Chapter 13

Suara bel berbunyi nyaring sehingga tinggi desibelnya mampu memekakan rungu pemilik epitel Ahn Jira. Jika saja tidak tinggal di apartemen, ia sudah mencak-mencak berteriak di depan muka sang pelaku keributan. Namun, hal itu ia urungkan mengingat tetangga sebelah kanan kamar apartemennya seorang nenek renta baik hati yang tak bisa ia ganggu kedamaiannya juga nyalinya terlalu ciut mendapati tetangga di sebelah kirinya yang seorang pria berperawakan besar dengan tubuhnya dipenuhi tato. Entahlah, ia sebenarnya tak tahu bagaimana sifat asli pria tersebut selain ia pernah berpapasan sesekali sekadar menyapa sebagai formalitas tata krama yang tidak boleh pudar di budaya timur.

Jelas sekali ia tahu siapa yang berada di balik daun pintu. Bukan kakaknya, bukan pula sahabatnya, Naeun, sebab mereka berdua tahu password apartemennya yang bisa saja asal menyelonong masuk-keluar seenak jidat, menumpang kaki juga menghabiskan stok makanan di dalam lemari. Pria dengan setelan serba hitam itu sudah tampak familier baginya, tanpa sengaja ia pun masuk dalam daftar pengunjung langganan apartemennya. Dia tak tahu lagi harus berbuat apa. Jika saja ia membuka layanan singgah, mungkin ia bisa merampas seluruh isi dompet ketiga orang itu.

Seperti biasa Yeonjun selalu menerobos masuk tanpa izin sang empu dengan dalih takut ketahuan wartawan cukup membungkam argumentasi gadis pemilik apartemen. Seakan-akan tempat yang tak begitu luas juga tak begitu sempit itu telah menjadi tempat ke sekian yang ternyaman ia anggap rumah. Kendati demikian harus menghadapi sorotan tajam sang empu secara imperatif ingin dirinya cepat keluar dari naungannya. Seperti hal yang dilakukan sekarang, ia sudah terbiasa mendengar celotehan gadis itu tatkala ia merebahkan dirinya di sofa dengan semena-mena, lalu Bitzy-nya direk menyambar ke dalam dekapannya seakan tahu akan kedatangannya.

"Kenapa kau suka sekali datang ke sini? Memangnya ini apartemenmu?"

Tanpa mengindahkan, lantas Yeonjun menyodorkan sebuah paper bag. Tanpa basa-basi seperti dulu, lengan jenjangnya meraih talinya dari genggaman sang pemberi. Binar matanya berpendar tatkala menemukan empat buah kotak seukuran buku agak lebih besar, lantas ia keluarkan dari paper bag. Ceruk bibirnya menyingkap puas diiringi decakan kagum yang terus terlontar secara kontinu. Sementara sang pemberi diam-diam mengulum senyumnya seraya mengelus lembut kucing berbulu lebat nan wangi, seperti habis dimandikan oleh sang majikannya.

"Kau suka?"

Gadis itu mengangguk senang bagai anak anjing menurut pada majikannya.

"Sudah kubilang aku takkan ingkar, aku akan menepati janji. Bukankah itu balas budi yang kau inginkan selama perjanjian kita?" tanyanya lagi, memastikan.

Jira tak bisa mengalihkan atensi dari album idolanya yang merupakan buah dari perjanjian dengan sang pemberi. Edisi paling eksklusif, sesuai janji pria itu. Ya, sebenarnya ia tak meragukan omongan Yeonjun yang notabene-nya seorang idola yang satu naungan dengan idola yang ia kagumi, maka tak mustahil baginya. Toh, ia merasa diuntungkan bukan hanya menghemat isi dompetnya, melainkan ia merasa menjadi seorang penggemar spesial.

Asyik membalikkan tiap halaman buku album yang menampakkan guratan visualisasi yang dilukiskan oleh Tuhan yang sekiranya mungkin membutuhkan waktu kala menciptakannya, berusaha tak ada celah kesalahan sedikit pun kendati ada memang secara alamiah manusia tak ada yang sempurna luar maupun dalam. Dirinya mendapati secarik kertas kecil persegi panjang bertuliskan 'LOTTE WORLD' terselip di antaranya. Alisnya menukik, maniknya menyorot menuntut penjelasan pada sang pemberi.

Yeonjun menarik garis simpul, memang terkesan manis. Namun bagi Jira, lelaki itu terkesan aneh, tak seperti biasanya yang selalu usil padanya di setiap kesempatan. Bahkan tak jarang argumentasi selalu saling beradu seakan-akan takkan pernah berakhir. Tak ada yang mau mengalah. Namun, hari ini? Rasanya benar-benar aneh.

"Besok malam aku akan mengajakmu ke sana," ujarnya simpul.

"Ya?"

***

Aroma sedap ramyeon menguar di setiap penjuru ruangan cukup menggelitiki penghidu hingga sukses memanggil perut untuk diisi. Suara menyeruput mi bersama kuah itu dijejalkannya ke dalam mulut Soobin hingga pipinya pun ikut naik turun mengunyah setiap suapannya dengan mulut penuh. Itu merupakan suatu pemandangan cukup menggemaskan dari caranya ia makan. Resonansi decapan kala menikmati santapannya pun mampu membangunkan Beomgyu yang keluar dari kamarnya dengan tampilan acak-acakan seperti habis bangun tidur. Masih dengan setengah sadar ia bergabung ke meja makan, lengannya bergerak impulsif mengambil sumpit lain berniat mencomot sedikit ramyeon sang leader tanpa izin. Tentu saja mendapat sorotan tajam dari sang empu kendati tak langsung menepis lengan Beomgyu. Namun, tampang masa bodoh selalu terpampang di paras manis Beomgyu.

"Omong-omong, ke mana member yang lain? Nampaknya hanya kita berdua," ujar Beomgyu dengan mulut penuhnya seraya mengedarkan pandangan ke sekitar tempat asrama yang ditinggali oleh mereka berlima.

"Hueningkai pergi mengunjungi adiknya yang masih trainee. Dan apa yang kau harapkan dari Taehyun sang penggila olahraga selain pergi ke tempat kebugaran?"

Jawaban Soobin seakan tak cukup baginya sebab seorang lagi belum ia sebutkan. Akhirnya ia memutuskan bertanya lagi, "Yeonjun Hyung?"

Ada jeda sejemang sebab sang narasumber sibuk meneguk air, sekiranya membantu mendorong kunyahan makanannya. Lantas Beomgyu tentu menunggu jawaban dari bilah bibir pria itu.

"Dia pergi ke rumah Jira."

"Ya?"

"Pergi ke rumah penulis Ahn, Ahn Jira."

"Untuk apa?" tuntutnya dengan sedikit nada tak suka.

"Dia, kan, temannya, bukankah wajar mengunjungi seorang teman?" pertanyaan retorik dari ceruk bibir Soobin mampu membungkam Beomgyu. Namun, rasanya kurang setuju dengan pendapat temannya itu mengingat mereka bertaut usia dan gender yang berbeda. Maka Beomgyu mengambil argumentasi yang kedua.

"Bukankah Jira tinggal sendiri? Kurasa itu tak wajar, seorang pria berkunjung ke kediaman seorang gadis yang tinggal sendiri."

Memang argumen Beomgyu benar adanya. Namun, di zaman sekarang ini sudah terdengar lazim jika memang keduanya sudah akrab, itu menurut Soobin. Mungkin memang lain halnya bagi Beomgyu yang memegang prinsip kebenaran.

Helaan napas Soobin terdengar sebelum membalas argumen kuat Beomgyu, "Kenapa kau sepertinya tak suka? Anggap saja perkiraanku keliru jika kau menyukai gadis itu."

Beomgyu tersentak membisu sejenak, lalu tuduhan berlanjut dari ceruk bibir Soobin. "Jangan bilang kau menyukainya?"

Beomgyu akhirnya menepis tuduhan yang mencecarnya, "Tentu saja tidak, aku tak menyukainya."

"Syukurlah, aku anggap juga begitu," tukasnya lalu menyantap lagi ramyeon yang sempat dianggurkan sebab adanya sebuah konversasi dengan sedikit perdebatan.

"Kenapa kau berkata seperti itu? Justru kau yang menyukainya, bukankah begitu?" kini Beomgyu menuduh sang leader.

Soobin terdiam sejenak, memilah kata yang tepat untuk dilontarkan sebagai jawaban yang pas. Tidak mungkin ia membeberkan rahasia Yeonjun jika sang tertua itu tengah menyukai gadis yang menjadi topik di sela santapan mereka. Sementara dirinya pun merasa tak nyaman tatkala Beomgyu terus memicingkan matanya curiga.

"Kau tahu, 'kan, aku itu penggemarnya, namun entah kenapa aku tak bisa menaruh perasaanku padanya selayaknya seorang pria kepada seorang wanita," jawabnya berhati-hati.

"Kenapa tidak? Bukankah dia sangat mempesona di mata para lelaki?"

"Memang dia sangat mempesona di mataku juga. Namun, aku ingin bertanya balik, kenapa juga kau tak menyukainya jika kau berargumen seperti itu?"

Sial, kini Beomgyu tak bisa berkelit tatkala Soobin memutarbalikkan fakta. Seakan ia kalah telak di permainan catur.

"Kau tak seharusnya menggigit lidahmu sendiri, Gyu. Sudahlah, habiskan ramyeon-nya. Kini giliranmu yang mencuci bekas makannya. Aku ingin mencari udara segar," ujar Soobin final sembari beranjak dari tempatnya lalu melenggangkan tungkainya keluar kediaman mereka sesuai apa yang dikatakannya tadi. Sementara Beomgyu termangu meratapi kekalahannya dalam argumen yang sebenarnya tidak begitu penting. Namun, baru kali ini Beomgyu merasa kalah di suatu perdebatan sepanjang hidupnya.

****

Yuhuuu, akhirnya setelah beberapa chapter bisa kulakukan dengan update tiap hari. Gimana alur ceritanya makin seru ato justru ngebosenin?

Terlepas dari semua itu, jan lupa vote dan tinggalkan comment ya MOA. *sending all of my loves*
C ya!❤️

—araa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top