Chapter 12

"Ahn Jiraaaaaaaaa!"

Sebuah teriakan yang tak ada merdunya sama sekali lamat-lamat menyapu rungu gadis bersurai legam. Manik kembarnya berotasi culas tatkala mendapati gadis yang selalu tampil nyentrik berlari ke arahnya. Bagaimana gadis itu bisa berlari dengan aman sementara tumitnya terpasang hak dengan tingginya yang bukan main? Tubuhnya nyaris terpelanting jikalau tungkainya tak berusaha menahan bobot tubuhnya sendiri tatkala sahabatnya itu menghambur mendekapnya erat hingga tenggorokannya saja tercekat butuh asupan oksigen lebih.

"Ya! Lepaskan! Kau tak ingin melihatku mati muda, 'kan?"

Naeun mendengus lantas melonggarkan rangkumannya kendati sahabatnya itu secara tak langsung menolak rangkuman rindu darinya. "Asal kau tahu, aku merindukanmu. Usai perilisan buku novelmu kau ke mana saja? Kita sudah lama tak bersenang-senang bersama."

Telunjuk Jira impulsif menggaruk pelipisnya yang sebenarnya tak gatal. Bingung harus berdalih apa lagi pada sahabatnya itu. Memang benar apa katanya, akhir-akhir ini mereka jarang bersama. Bukan hanya setelah perilisan buku, tetapi sebelumnya pun Jira jarang ada waktu untuk Naeun sebab kesibukan persiapan perilisan buku novelnya yang terbaru. Untuk alasan sebelumnya ia masih bisa berdalih secara rasional. Namun setelah acara itu ke mana saja kesibukannya itu terbagi, tak mungkin ia berkata jujur bahwa akhir-akhir ini ia sering menghabiskan waktu dengan grup idola, TXT. Pasti sahabatnya akan tergelak tak percaya bahwa para lelaki yang digandrungi para gadis, kini ada di dalam daftar temannya dengan perantara Yeonjun yang merupakan sang tertua anggota grup. Kenal dengannya saja pun disebabkan sebuah insiden yang belum sanggup ia beberkan, kendati Naeun adalah sahabatnya.

Jika pun ia ceritakan, gadis pemilik nama Hwang Naeun ini akan tergelak tak percaya. Bagaimana bisa itu terjadi dalam hidupnya seperti tokoh dalam fiksi yang selalu ia cantumkan di dalam buku novelnya? Terlebih lagi bukan hanya Yeonjun yang menyandang seorang idola, tetapi ia pun seorang pria asing. Harga dirinya akan terpental jatuh mengetahui dirinya sebagai seorang gadis yang pernah satu atap dengan seorang pria asing. Mengingat Jira merupakan gadis yang sukar terjamah oleh para pria sebab dirinya membatasi hal itu. Bahkan, Oh Junhyung yang notabene-nya pria terpopuler di kampusnya ia tolak mentah-mentah.

"Maafkan aku. Sebagai permintaan maaf, bagaimana jika aku mentraktirmu?" ujarnya persuasif.

Sejemang gadis nyentrik itu terdiam berpura-pura berpikir, kendati Jira pun tahu tawaran menggiurkannya takkan pernah ditolak. Manik cerahnya mengerling seakan Jira pun tahu apa yang ada di dalam otak bulus sahabatnya.

"Iya, aku paham, traktir makan saja tak cukup. Jadi, kau mau apa?"

Bilah bibir Naeun tercetak puas, lantas lengannya mengait pada lengan sahabatnya seraya menuntunnya melenggang dari pijakan tadi. "Apa saja yang tidak lebih dari budget honor dari novelmu."

"Tentu saja, aku tak sekaya itu. Untung aku ini baik," tegasnya dengan pongah diiringi kekehan kecil tersingkap dari labium merah mudanya.

"Eiy, jangan merendah. Kau itu cukup kaya dengan kemampuan juga kepopuleranmu."

***

Sebuah ruang dengan petak tanah berukuran 4x5 meter persegi dihiasi interior bagaimana khasnya sebuah studio musik itu ditempati oleh pria bersurai blonde dengan tatanannya sudah acak-acakan. Air mukanya pun tampak kusut tatkala sibuk dengan secarik kertas berisi untaian coretan lirik lagu yang ia buat. Tak jarang ia menghela napasnya gusar, tetapi masih fokus. Karena itu, saking fokusnya ia bahkan tak mendengar potekan gagang pintu juga tak menyadari kehadiran pria berlesung pipi manis. Hingga ia baru tersadar tatkala sang pengunjung baru menyimpan segelas kopi yang tersaji di gelas plastik khas kafe itu sendiri.

"Setidaknya asupan kafein bisa membuatmu lebih segar di tengah kesibukan."

Yeonjun menoleh sekilas untuk memberi lengkungan manis sebagai penghargaan pada salah satu adik di grupnya itu. "Terima kasih."

Pria itu mengangguk sebagai respons, lalu mendaratkan bokongnya di salah satu sofa yang berada di studio pribadi Yeonjun. Manik jelaganya menatap punggung pria yang tengah menghasilkan karya dari usaha kerasnya duduk di balik kursi berjam-jam dengan otak mengepul di dalam jemala. Garis simpulnya tergurat manis manakala sang pemilik punggung tegap itu bertanya berusaha tak mengabaikan kehadirannya.

"Soobin-ah, bagaimana syuting drama perdanamu?"

"Lumayan lancar dan besok adalah hari terakhir, mengingat aku mengambil peran cameo," jelasnya sembari mengingat bahwa selain kesibukannya sebagai idola, ia mencoba mengambil tawaran untuk ikut andil dalam sebuah drama kendati memang ia mengambil peran figuran. Setidaknya lumayan menambah pengalaman baru di dunia industri hiburan.

"Lalu bagaimana dengan lagumu sebagai solo track, Hyung?"

"Sebagian selesai, sebagian ada kendala. Ini aku tengah berusaha mencocokkan lirik laguku lagi," ujarnya dengan nada putus asa kentara oleh rungunya. Dia tahu Yeonjun bukanlah tipikal orang yang putus asa, ia akan berusaha semaksimal mungkin. Namun, bukankah wajar seorang manusia kadang kala putus asa? Asalkan tak begitu larut dalam lubang hitam itu.

"Yeonjun Hyung, kau masih sibuk?" tanya Soobin hati-hati. Sebenarnya ia tahu bahwa pertanyaan itu bersifat retorik kala ia tahu keadaannya. Namun, setidaknya ia hanya basa-basi memberi kode jika ia ingin mengatakan sesuatu hal yang agaknya sudah terlalu gatal untuk keluar dari labiumnya.

"Apa kau ingin mengatakan sesuatu?" tanya Yeonjun balik. Seakan tahu apa yang ada di pikiran Soobin sebab ia tahu gelagat masing-masing anggota setelah beberapa tahun hidup bersama.

"Maaf kalau aku lancang bertanya, sebenarnya kau dan Penulis Ahn-ah, maksudku, Ahn Jira, kau sudah kenal berapa lama?"

Pertanyaan itu sempat membuat Yeonjun tersentak, tetapi ia cukup berani membalikkan kursi bersama tubuhnya menghadap sang penanya. Helaan panjang sempat ia hembuskan sebelum benar-benar menjawab pertanyaan yang tiba-tiba mencecar dirinya. Dia tahu cepat atau lambat pasti akan ada yang bertanya soal hal ini, walau sepele.

"Kau pasti takkan percaya dengan penjelasanku ini," ujarnya. Dia mengusap wajahnya gusar, menarik satu hentakan penghidunya mengambil oksigen. "Sebenarnya aku belum lama mengenalnya. Kau masih ingat dengan masalah internal kita beberapa bulan lalu yang secara kekanakan aku kabur beberapa hari?"

Soobin mengangguk, lalu menatap intens juga siap memasang sepasang rungunya untuk mendengarkan penjelasan Yeonjun tentang awal mula ia mengenal Jira. Kadang kala Soobin membulatkan matanya tak percaya tatkala menyimak setiap cerita yang terlontar dari ceruk bibir Yeonjun. Hingga pada akhir cerita ia tergelak, "Pantas saja kami mencari ke apartemenmu kau tak ada. Kau tahu, kami sudah pusing mencarimu kemana-mana? Tak tahunya ternyata kau seenak jidat menumpang di kediaman seorang gadis. Wah, aku benar-benar tak percaya kau begitu."

"Ya! Walau begitu, aku tak melakukan hal yang aneh-aneh," elaknya seakan tahu apa yang dipikiran seorang pria itu tatkala seringaian terukir di paras pemilik epitel kelinci yang terkenal di kalangan penggemar.

"Aku tahu. Namun, apa kau tak pernah melihatnya sebagai seorang wanita?"

"Tentu saja aku melihatnya sebagai seorang wanita, bukankah memang dia seorang wanita?"

Memang pernyataannya tak salah, tetapi bukan itu yang sebenarnya dimaksud oleh Soobin. Dia mengerang frustasi akan tingkah sang tertua yang memang tak peka.

"Maksudku apa kau tak pernah melihat Jira selayaknya seorang pria pada seorang wanita?" jelas Soobin pada akhirnya. "Mengingatnya ia sangat cantik dengan pesona luar dalamnya saja mampu menarik para pria tak terkecuali para anggota grup kita juga. Aku menyadarinya."

Yeonjun mengulum bibirnya, belum mampu bersuara. Entah ia tak ingin menjawab atau memang belum paham ke mana arah konversasi antara keduanya.

"Sejujurnya aku menyukainya," lugas Soobin. Sontak Yeonjun menatap langsung ke dalam sepasang manik jelaga Soobin mencari validasi lebih lanjut atas ucapannya itu. "Aku menyukainya sebagai penggemar, tentu saja. Dalam artian mengaguminya. Untuk menyukainya sebagaimana perasaan pria pada wanita, aku tak bisa sepertimu," ralatnya.

"Maksudmu?"

"Aku menyadari selama ini, kau menyukainya, bukan begitu?"

Yeonjun tergelak atas persepsi Soobin yang secara tak langsung mencabarnya. "Aku? Menyukainya? Mana mungkin," sanggahnya.

"Kau tak perlu berusaha mengelak. Kau tampak terlihat jelas akhir-akhir ini, kau selalu bertingkah aneh padanya. Tak jarang kau cemburu ketika salah satu dari kami terlalu dekat dengannya. Apa lagi yang harus kubuktikan jika kau menyukainya? Kau tak menyadarinya, Hyung?" cecar Soobin yang mampu membisukan Yeonjun hingga ia tak mampu menyanggah untuk berdebat lebih lama tatkala argumentasinya sudah habis dengan penjelasan Soobin yang tepat sasaran.

"Kulihat juga kau cukup frustrasi akan perasaanmu hingga keprofesionalanmu pun ikut berkurang sebab pikiranmu yang bercagak," jelasnya lagi. "Bagaimana sulitnya kau nyatakan langsung padanya? Kauakui bahwa kau menyukainya."

"Tak bisa seperti itu, aku pun harus menegaskan apakah ini memang rasa suka ataukah-"

"Itu rasa suka. Bukan kagum selayaknya penggemar. Kau tak perlu mencari tahu untuk menegaskan. Itu cinta," tukasnya secara gamblang.

Sial, jika begini, Yeonjun pun semakin frustrasi. Mungkin penjelasan yang diucapkan Soobin akhirnya menjawab segala pertanyaan dalam benaknya. Memang ia tak menyangkal jika akhir-akhir ini perasaannya bagai terombang-ambing di samudera. Namun, kenapa jawabannya harus segamblang ini. Dia benar-benar ingin menyangkalnya, akan tetapi ia tak bisa.

Kesadarannya kembali tatkala sebuah lengan kokoh menepuk tegas bahunya. "Kau harus mengungkapkan perasaanmu terlepas dari kemungkinan kau ditolak atau tidak, mengingat status kita seorang idola. Yah, kita tak mengelak jika kita takkan memiliki waktu banyak untuk diluangkan bersama orang terkasih. Namun, kita juga manusia biasa, Hyung. Butuh afeksi semacam cinta," tuturnya lugas meyakinkan Yeonjun yang masih di ambang dasar rumitnya kemelut hati. Sebelum akhirnya, tungkai Soobin melenggang keluar meninggalkan Yeonjun yang termenung seraya menyerap tutur kata demi kata yang tersaji menjadi wejangan untuknya.

***

Pict sebagai pemanis aja sii, gemes bgt soalnya😭
Eh btw kalian dah lihat perform Soobin sm Arin yg jadi MC baru di musicbank nanti? ya ampun aku sampe jerit-jerit hebot sendiri lihat tatapan manisnya Soobin ke Arin ituloh. Apalagi pas behind the scene nya😭
Eh maaf, malah curcol. Pokoknya ya begitu, sampai jumpa besok di chapter selanjutnya❤️

-luv, araa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top