

"Boleh, silakan," jawab Bu Wiwi.

Aubri keluar kelas dan menemui murid yang tidak ia ketahui namanya.

"Lo siapa? Ada urusan apa?" selidik Aubri.

"Oh tadi lo diminta buat ke taman katanya ada yang mau ketemu sama lo," jelas murid itu.

"Nama lo siapa?" tanya Aubri.

"Gue ... Vivi," jawab Vivi.

"Oke makasih," Aubri pun pamit turun menuju taman yang tadi pagi sempat ia kunjungi.

Banyak pertanyaan muncul di benak Aubri saat ia berjalan menuju taman. Tapi, ia tidak dapat menemukan jawabannya sampai ia bertemu dengan orang yang katanya ingin bertemu dengannya. Siapa yang mau ketemu sama gue? Gue enggak ngerasa punya temen selain Rere dan Sintia, batin Aubri.

Aubri telah tiba di taman, ia melihat sekeliling tidak ada seorang pun, karena masih jam pelajaran berlangsung.

"Hai, ketemu lagi," sapa Hana yang membuat Aubri terkejut.

"Kalian?"

"Pinter, lo datang sesuai perintah," tambah Zeva diiringi dengan tepuk tangan.

"Oke, karena gue malas basa-basi. Jadi, gue tekankan sama lo jangan sampai gue lihat lo dekat lagi sama Jacob," tambah Zeva.

Dengan ragu Aubri bertanya, "Kenapa?"

"Karena lo enggak pantes sana dia, lo jangan kepedean jadi orang, kasian kalau jatuh sakit banget loh," ujar Zeva penuh penekanan.

"Dia itu suka sama gue, cuma guenya aja yang masih mikir-mikir mau Nerima apa enggak," tambah Zeva yang dibuat-buat ingin menjatuhkan Aubri.

Zeva maju selangkah dan mendekat ke arah Aubri, "Mending lo lupain deh takutnya lonya enggak bisa terima, sayang kalau lo enggak kuat," Zeva tersenyum angkuh menatap Aubri.

"Girls, hadiahnya dong," pinta Zeva pada kedua temannya.

Hana yang sejak tadi menyembunyikan yang ia bawa pun maju dan memberikan kepada Zeva.

"Nih kita punya hadiah buat lo." Zeva dan Hana langsung menyiram Aubri dengan kecap dan tepung ada di tangan mereka masing-masing.

Aubri tidak menyangka Zeva dan gengnya akan melakukan ini padanya. Aubri hanya bisa melongo melihat seragam dan roknya yang kini sangat kotor.

"Bye, semoga suka sama hadiah dari kita, cantik," ujar Hana.

"Wait, kok kalian nyiram dia? Kasian tahu," timpal Erina.

"Udahlah ER, kalau lo masih mau bareng kita enggak usah protes, ikut aja, paham?" tegas Hana pada Erina.

"Iya-iya Hanaku," jawab Erina.

The Sweet Girls pun pergi meninggalkan Aubri sendirian.

Aubri menahan air matanya yang ingin jatuh, tapi ia tak sanggup. Air mata itu tetap jatuh. Aubri terduduk di taman sekolah menangis sejadi-jadinya.

Apa gue salah dekat dengan seseorang? Jika salah maka setidaknya tidak usah dekatkan gue dengannya. Kalau akhirnya akan begini, batin Aubri.

Setelah sepuluh menit Aubri puas meluapkan emosinya. Ia mengambil ponsel dan mengirim pesan kepada temannya untuk menemuinya. Untung saja Aubri selalu membawa baju dan rok ganti setelah adanya kejadian di kantin.

Rere dan Sintia menemui Aubri di toilet dan membawakan sesuai permintaan Aubri.

"Lo enggak mau pulang?" tanya Rere yang kasihan melihat Aubri.

"Lo pulang aja ya, Bri?" tambah Sintia.

Aubri hanya menggelengkan kepalanya. Ia masih diam saja setelah mengganti pakaian bersih.

"Lo harus kuat ya, kita tau Lo psti bisa lewatin ini semua," Rere menyemangati Aubri yang terlihat sangat sedih.

"Lo enggak mau cerita?" tanya Sintia pelan-pelan karena ia tahu psti Aubri butuh untuk bercerita dengn seseorang agar lebih tenang.

"Enggak, nanti kalau udah saatnya gue bakal cerita kok," Akhirnya Aubri menjawab pertanyaan temuannya.

"Yakin mau balik ke kelas?"

"Yakin," jawab Aubri.

Ini adalah hari yang benar-benar tak disangka Aubri yang membuatnya sedih. Sepulang sekolah hingga di rumah Aubri berubah menjadi semakin pendiam, hanya di kamar saja. Jika ia perlu, ia baru keluar kamar.

Orang tua dan kakak Aubri yang merasakan perubahan itu pun hanya bisa memandang Aubri. Clara—Mama Aubri sudah mengajak Aubri untuk berbincang, namun Aubri menolaknya. Keluarganya hanya bisa memberikan waktu hingga Aubri siap untuk menceritakan semua yang dialaminya.

Untuk saat ini, Aubri lebih memilih untuk menyimpan semuanya sendirian. Ia takut akan menambah beban pikiran bagi orang-orang terdekatnya.

Hai, lagi-lagi malam bari bisa up. Mood sedang tidak enak heheh. Maafkan, akan belajar lebih baik lagi ke depannya.

Maaf, jika ada typo. Terima kasih sudah membaca cerita saya. Semoga tetap suka, jangan lupa tinggalkan jejak:)



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top