Chapter 7

Aroma khas dari berbagai jenis buku yang tertata rapi di setiap rak menguar hingga tiap sudut ruangan. Bagi orang yang menggemari buku, rasanya kafe buku adalah surga dunia bagi mereka selain perpustakaan. Di mana mereka bisa merelaksasikan dirinya dari kebisingan di luar sana.

Begitu pun dengan Jira. Dia perlu menjernihkan pikirannya dari bermacam kejadian akhir-akhir ini. Belum lagi seminggu yang lalu ia dalam situasi canggung bersama pria yang baru ia kenal. Beruntunglah seminggu ini pria itu tak menampakkan batang hidungnya, mungkin sibuk dengan jadwalnya. Malahan Jira berharap ia takkan bertemu lagi dengannya. Setiap kali berada dekat dengan pria itu membuat pikirannya kalut.

Baiklah, hari ini buanglah jauh-jauh nama pria itu dari benakmu, Ahn Jira!

Manik matanya berbinar menatap deretan buku yang tertata rapi. Rasanya ingin sekali mengambil semuanya lalu dipeluk juga diciumnya bagai seorang kekasih. Ya, bagi Jira buku adalah kekasihnya dan tidak akan ada yang pernah menggantikannya—ah, tidak, ada si buntalan manis Bitzy—kucingnya—juga yang berharga baginya.

Sebuah buku bersampul biru muda menarik atensinya. Hendak ia mengulurkan lengan untuk mengambilnya, punggung tangannya secara tidak sengaja bersentuhan dengan lengan kokoh yang kini menggenggamnya. Sontak mereka terdiam lantas lekas menarik lengan mereka masing-masing sebelum keadaan semakin lebih canggung lagi.

"Ah, kau bisa mengambilnya," ujar Jira sambil menyelipkan surai panjangnya ke belakang daun telinga.

"Kau saja, lagi pula kau lebih dulu menyentuhnya," ucap sang pria di balik masker yang menyembunyikan paras tampannya, Jira yakin itu kendati ia hanya bisa melihat manik matanya.

"Tidak, kau saja. Lagi pula aku sudah pernah membacanya berulangkali, hanya saja tadi aku ingin melihatnya sebentar." Sebenarnya yang ia katakan memang benar, toh, ia sudah membacanya berulangkali sebab buku itu hasil dari jemarinya, dengan kata lain karyanya. Hanya saja ia ingin melihatnya barang sekilas, merindukan buku pertama yang ia rilis yang bisa menuntunnya seperti sekarang ini.

"Benarkah? Apa ini menarik?" tanyanya dengan mata berbinar juga penasaran. Bagi Jira itu terlihat menggemaskan ketika manik matanya membulat. Namun, sayang sekali paras pria itu tertutup sebagian.

Jira mengangguk, ia tak tahu harus berkomentar apa, rasanya ia malu jika harus mengutarakan bahwa bukunya sangat menarik sementara ia penulisnya. "Kaubaca saja, nanti juga kau tahu," ujarnya seraya gadis itu menyimpulkan senyuman manisnya, kemudian berlalu mengayunkan tungkainya menuju rak buku yang lain.

Tanpa Jira ketahui, senyumannya membuat tubuh pria itu berdesir. Jantungnya bertalu hebat di rongga dadanya sehingga menciptakan afeksi aneh menyelimutinya.

***

Pria bermata bulat dengan hidung bangirnya yang tercetak sempurna di garis parasnya yang tampan tengah tersenyum manis setiap kali terukir dengan sendirinya. Membuat keempat pria lain yang tak sengaja memergoki tingkah lakunya yang aneh sempat bergidik.

"What's up BG~" sapa sang tertua di antara mereka, Choi Yeonjun. Pria yang dipanggil itu mengerjap, mengumpulkan kesadarannya.

"Ada apa, Hyung?" tanyanya balik.

Lengan Yeonjun mencekik leher Beomgyu sehingga sang empu memekik minta dilepaskan. "Justru aku yang dari tadi bertanya, malah kau balik tanya. Ada apa kau senyum-senyum begitu?" tanya Yeonjun lagi.

Yang ditanya hanya menyengir kuda, itu membuat sebelah sudut bibir Yeonjun menyeringai. "Kau sedang jatuh cinta?"

Sepertinya tepat sasaran, tapi Beomgyu tak tahu apakah ini benar rasa suka atau bukan? Pasalnya, ia baru saja bertemu dengan gadis itu beberapa kali, hanya memandang gadis itu dari jauh dan hanya berbicara satu kali saat awal pertama berjumpa. Bahkan, ia tak tahu nama gadis itu siapa.

"Oh~ sepertinya benar," tukas Yeonjun seraya menggoda adiknya itu.

"Ya! Yeonjun Hyung juga begitu akhir-akhir ini, persis seperti Beomgyu saat ini," celetuk Soobin yang bergabung dengan mereka.

"Aku? Begitu? Tidak, tuh, yang benar saja," elaknya.

"Yang dikatakan Soobin Hyung itu benar. Setiap kali aku ada kesempatan melihatmu melakukan sesuatu ataupun tidak, di sela-sela kegiatanmu kau tersenyum seperti orang gila," jelas Hueningkai, member termuda, yang bergabung juga dalam lingkaran topik pembicaraan yang sekiranya menarik bagi mereka. "Benar, 'kan, Taehyun-ah?"

Taehyun yang sedari tadi hanya diam sibuk melatih tariannya, kini ikut bersuara juga, "Yeonjun Hyung bertingkah seperti itu setelah kembali ke asrama sebelum tur Amerika dimulai."

"Tidak, itu perasaan kalian saja. Jika aku tersenyum, bukannya wajar?" dalih Yeonjun, terus mengelak apa yang adik-adiknya itu lontarkan.

Sementara mereka menyeringai menatap jahil kakak tertuanya, senang akhirnya bisa menyudutkannya. "Kau tak perlu berbohong, kau pun tengah jatuh cinta, Hyung?" Kini giliran Beomgyu tak kalah ingin bersuara.

"Ah, kenapa juga kau ikutan. Kau pun tengah jatuh cinta." Ucapan Yeonjun tanpa disadari menjawab semua tanda tanya di atas kepala mereka menghilang.

"Oh, benar begitu, kau tengah jatuh cinta rupanya, Hyung. Kurasa pubertasmu terlambat," tukas Soobin sebelum akhirnya berlari tahu apa yang akan dilakukan Yeonjun padanya.

Benar saja, Yeonjun beranjak dari duduknya hendak menerjang pria berlesung pipi itu. Sehingga mereka bergulat bagai kartun Tom & Jerry yang membuat ruang latihan itu bergema dengan gelak tawa mereka. Mencairkan suasana serta melepas penat usai latihan.

***

Pria berwajah hampir serupa dengan Ahn Jira—dengan kata lain kakaknya, Ahn Jaehyun—tengah menikmati semangkuk bingsu kacang merah sembari menonton televisi. Gelak tawanya sesekali memecah apartemen adiknya itu. Hingga tawanya terhenti ketika suara derit pintu terbuka, lalu muncullah batang hidung sang pemilik apartemen dengan wajah lelahnya.

"Kau baru pulang?" tanya Jaehyun tak mengalihkan pandangannya dari layar persegi panjang itu.

Jira sontak kaget, memang hal biasa jika kakaknya itu selalu berkunjung ke rumahnya tiba-tiba tanpa memberi kabar. Pasalnya, beberapa waktu terakhir ada seorang pria lagi yang pernah menumpang di apartemennya. Makanya ia kaget bahwa kakaknya itu takut-takut si pria Choi itu.

Jira hanya merespons dengan dehaman, lalu mendaratkan bokongnya di samping Jaehyun. Tentu saja tujuannya selain mendudukkan badan, yaitu menyicip bingsu yang ada di genggaman kakaknya. Jaehyun tak menolak, toh, ia sudah terbiasa berbagi apapun dengan adiknya begitu pun sebaliknya.

"Omong-omong, wangi baju ini bukan seperti wangi di tempat laundry langgananmu. Ini seperti wangi detergen dan pewangi di sini," celetuk Jaehyun.

Seketika Jira menegang, pasalnya ia jarang mencuci pakaiannya sendiri dan hanya mengandalkan laundry, kecuali pakaian dalamnya. Sementara baju yang dipakai kakaknya itu pernah digunakan oleh Yeonjun dan tentu saja Yeonjun yang mencucinya sendiri, pria itu pun tahu diri.

"Ji."

"Ah, ya?" jawabnya sembari mengerjap, menyadarkan diri dari lamunannya.

"Jangan bilang kau memakainya dan akhirnya kau sekarang rajin mencuci pakaian sendiri?"

"A-ah itu—Ya! Memangnya tidak boleh aku mencuci pakaianku sendiri?" bohongnya, lagi. Dia tak ingin kakaknya tahu apa yang sebenarnya terjadi akhir-akhir ini. Beruntunglah saat Yeonjun menumpang, kakaknya tidak datang secara tiba-tiba dan memang tidak pernah datang pada saat itu.

"Justru aku bangga padamu," ujar Jaehyun seraya mengacak-acak surai adiknya yang memang sebenarnya sudah kusut sepulangnya tadi. "Kecuali kau menyembunyikan sesuatu dariku, Ji."

Tubuh gadis itu kembali menegang, sulit rasanya sekadar menelan saliva-nya sendiri. Pasalnya, omongan kakaknya itu tepat sasaran. Dia tahu sebenarnya tidak boleh ada yang disembunyikan, itu tidak baik sebab cepat atau lambat akan terungkap. Kecuali Tuhan mau berkompromi dengannya. Dirinya terkesiap tatkala ponselnya bergetar menandakan pesan masuk. Jira mengernyit dengan tatapan bingung menatap layar benda pipih yang berada di genggamannya itu.

Unknown:
We'll be seeing again, Young Lady. c ya!

"Siapa?"

Segera Jira mematikan layar dan memberikan cengiran kuda pada sang kakak. "Cuma spam."

Tentu saja sang kakak hanya ber'oh'ria, tak ingin terlalu posesif pada gadis kecilnya itu. Seusil apapun Jaehyun, ia tidak akan ikhlas jika adiknya ini disakiti.

Mereka kembali menonton apa yang ditonton Jaehyun sedari tadi, kendatipun pikiran Jira tak sepenuhnya fokus pada layar persegi panjang itu. Benaknya hanya tertuju pada siapa pengirim pesan tadi.

***

Nyempetin update nih, pdhl baru pulang utbk hehe. Do'akan aku lolos ptn tahun ini ya😭

Gimana menurut kalian kalo aku paling maksimal update tiap hari?

luv, raaaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top