Chapter 29

Resonansi derap langkah Yeonjun menggema di koridor agensi. Tungkainya stagnan sejemang di depan lemari pendingin minuman yang disediakan khusus oleh agensi. Lengannya terulur meraih sebotol minuman dingin lantas menenggaknya di tempat. Agaknya ia terlalu haus selepas jadwal latihan koreografi tadi hingga menguras energi. Lekas ia berpindah pijakan menuju ruang studionya barang beristirahat sejemang.

Ia menyelonjorkan tungkainya di atas sofa bermaksud merenggangkan sedikit rasa pegal yang mendera. Kelopak matanya terpejam. Jika saja rungunya tak menangkap suara potekan gagang pintu, mungkin dirinya sudah berada di alam bawah sadar secepat mungkin. Lekas kelopak matanya menyingkap, sang netra mendapati presensi pria bersurai legam. Hidungnya yang bangir bagai seluncuran serta rahangnya yang kelewat tegas kapabel membuat siapa saja memujinya sebagai pria yang tampan nan rupawan. Begitu pun Yeonjun kendati dirinya seorang pria, ia mengakuinya jika salah satu adiknya ini tampan. Dari awal mereka bertemu sebagai orang asing hingga sekarang layaknya keluarga pun Yeonjun tetap mendeklarasikan jika visual Beomgyu memang rupawan.

Yeonjun hanya melirik ketandangannya sejenak lantas memejamkan kembali matanya, tetapi tak terlelap dalam tidur. Barangkali dengan begitu, penatnya langis dari raganya. Sementara Beomgyu tanpa perlu dipersilakan pun daksanya duduk di kursi kerja milik Yeonjun. Belah labiumnya masih mengatup, hanya deru napas yang memburu. Dirinya belum berani menyuarakan untaian verbal yang telah ia rangkai dalam inti jemala. Ia masih bersikap skeptis sebab rasa gamang konstan menyambangi.

"Ada apa, Gyu?"

Bahkan bukan Beomgyu yang bercerak terlebih dahulu. Di lain sisi agaknya ia yang berkepentingan jika diketahui dirinyalah yang mendatangi Yeonjun.

"Apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?" tanyanya lagi sebab tak ada sahutan yang menyapa rungunya.

Beomgyu menggigit bibir bawahnya secara masif berharap rasa gugup raib dari dirinya. Lantas ia mengembuskan napasnya berat. Belum saja ia bercerak agaknya gegana dalam ruangan mendadak sudah rikuh.

"Hyung, ada sesuatu hal yang ingin kukatakan dan kutanyakan padamu."

"Katakanlah!" sahut Yeonjun seraya belum berniat menyingkapkan kelopak matanya.

"Apa benar hubungan kalian telah berakhir?" tanyanya skeptis. Namun, sebenarnya pertanyaannya itu bersifat retorik sebab dirinya sudah tahu jawabannya. "Maksudku, hubunganmu dengan Jira."

"Ya. Dan kau bisa mendapatkannya sekarang," sahutnya yang agaknya terkesan satire hingga kelereng dupleks Beomgyu membulat sempurna. Bagaimana Yeonjun berkata seperti itu? Apakah selama ini ia menyadarinya?

Setelah jeda sepersekian sekon akhirnya daksa Yeonjun bangkit. Manik jelaganya kini menyorot entitas di hadapannya. "Bukankah kau menyukainya selama ini? Jadi, sekarang kau bisa mendapatkannya. Aku sudah menyerah untuk memperjuangkannya. Mungkin kau bisa."

"H-hyung, bagaimana bisa kau—"

Senyuman kecut tersungging simultan  membuang muka. Bukannya ia muak menghadapi Beomgyu, melainkan ia terlalu culas untuk membahas persoalan di tengah pikirannya yang kalut serta raganya yang sudah lelah. Ditambah pula, ia tak ingin berkelahi dengan karibnya yang sudah ia anggap keluarga hanya karena seorang gadis. Sungguh memalukan. "Aku tahu, Gyu. Aku menyadarinya selama ini, tingkah lakumu itu cukup kentara. Hanya saja aku selalu berpikir positif jika kau tak seperti itu," jelasnya.

Mendengar penjelasan Yeonjun membikin rasa bersalah semakin mendera. Apa yang telah ia lakukan selama ini berbanding terbalik dengan asumsi Yeonjun yang positif terhadap dirinya yang kini rasa bersalah mendestruksi jiwa dan raga. Kali ini ia tak mampu memfiksasi netranya menatap sang lawan bicara, bahkan rasanya ia tak berani lagi untuk menampakkan batang hidungnya.

"Namun, asumsimu meleset, Hyung. Justru aku lebih buruk dari perkiraanmu."

"Aku tahu. Namun, aku merelakannya untukmu. Tak mustahil jika tak ada pria yang terpesona olehnya," sarkasnya.

"Lebih daripada itu, aku itu lebih buruk. Aku telah melakukan hal di luar perkiraanmu selain aku menyukainya."

"Maksudmu?"

Apapun yang terjadi ia akan mengungkapkan kebenarannya. Ia tak bisa menunda lebih lama sebab keputusannya sudah bulat untuk meledakan bom oleh dirinya sendiri. Jikalau terus-menerus terkubur, ia tak tahu kapan sang bom akan meledak dengan dahsyat. Lantas untuk ke sekian kalinya Beomgyu menarik napas, memasok oksigen ke dalam rongga paru-paru lantas ia bercerak kendati perasaan gamang konstan berjubel dalam diri.

"Kau tahu bagaimana wartawan mendapatkan foto kalian hingga tersebarlah rumor yang membuat hubungan kalian di ambang keruntuhan?" tanyanya retorik memulai klimaks inti konversasi. Namun, Yeonjun tak lantas menyahut, ia masih membutuhkan lanjutan penjelasan Beomgyu yang terkesan belum usai. "Semua dalang di balik rumor itu adalah aku. Aku yang menyuruh seorang wartawan bayaran untuk mengikutimu sebab aku tahu bahwa kau akan menemui Jira."

Layaknya resonansi debuman bom tak kasatmata baru saja menyapa rungu. Manik jelaga Yeonjun menatap nanar serta lengkara jika orang yang paling dekat dengannya, bahkan sudah ia anggap sebagai keluarga sendiri ternyata bisa menjerumuskan dirinya ke dalam jurang. Amarahnya kini menyambangi dirinya yang sudah naik pitam. Hingga kepalan tangan alih-alih menjadi penahan amarah kini mengejawantah sebagai bogeman yang melayang mengenai rahang Beomgyu. Simultan daksa Beomgyu tersungkur sadrah membiarkan bogeman Yeonjun menghabisinya. Bukannya ia tak kapabel berbalik membalas, namun rasanya ia pantas menerima semua ini. Ia mengabaikan rasa ngilu dan perih di sudut labiumnya tatkala darah segar tampak dari goresan luka. Sebab yang terpenting, dirinya berharap luka fisiknya tak sebanding dengan tindakannya yang imbesil, bahkan kekanakan.

Jika saja anggota lain tak sengaja mendengar keributan di dalam ruang studio Yeonjun tatkala mereka secara kebetulan menyusuri koridor, lantas menyeruak masuk ke dalam untuk memisahkan keduanya. Mungkin saja Beomgyu sudah terkulai lemas tak sadarkan diri. Sementara lengan Yeonjun ditarik menjauh oleh Soobin dan Kai dari daksa hasai Beomgyu yang sudah kacau akibat tindakan imbesil Yeonjun yang tak bisa menahan diri dari amarah. Sedangkan Taehyun bertugas membawa Beomgyu menuju sofa, membaringkannya di sana.

"Hyung, apa yang kau lakukan?!" hardik Soobin bertindak sebagai pemimpin dalam grup mereka. Ia harus gesit dalam menangani segala masalah yang tak lantas menjadi tanggung jawabnya juga.

Yeonjun tersenyum kecut simultan melepaskan apitan lengan di kedua sisinya. "Kau tanyakan saja pada si bodoh itu. Aku tak sanggup menjelaskan ulang," sarkasnya lantas tungkainya berderap membawa daksanya raib dari balik daun pintu.

Sepeninggalnya, Soobin mengerang redam lantas memijat pangkal hidung. Agaknya mindanya sudah kalut dengan berjubel macam permasalahan. Bagaimana bisa sang tertua bisa bertindak imbesil hingga keluar kendali? Ia benar-benar tak paham. Masalah apa lagi yang mereka buat? Jangan bilang jika mereka berdua bertengkar hanya karena seorang gadis yang disukainya bersamaan. Ia tahu akan hal itu, namun tak menyangka semua kekacauan ini akan terjadi. Sehingga satu sama lain melukai fisik serta psikis anggota grup yang sudah bertahun lamanya berteduh di bawah satu atap layaknya seorang keluarga.

Soobin mengalihkan atensinya pada Beomgyu yang kondisinya saja sudah kacau. Wajah yang terejawantah sebagai aset bagi kalangan idola sudah lebam serta bercak darah menghiasi sudut labium. Insiden ini baru pertama kalinya terjadi. Ia tahu jika Yeonjun memang seorang pemarah, namun ia tak menyangka jika ia akan bertindak di luar kendali.

"Kai, Taehyun-ah, segera bawa Beomgyu ke asrama sebelum staf agensi mengetahui kekacauan ini!" titah Soobin. Taehyun dan Kai menurut apa yang diperintahkan sang pemimpin tanpa menyuarakan kuriositas yang sudah melanglang dalam inti jemala. Tanpa perintah lebih lanjut, mereka berinisiatif sebisa mungkin menutupi lebam serta luka Beomgyu dengan masker. Mereka membawanya ke asrama, agaknya lebih baik lukanya diobati di asrama nanti ketimbang di klinik agensi yang bisa menggegerkan dalam agensi.

Beruntunglah mereka orang pertama yang mengetahui dan lekas membereskan kekacauan, sebelum staf agensi termasuk manajernya mengetahui. Tak bisa dibayangkan jika masalahnya akan sampai ke rungu Bang PD-nim. Persoalannya akan makin pelik, tak bisa dibayangkan akankah ada hukuman atau tidak yang menimpa mereka.

Tungkai jenjang Soobin direk mengayun meninggalkan spasial kekacauan, mengejar sang tertua. Bukannya ia tak percaya pada Yeonjun, melainkan hanya cemas jika ia mengacau lebih parah dengan sikap urakannya. Tak habis pikir sang tertua bisa menjadi pengacau bagi dirinya sendiri juga grupnya.

***

Keep calm, bbies. Santuy. Gausa tegang. Btw, terlalu dramatis ga sih?

Nih, mereka damai kok. Make a peace with YeonGyu✌️Duh gemes bgt siii.

C ya, Moaa! ❤️

ara

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top