Chapter 25

Tak menyangka jika Beomgyu harus menggigit lidahnya sendiri. Cap lelaki baik agaknya hilang pada sekon ini. Jika saja ia memberitahu sang leader yang mana Soobin mendengar segala prinsip sebagai 'lelaki baik'-nya Choi Beomgyu. Ia akan berusaha mengatupkan bibirnya rapat-rapat, biar saja mulutnya akan dilak oleh dirinya sendiri. Pasalnya tanpa berpikir panjang, daksanya kini sudah bertandang ke kediaman seorang gadis yang tinggal seorang diri.

Ya, tak perlu dijelaskan lagi bahwa ia tahu jika bertandang masuk ke rumah seorang gadis yang seorang diri bukanlah tindakan yang baik. Sebab ia merupakan salah satu pengemuka frasa tersebut. Benar-benar, hal ini pun di luar dugaan. Alih-alih mengantarkan Jira ke apartemen malah berakhir bertamu. Sebenarnya, ia bermaksud memastikannya baik-baik saja.

Rasio dan intuisi memang tak pernah bisa diajak berkompromi, mereka saling berargumen demi mengungguli. Nadir rasanya mereka bisa satu jalur.

Tubuhnya sedikit beringsut menciptakan suasana rikuh seorang diri mencair. Manik matanya menyebar ke setiap sudut ruangan hingga pandangannya bersirobok mendapati eksistensi sang pemilik apartemen yang sudah berpenampilan bersih, tak seperti tadi di manakondisinya kacau—aroma peach khasnya saja kalah dengan bau tomat busuk yang menutupi aroma tubuh.

Beomgyu terhenyak tatkala kurva manis terpatri di paras gadis jelita. Degupan jantungnya bertalu dinamis tak seperti biasanya. Sial, ia mulai jatuh hati kembali. Perasaannya tak bisa memudar secara instan, butuh waktu. Mengingat ia bersikukuh memperjuangkan cintanya kendati harus melawan karibnya sendiri pun tak masalah. Terserah jika mayoritas menganggap itu salah. Setidaknya sebelum janji suci dirapalkan oleh kedua insan, maka ia masih memiliki kesempatan untuk mendapatkannya. Bukan begitu?

Sebelum mindanya semakin kacau, lantas Beomgyu menyesap teh hibiscus yang disajikan sang tuan rumah. Penghidunya menghirup aroma yang membuatnya relaks. Kontan degupan jantungnya pun kembali normal.

"Bagaimana? Enak? Maaf ya, seleraku seperti kakek-kakek," ujar gadis Ahn dengan tatapan binarnya memudar sendu pada saat meloloskan penggalan kalimat terakhir.

Lekas Beomgyu menyangkal, "Enak, kok. Ini minuman yang paling enak yang pernah aku minum. Lalu tidak, tidak seperti kakek-kakek. Justru ini minuman sehat."

Ya, sepenuhnya ungkapan Beomgyu tak bohong, memang benar adanya alih-alih sekadar pelipur. Namun, ia tak bohong. Rasanya enak-enak saja.

Seketika maniknya berbinar menemukan presensi kucing ras Persia dengan perpaduan bulu abu-abu dan hitam yang lebat juga hidung pesek khasnya tengah berjalan ke arahnya. Lantas, ia memanggil. Sayang, langkah kecil si buntalan lucu itu berbelok ke arah sang majikan, mengabaikan kehadirannya. Beomgyu merasa sakit hati kucing peliharaan Jira saja menolaknya, apalagi Jira sendiri.

"Maaf, ya, sepertinya ia tak suka dengan orang lain. Bahkan, kakakku sendiri saja tak disukainya," ungkap Jira merasa bersalah seraya mengelus Bitzy di pangkuan, memanjakannya.

Ternyata ia kucing yang angkuh.

"Tak apa," ujarnya, lantas lengannya terulur hendak mengelus lembutnya Bitzy. Namun, lekas ditampik sang buntalan lucu itu. Beomgyu terkekeh. "Apa ke Yeonjun juga sama seperti ini?"

"Ah, iya, kecuali kepadanya. Hanya Yeonjun orang asing yang bisa bermanja-manja dengan Bitzy. Ia sudah tahu jika Yeonjun datang, maka langsung meminta dimanja. Di kehidupan sebelumnya mungkin ia seorang kucing," ungkap Jira antusias.

Sementara Beomgyu hanya merespons dengan senyuman rikuh. Ternyata ia bisa seantusias itu menceritakan Yeonjun, ia merasa semakin jauh untuk bisa menggapainya.

"Beomgyu-ya, kenapa kau bisa ada di sana?" tanyanya mengubah topik baru dalam konversasi. Sebenarnya, selama di perjalanan pun ia benar-benar sudah gatal ingin bertanya hal kecil ini.

Beomgyu lantas mengalihkan pandangannya, mencoba mencari alasan logis yang bisa diungkapkan dan diterima nalar. Jika ia mengatakan bahwa ia mengkhawatirkannya pun bukannya tidak logis, melainkan siapa dirinya bagi Jira sehingga bisa bertindak demikian?

"Aku—"

"Dan ... Ya! Kenapa juga kau malah masuk ke dalam kerumunan? Bagaimana jika mereka mengenalimu? Kau ini bodoh atau apa?!" hardik Jira.

Ya, aku bodoh dan gila. Sebab aku menyukaimu, menyukai kekasih karibku sendiri.

Tentu saja ia tak mengungkapkannya, hanya bisa dipendam dalam hati. Tak mungkin ia berterus terang di suasana seperti ini. Ia tak menginginkan situasinya semakin keruh.

"Bukannya berterima kasih malah menyentak aku!" sungut Beomgyu berpura-pura merajuk.

"Ya, ya, ya, terima kasih," ujar sang gadis pasrah diiringi cekikikan. Bagai buah manggis di luar cangkangnya begitu keras, akan tetapi memiliki daging buah di dalamnya begitu lembut. Setidaknya ia berusaha setegar mungkin kendati di dalam hatinya ringkih.

"Tapi penyamaranku berhasil tidak ketahuan, 'kan?"

Jira mengangguk.

"Kau benar-benar tak mengenaliku?"

Kini jemalanya lantas menggeleng.

"Wah, pantas saja kau tak mengenaliku sebelumnya," decak Beomgyu.

Kedua alis Jira menukik, tatapannya menodong segala kebingungan yang menyambanginya. Sebenarnya, Choi Beomgyu ini sedang mengoceh hal apa? Entah memang ia tengah kalut ataukah pria Choi itu senang sekali berbicara berbelit-belit?

"Maksudmu?"

"Sebelum kita berkenalan di ruang latihan, kita pernah bertemu di kafe buku. Bahkan, kita sempat bercengkerama," jelasnya.

Dan pada saat itulah aku menyukaimu, Ji.

Jira masih menimang-nimang kejadian yang dijelaskannya terekam dalam amigdala. "Buku bersampul biru! Kau merekomendasikannya padaku."

Dalam jentikan jari ia berhasil menemukannya dalam galian memoar. Ya, ia ingat. Lengannya bersentuhan dengan lengan seseorang yang memakai pakaian serba tertutup seperti yang dikenakan Beomgyu tadi tatkala mereka berdua meraih bersamaan buku bersampul biru.

"Woah, I can't believe that is you, Gyu."

Entah harus sedih sebab Jira tak mengenalinya ataukah harus bersikap pongah bahwa ia ulung dalam penyamaran. Benar-benar apakah ia seasing itu di mata gadis Ahn? Mengapa ia harus jatuh hati padanya kendati di luar sana masih banyak gadis yang lebih jelita dari Jira? Tidak, cantik itu relatif. Jatuh cinta pun tak ada alasan yang spesifik, afeksi itu selalu datang tanpa bisa diprediksi.

Siapa? Kapan? Di mana?

Tak sedikit orang memercayai jatuh cinta pada pandangan pertama, termasuk Choi Beomgyu masuk ke dalamnya. Namun, salah dirinya ia menaruh hati pada orang yang salah, juga waktu yang tidak tepat.

"Ji..."

Jira lantas menoleh pada subjek yang memanggilnya. Kedua pasang maniknya bersirobok.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Beomgyu hati-hati.

Lantas senyuman kecut diiringi dengusan menjadi respons awal sebelum memberi jawaban, "Bohong jika aku baik-baik saja, Gyu," ungkapnya. Kelereng dupleksnya sudah teralih pada cangkir teh hibiscus yang kian dingin. Satu tarikan napas diiringi helaan terdengar jelas menyapa rungu. "Bahkan, hari terpentingku harus tertunda karena kejadian ini."

"Hari ini aku sidang skripsi, aku sudah menunggunya jauh-jauh hari. Ingin menunjukkan bagaimana usahaku selama ini," sambungnya seraya tersenyum kecut.

Sekecut hatinya.

Ya, benar, takkan ada orang yang baik-baik saja menghadapi masalah sepelik ini. Beomgyu memahaminya kendati belum pernah sama sekali berada dalam situasi yang dialami oleh mereka.

"Jiiiii!!!!!"

Sebuah lengkingan menggema menyelinap masuk ke dalam rungu mereka. Jira merotasikan kelereng dupleksnya culas. Ia tahu siapa pelakunya.

Hwang Naeun.

Lengkingan gadis nyentrik itu kian melemah tatkala manik matanya menemukan presensi Choi Beomgyu. Ekspresinya membelalak, pasti ada ribuan tanda tanya dalam mindanya.
Bagaimana seorang idola bisa berada di apartemen Jira? Terlebih lagi mereka hanya berdua.

Biarkan Naeun pingsan sebentar tatkala Beomgyu melemparkan senyuman kelewat manis kendati memang hanya sekadar ramah tamah diiringi bungkukan takzim. Gadis Hwang itu memang lemah dengan pria tampan. Lekas ia menyelipkan surainya ke belakang daun telinganya, mencoba bersikap anggun.

"Dasar gadis pesolek!" gumam Jira berdecak. Ia sudah tahu seluk-beluk karibnya.

"Perkenalkan, aku Hwang Naeun, aku—"

"Sahabatnya Jira," potong Beomgyu menegaskan. Sebelum gadis Hwang meluncurkan pertanyaan lainnya, lantas ia menambah penggalan dialognya, "Jelas sekali kau sepertinya paling dekat dengan Jira. Terbukti ketika ia berada dalam situasi pelik ini, kau datang menemuinya. Kau sungguh baik, Naeun-ssi."

Tentu saja pujian dilontarkan Beomgyu membuatnya tersipu. Sementara Jira hanya mengumpat dalam hatinya. Kenapa pula Beomgyu malah menambah kegirangan gadis pesolek ini? Ia tahu jika Beomgyu tengah menjaga image sebagai seorang idola. Ataukah memang buaian seperti ini selalu ia lontarkan seperti kepada penggemarnya?

"Ah, ya, berhubung sahabatmu sudah di sini. Aku pamit pulang, ya?" ujar Beomgyu diiringi uluran lengannya mengacak-acak surai gadis Ahn. Namun, di sini yang bereaksi adalah Naeun. "Jika ada apa-apa, jangan sungkan menghubungiku. Understand, Princess?"

Hei, sejak kapan Beomgyu memanggilnya seperti Soobin? Sementara gadis Hwang semakin tercengang menghadapi kenyataan di hadapannya kini. Siapa pun tamparlah dia jika ia tak mimpi!

Memastikan Beomgyu sudah hilang dari balik daun pintu, lantas Naeun menyerbu karibnya dengan beribu pertanyaan melalui labium merah bergincu. "Bagaimana bisa Choi Beomgyu ada di sini? Apa aku tengah bermimpi? Jangan bilang ternyata rumormu benar?!" cerocosnya.

"Terlepas dari itu, bisakah kau menanyakan kabarku terlebih dahulu?" sungut Jira, tak terima.

"Justru aku kemari ingin mengecek kondisimu, ingin menghiburmu. Kau tahu?!"

Jira mendengus. Ia lelah harus berdebat dengannya di situasi pelik seperti ini. Namun, ia beruntung jika sahabatnya ini masih peduli padanya.

"Terlebih lagi, kau berhutang penjelasan padaku!" sambungnya.

Baiklah, Jira kalah telak. Ia tak bisa menyembunyikan apapun lagi dari sahabatnya itu. Mungkin hari ini adalah waktu yang tepat untuk mengungkapkan semua rahasianya soal Yeonjun juga dirinya. Ia berceloteh bagai mendongengkan kisahnya sendiri. Dengan detail ia memastikan tak ada yang terlewat. Penjelasannya terkesan hati-hati agar Naeun tak merasa tersinggung sebab ia telah menyembunyikan sesuatu darinya.

Beruntunglah, gadis Hwang itu memahaminya. Ia tahu jika sekarib-karibnya seorang sahabat, pasti membutuhkan privasi. Cepat atau lambat, ia akan berbagi kisah dengannya kendati secuil yang disampaikan.

Kedua gadis itu bercerita hingga larut malam, berbagi kisah bukan hanya menyoal kisah rumit Ahn Jira. Ada kalanya Naeun pun bercerita mengenai kisahnya.

"Kakakmu seorang idola, kekasihmu seorang idola, dan temanmu seorang idola. Jangan-jangan mantanmu juga seorang idolq, ya, 'kan?"

Jira hanya terkekeh geli. Mungkin ia akan mengiyakan mantannya seorang idola jika saja dulu ia menerima pernyataan suka dari Hyunjin yang sekarang sudah debut menjadi seorang idola. Namun, ia menolak sebab dirinya terlalu setia menunggu bocah lelaki yang dinantikannya dulu. Benar-benar bodoh, bukan?

"Memangnya di kehidupan sebelumnya kau sudah berbuat baik seperti apa hingga saat ini kau begitu hebat? Kau dikelilingi banyak idola, hidupmu itu persis kisah novel fanfiction," lanjut Naeun.

"Ya! Alih-alih hebat, justru dikelilingi idola itu merepotkan, kau saja yang tak tahu. Apa kau tak menyimak dan mencerna ceritaku barusan jika kisahku ini begitu pelik?" sanggah Jira yang mendapat anggukan dari karibnya itu.

"Benar, kisahmu itu rumit sekali. Aku jadi bersyukur hidupku normal, kurasa."

"Bahkan, aku harus gagal sidang skripsi hari ini."

"Kata siapa? Tenang saja, aku sudah berbicara pada dosenmu agar sidangmu diundur. Beruntunglah, mereka mengerti. Sekitar satu minggu dari sekarang, mereka memberimu kesempatan!" seru Naeun. Tentu saja Jira antusias mendengar kabar gembira seperti itu kendati memang diundur pun setidaknya tak ditunda begitu lama.

"Really? Aw, i'm so grateful to have you, darling!"

Seakan-akan watak mereka tertukar. Jira memeluk erat karibnya, sementara Naeun lekas melepaskan dekapannya. "Ya, ya, ya, kau beruntung memilikiku, kau tahu?"

"Lalu kau?"

Naeun cengengesan dengan raut yang dibuat-buat polos. "Aku harus menundanya beberapa bulan lagi. Skripsiku belum selesai."

Seketika lengkungan tipisnya memudar. Ada rasa tak senang juga merasa bersalah pada karibnya jika ia akan lulus terlebih dahulu. Keinginannya terpaksa tak terwujud.

"Maaf, Ji. Mau bagaimana lagi, aku benar-benar sudah berusaha. Namun, ya... Beginilah. Maaf ya..."

Benar, setiap kemampuan orang itu berbeda. Ia takkan memaksakan keinginannya. Ia takkan egois. Bukannya tak ada solidaritas, akan tetapi mereka pun memiliki rencananya masing-masing terlepas dari kedekatan yang lekat.

"Iya, tak apa. Semoga kau pun cepat menyusulku, ya! Semangat!" ujar Jira pada akhirnya. Kurva manisnya terpatri kembali.

Suasana hening seketika menyelimuti, setelah banyak cakapan memenuhi setiap sudut ruangan. Mereka larut dalam pikirannya masing-masing seraya menatap plafon. Hingga akhirnya Naeun bersuara kembali.

"Omong-omong soal Beomgyu, sepertinya ia menyukaimu," celetuknya.

Lantas Jira menampik terkaannya yang secara tiba-tiba. "Tidak mungkin, kami hanya berteman. Lagi pula kau tahu, 'kan aku ini punya kekasih."

"Ya, ya, ya, aku tahu Nona Kekasih Choi Yeonjun," cibirnya. "Namun, tak menampik kemungkinan, 'kan jika ia menyukaimu? Aku ini orang yang peka dari caranya ia memperlakukanmu tadi, Ji."

Jira mendengus. Ia tak mau memikirkan segala kemungkinan yang baru. Spekulasi gadis Hwang itu akan ia anggap keliru. Tak mungkin, ia hanya menganggapnya seorang teman, begitu pun sebaliknya. Ia tak ingin menambah masalah semakin pelik.

"Sudahlah, lupakan semuanya, okay? Aku butuh hiburan," pungkas Jira. "Ah, hari ini jadwal tayang BTS RUN, 'kan?"

Dua pasang manik mata mereka berbinar di hadapan layar laptop yang sudah dinyalakan oleh sang empunya.

"LET'S GO TO WATCHING!!!"

***

Ibaratkan aja hari ini hari selasa, ya! Padahal hari rabu wkwk
BTS Run juga cuma episode cutting director waktu episode dubbing itu lho.
Btw, ga sabar nunggu bighit rilis MV BTS yang Dynamite huhuu

Oh ga lupa juga dong sama nungguin  MV TXT Drama vers. Japan!! Eh mv kan itu teh?

Dah ah segini dulu. C ya! ❤️

ara

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top