2. Tanda-tanda
"Jangan merasa iri dengn orang lain, karena semakin kamu iri, kamu akan memikirkan mereka dan kamu tak memikirkan dirimu sendiri."
***
Saat jam istirahat, Aubriella mulai berkenalan dengan teman-teman barunya.
"Hai," sapa Aubriella pada teman sebangkunya.
"Hai, gue Dinda Sintia, panggil aja Dinda," Dinda mengulurkan tangannya.
"Gue Aubriella, panggil Aubri biar enggak kepanjangan hehe." Aubriella membalas uluran tangan Dinda.
"Oh iya kenalin ini Rere Aulia." Dinda menunjuk Rere yang berada di belakangnya.
"Hai, lo bebas mau manggil gue apa. Mau Rere, Aulia, atau Lia,"sapa Rere.
"Hai Re, oh iya nanti gue pinjam catatan kalian ya. Ketinggian 'kan tadi gue telat," ujar Aubriella diakhiri dengan cengiran.
"Iya, gampang itu."
***
Sepulang sekolah, Aubriella pergi ke perpustakaan untuk menjalankan hukuman yang telah diberikan Bu Ratna tadi pagi.
Ceklek
Aubri membuka kenop pintu perpustakaan sekolahnya.
Perpustakaan terlihat sepi dan sedikit debu. Ada beberapa buku yang tidak terletak pada tempatnya. Ruangan perpustakaan cukup besar. Tidak hanya buku pelajaran, namun terdapat novel.
Disebelah kanan ada alat kebersihan seperti lap kering dan kemoceng. Aubriella mengambil kemoceng dan berjalan menuju rak buku satu per satu. Aubriella juga menyusun buku-buku yang berantakan.
Lima belas menit, Aubriella membersihkan perpustakaan sekolah, tidak da seorang pun yang membantunya.
"Huh ... udah siap, waktunya pulang," Aubriella menarik sudut bibirnya membentuk lengkungan lebar.
Tok ... tok ... tok ...
Aubriella mengetuk pintu ruang BK.
"Permisi Bu, saya sudah melakukan hukuman yang Ibu minta tadi pagi," lapor Aubriella pada Bu Ratna.
"Baik, saya tegaskan lain kali jangan terlambat lagi. Atau kamu akan dapat hukuman yang lebih dari ini," tegas Bu Ratna.
"Baik Bu, saya minta maaf karena saya terlambat."
"Silakan tulis namamu di sini." Bu Ratna menunjuk buku hijau di depannya.
Aubriella menuliskan namanya Aubriella Weston pada daftar murid yang terlambat.
"Saya permisi ya Bu," pamit Bu Ratna.
"Silakan."
***
"Kamu udah pulang? Yuk makan," ajak Clara pada anak bungsunya.
"Iya Ma, bentar Aubri taruh barang-barang dulu," jawab Aubriella yang langsung menuju kamarnya.
Aubriella segera mencuci tangannya dan bergabung di meja makan. Lauk yang tersedia di meja memang tidak mewah, sangat sederhana. Keluarga Mahendra bisa dibilang kaya, tapi Tere dan Aubri tidak menghambur-hamburkan uang orang tuanya.
"Aubri, nanti ke mall yuk?" ajak Tere pada adiknya.
"Mau belanja? Atau yang lain?" tanya Aubri sembari mengunyah makanan yang ada di mulutnya.
"Ada fashion show baju-baju dari desainer gitu. Pengen lihat, sekalian jalan-jalan bentar," Tere menjelaskan keinginannya untuk pergi ke mall.
"Boleh-boleh."
Setelah makan siang, Aubri langsung membersihkan badannya dan bersiap-siap untuk pergi ke mall.
Aubri memoleskan bedak bisa dibilang sangat tips pada wajahnya yang bulat. Rambutnya diikat satu seperti ekor kuda. Tak lupa memakai lip balm yang memiliki tint sedikit warna pink natural pada bibirnya. Kacamatanya pun tak luput dari perhatian. Aubri sudah memakai kacamata sejak kelas lima sekolah dasar. Kacamata itu hanya membantunya sedikit, tidak banyak.
"Aubri," panggil Tere dari luar kamar Aubri.
"Iya Kak, bentar lagi."
"Pak, anterin kita ke mall, ntar kalau udah kita telfon buat jemput," ujar Tere.
"Baik."
"Aubri ayo!" teriak Tere yang sudah di luar rumah
"Iya Kak." Aubri langsung menaiki mobil.
***
Kebetulan acara fashion show diadakan di lantai dasar mall. Sehingga siapapun yang datang akan langsung melihat fashion show dari desainer ternama.
Aubri dan Tere mencari tempat duduk di tengah, karena sudah ramai yang datang untuk melihat peragaan busana itu.
Orang-orang di sekitar Aubri yang melihat kedatangan Aubri, menatapnya lekat-lekat. Pandangan mereka beberapa detik teralihkan ke Aubri.
Aubri yang merasa dipandang pun merasa risih dan lebih memilih memandang ke arah lain.
"Itu kok gitu sih."
"Cantik sih, cuman."
Ada yang sampai tak tahu harus berkomentar apa.
"Udah enggak usah pedulikan omongan orang," bisik Tere tepat di telinga kanan Aubri.
Aubriella hanya menganggukkan kepalanya.
Aku tahu, aku bukanlah seperti mereka. Tapi, bisakah mereka memdangku seperti orang biasa? batin Aubriella.
Aubriella juga tidak mau hidup dengan kekurangan. Tuhan yabg telah menentukan semuanya. Jadi, sebaiknya bersyukur dengan apa yang kalian miliki.
Di keluarganya, Aubriella dianggap seperti tidak punya kekurangan. Hanya seperti layaknya anak yang normal. Aubriella bisa merasakan kehangatan yang diberikan oleh keluarganya.
"Selamat datang di fashion show 2020," sahut pembawa acara.
"Sebentar lagi, kita akan mulai acara peragaan busana yang desain dari bajunya dibuat oleh desainer Mustika Rahayu, tepuk tangannya," lanjutnya.
"Oke kita mulai aja ya, silakan para model-model cantik dan ganteng. Dipersiapkan dulu."
Satu jam acara berlangsung, Aubri hanya termenung sejak peragaan busana dimulai. Para model yang memiliki tubuh ramping, tinggi dan cantik membuat aubri ingin seperti itu. Lebih tepatnya iri, ingin memiliki badan yang bagus, tubuh tinggi dan juga paras yang cantik.
"Hei," panggil Tere yang sejak tadi memandangi Aubri.
"Hah? Kenapa Kak?" tanya Aubri yang baru tersadar.
"Kamu tuh bengong mulu, kenapa sih?" tanya Tere penasaran.
"Gapapa Kak, aku tuh ngerasa aku sama model-model itu beda banget, mereka cantik dan juga tinggi, sedangkan aku?"
"Kamu tuh ya enggak boleh gitu. Kalau kamu mau kayak begitu ya silakan kamu lakukan olahraga dan pola makan yang sehat," nasihat Tere untuk sang adik.
"Tapi kok kayaknya sudah bngt ya Kak?" keluh Aubriella yang belum memulai namun sudah mengeluh.
"Belum dicoba udah mau nyerah nih?" tantang Tere.
"Bukan gitu, tapi apa bisa? Secara akutu cuma 155 cm. Enggak tinggi-tinggi tuh," jawab Aubri.
"Banyakin olahraga sebelum terlambat dan menyesal," Tere memberikan peringatan.
"Iya juga sih, tapi kakak harus bantuin aku ya?"
"Ehm, gimana ya? Ada imbalannya 'kan?" canda Tere.
"Harus ada imbalan nih?" tanya Aubri yang raut wajahnya sudah berubah masam.
"Iya dong."
"Enggak jadi deh kalau gitu," Rere menolak untuk meminta bantuan pada kakaknya.
"Eh? Bohongan tahu. Kakak cuma bercanda aja." Tere mengusap punggung Aubri.
"Kakak mah gitu, janji nih?" Aubri mengangkat jari kelingkingnya.
"Iya kakak janji." Tere menautkan hari kelingkingnya ke arah Aubri.
"Yuk jalan-jalan, udah selesai acarnya," Tere sudah beranjak dan mengajak Aubri untuk berkeliling mall.
"Ayuk, sekalian nyari jajan."
"Jajan aja cepat ya hahaha," Tere tertawa melihat kelakuan sang adik.
Setelah puas, akhirnya mereka pulang ke rumah. Sebelumnya, mereka telah menelfon Pak Komar untuk menjemputnya.
Matahari sudah mulai terbenam dan menunjukkan senja. Mereka baru saja sampai di rumah kediaman Mahendra Weston.
Hai, kembali lagi. Maaf telat untuk malam ini. Semoga suka dengan ceritanya. Samapai bertemu di part selanjutnya:)
Maafkan kalau ada typo karena besok akan aku revisi. Udah malam ngantuk hehe:)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top