15. Merasa Tidak Pantas
"Kakak ngomongnya cepat banget, mana Aubri dengar," protes Aubri.
Tere menghela napasnya kasar, "Dari gebetan," ulang Tere.
"Eh serius? Beneran? Kok bener? Kok bisa?" cerca Aubri dengan pertanyaan beruntun.
"Nanyanya bisa satu-satu enggak? Mana yang mau dijawab," kesal Tere.
Aubri yang mendengar itu malah menunjukkan cengirannya. "Kok bisa dari gebetan? Emang enggak bilang kalau mau kirim paket?" tanya Aubri.
"Dia enggak bilang, cuma ada note di dalamnya, enggak tahu juga kenapa dia kasih. Tapi, lumayanlah ada kemajuan," jelas Tere.
Aubri mengangguk-anggukkan kepalanya paham.
"Isinya apa Kak?"
"Cokelat sama note," jawab Tere.
"Kak, bagi dong cokelatnya," pinta Aubri.
"Enak aja, beli dong," protes Tere.
Aubri memutar matanya malas, "Hadeh yang lagi bucin," guman Aubri.
Aubri memilih kembali ke kamarnya. Kantuknya mulai menyerang dan bersiap untuk tidur.
Aubri teringat bahwa ia bum mengirimkan hasil ketikan ceritanya untuk dilanjut oleh Zeva, Hana dan Erina.
Ia membuka laptop-nya dan mengirimkan file yang sudah ia ketik ke grup yang telah mereka buat
Kelompok satu
Aubri
Oh ya, ini udah kelar tinggal dilanjut sama yang lain
Zeva
Oke thank's
Rere
Wah cepat banget ngetiknya
Aubri
Udah dari tadi cuma lupa ngirimnya
Rere
Sip, pasti bagus nih
***
Paginya seperti biasa, keluarga Mahendra sarapan di meja makan dan ada beberapa perbincangan.
"Oh iya, nanti malam ada undangan ke acara pernikahan. Kamu ikut ya, Aubri," pinta Mahendra.
"Kok Aubri, Pa? Kenapa enggak Mama atau Kak Tere?" tany Aubri yang merasa heran.
"Mamamu itu malas kalau diajak ke acara gitu. Kakakmu pasti sibuk," jelas Mahendra. "Kamu ikut sama Papa ya?" bujuk Mahendra agar Aubri mau menemaninya.
"Iya udah deh Pa, Aubri ikut," jawab Aubri.
Aubri tak bisa menolak, padahal ia sangat malas untuk pergi ke acara pernikahan. Aubri tidak bisa berdandan, ia lebih suka tampil natural tanpa polesan make-up, bukan itu saja lipstick atau liptint saja tak melekat pada bibirnya. Sedangkan jika pergi ke undangan pernikahan, semua tamu yang datang berdandan habis-habisan dengan pakaian formal dan dengan gaya yang feminim.
Berbeda dengan Aubri, dress yang ia punya bisa dihitung dengan jari. Pakaian rumahannya lebih ke arah tomboy. Biasanya Aubri menggunakan sneaker atau flat shoes saja.
Aubri dan Tere sangat berbeda. Tere jauh lebih feminim dibanding dengn Aubri. Tere sangat mengerti tentang make-up dan cara berdandan, jika Aubri memilih asal saja yang ingin dipakainya.
***
Bu Wiwi memasuki kelas bersiap untuk memulai pelajaran.
"Bagaimana sudah sampai mana tugas yang kalian kerjakan? Apakah ada kendala yang dihadapi?" tanya Bu Wiwi.
"Tidak ada, Bu," jawab semua murid.
"Ide cerita kalian bagaimana? Sudah ditetapkan?" tambah Bu Wiwi.
"Sudah Bu."
"Belum Bu."
Bu Wiwi kebingungan, ada yang menjawab sudah dan belum. Ketika ditanya ada kendala atau tidak, semuanya menjawab tidak ada kendala.
"Tadi Ibu tanya ada kendala kalian semu jawab tidak, lalu kenapa ditanya ide cerita, jawaban kalian berbeda! omel Bu Wiwi.
Semua murid hening, mengumpat dalam hati dan juga menyesal mengatakan jawaban masing-masing.
"Kalau ada kendala, sekarang waktunya bertanya, Ibu tidak akan memulai jika kalian tidak bertanya, bagi yang menjawabnya tidak tadi," pinta Bu Wiwi.
Semua menunduk, menyembunyikan wajahnya agar tak dilihat oleh Bu Wiwi.
Satu menit
Dua menit
Masih tidak ada yang bersuara, semuanya berpura-pura tidak tahu.
Brak!
Bu Wiwi memukul make guru dengan penggaris panjang membuat semua murid sontak terkejut.
"Kalian ini? Bikin saya emosi pagi-pagi saja!" bentak Bu Wiwi yang emosinya sudah memuncak.
"Bu, kalau cerita ditulis bergantian tidak apa-apa 'kan Bu?" sahut Aubri. Tidak ada yang ingin bertanya, Aubri hanya ingin Bu Wiwi tidak emosi dan juga kesal terhadap kelasnya.
Bu Wiwi menghela napas menahan amarahnya dan juga menurunkan emosinya yang sempat meluap.
"Tidak apa-apa, itu artinya semua anggota kelompok bekerja. Tidak satu orang saja dan sisanya hanya numpang nama," jawab Bu Wiwi yang langsung menusuk.
Memang benar, banyak tugas kelompok yang hanya dikerjakan oleh satu orang dalam kelompok tersebut. Sisanya hanya bantu sedikit, ya masih lumayan dari pada yang hanya menumpang nama dan pura-pura tidak bisa apa-apa, padahal dirinya bisa melakukannya.
Alasannya hanya satu, yaitu malas. Rasa yang tidak bisa kita tolak, namun bisa kita lawan jika kita mau, tapi kalau sebaliknya, ya sudah akan terus begitu. Sampai akhirnya, ia sadar bahwa ia hanya membuang-buang waktu tanpa tujuan.
"Baik, tidak ada yang bertanya lagi?" tanya Bu Wiwi.
Lagi tidak da jawaban.
"Baik, saya anggap kalian sudah paham," lanjut Bu Wiwi
Bu Wiwi melanjutkan menjelaskan pelajaran yang sempat tertunda.
***
Saat ini Aubri dan Mahendra tengah menghadiri undangan pernikahan teman Mahendra.
Sangat terlihat dekorasinya sangatlah bagus dan elegan, kelihatan begitu mahal. Tamu-tamu juga tampaknya orang yang bisa dibilang kaya, karena pakaian mereka cukup glamor.
Orang-orang sempat memperhatikan Aubri ketika memasuki ruangan resepsi. Aubri seakan-akan tidak tahu, mencoba untuk biasa saja.
"Itu anaknya Mahendra?"
"Biasa aja sih tampilannya, kayak bukan ke undangan orang."
"Harusnya Mahendra mengajak istrinya saja."
Cuitan-cuitan dari orang-orang membuat Aubri menundukkan kepalanya, merasa ia tidak pantas untuk menghadiri acara kalau bukan permintaan sang Ayah.
"Gapapa, mereka enggak tahu kamu. Jadi, kamu harus cuek aja sama omongan orang," bisik Mahendra pada Aubri.
Aubri tersenyum sekilas, ia harus mempertahankan benteng kekuatan yang ia miliki. Tapi, omongan orang-orang berputar dalam benak Aubri yang membuatnya semakin tidak nyaman berada di keramaian.
Setelah acara resepsi selesai, Mahendra menghampiri teman yang mengundangnya.
"Selamat ya," ujar Mahendra.
"Makasih, ini anakmu, Mahendra?" tanya teman Mahendra dan menunjuk Aubri yang berada di sebelahnya.
"Iya, anak paling kecilku," jawab Mahendra.
"Cantik, pasti Mamanya juga cantik," pujinya.
Aubri hanya bisa tersenyum manis sebagai jawabannya.
Tidak semua orang berkata yang buruk, ada juga yang mengatakan baik. Entah itu hanya pencitraan atau kenyataan tulus yang ia ucapkan.
Hanya bisa diam dan senyum untuk menutupi semua yang dirasa. Supaya terlihat baik-baik saja, ternyata dibaliknya tidak. Mungkin ada beberapa yang langsung menunjukkan ekspresi tak nyaman. Tapi, ada yang lebih nyaman untuk memnedamnya sendirian tanpa diketahui oleh orang lain. Bisa saja mereka lelah dengan keadaan dan lebih memilih diam di tempat tanpa mengeluarkan kata-kata untuk mengutarakannya. Jelas itu karena kata percaya, orang akan Sukir percaya dengan seseorang, takut seseorang itu membocorkannya kepada orang lain.
Hai, semoga kalian tetap suka sama ceritanya. Yah walaupun kalian tidak menunjukkan tanda-tanda tapi gapapa aku udah seneng. Jika menunjukkan tanda-tanda kalian, aku akan lebih senang:)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top