TIGA

Jangan lupa voment ya 😍😍

Ketika sudah memasuki kawasan sekolah, Risha langsung menuju ke kantin, bukannya ke kelas. Sebelum berangkat sekolah tadi, Risha sudah membuat janji dengan Sima untuk menunggu di kantin.

"Lama," ujar Sima ketika Risha telah duduk di hadapannya, gadis yang melapisi seragamnya dengan sweater pink tersebut menatap Risha dengan malas.

"Ya, sorry." Risha langsung mengambil sebuah roti yang berada di atas meja dan membuka plastiknya.

"Kebiasaan ngambil punya orang," tegur Sima ketika Risha memakan roti coklat itu.

"Santai, punya lo doang," balas Risha, ketika lelehan coklat mengenai lidahnya, Risha tanpa sadar menutup matanya. Coklat memang lezat!

"Siapa bilang itu punya gue?" tanya Sima, wajahnya menampilkan raut geli ketika Risha melotot.

Sedetik kemudian Risha lanjut memakan roti itu dengan tenang. "Kalau yang punya minta ganti, nanti gue bayar," ucap Risha santai. Lagipula sebungkus roti tidak akan merubah hidupnya, kan?

"Gue lupa lagi bicara sama siapa," cibir Sima. Ini memang sering terjadi, Risha yang suka seenaknya didukung oleh orang tua seperti Fauzan, tentu hidupnya akan menjadi lebih lancar.

"Bisa aja, lo. Oh iya, Kak, Papa Juna ngajak liburan kemana?" tanya Risha mengalihkan topik.

"Nggak tau, papa nggak ngasih tau, katanya rahasia. Nyebelin banget, padahal gue harus tau tujuannya kemana untuk persiapan, kan? Masa gue bawa baju panjang, tapi tempat liburannya panas. Kan nggak banget. Kalau lo?"

"Papa juga nggak ngasih tau."

"Kalian masih di kantin? Cepat ke kelas, udah mau bel." Suara yang tidak jauh dari mereka membuat percakapan kedua cewek itu terhenti, tanpa menjawab, kedua cewek itu langsung berlari menuju kelas mereka. Bahkan Risha melupakan roti yang sudah dimakannya. Dia belum membayar roti itu!

"Eh, tunggu!" Sima menghentikan larinya secara mendadak membuat cewek itu hampir terjatuh.

"Kenapa?"

"Ngapain kita lari? Memangnya kita ngapain?"

Iya, juga. Sekolah ini, kan, punya Juna. Lagipula mereka cuma makan doang, kan?

"Siapa yang duluan lari?" Eh. Risha.

Suara bel menghentikan Risha yang akan menjawab. Untung saja.

"Yaudah, ayo ke kelas."

🐇🐇🐇


"Glen liatin lo mulu," bisik Sima ketika Risha sedang mencoret-coret bukunya asal, bosan sekali.

"Apaan sih, lo. Biarin aja deh, jangan liatin," balas Risha ikutan berbisik.

Lagipula Glen itu ngapain sih ngeliatin Risha terus? Ya, Risha tau, Glen tertarik padanya, bukannya ge-er, tetapi cowok itu sudah mengatakannya, tetapi Risha ... menolak. Bukannya sombong atau Glen yang tidak sesuai dengan kriteria cewek itu, Risha hanya tidak ingin memiliki pacar. Melihat teman-temannya memiliki pacar saja sudah membuatnya kesal sendiri, mau pergi, lapor dulu, di sekolah, berduaan mulu. Emangnya hidup mereka hanya seputaran pacar?

"Emangnya lo nggak risih?" tanya Sima setelah menusuk punggung Risha dengan ujung pulpen.

"Risih, lah. Sama kayak lo nusuk punggung gue pakai pulpen. Risih!"

"Risha, Sima, apa yang kalian bicarakan? Maju dan cerita di depan, biar kita semua tau."

Mampus! Sima, sih.

"Nggak ada, Buk." Jawaban yang diberikan Risha membuat Sima menepuk keningnya, gurunya tidak akan percaya!

"Nggak ada apanya? Kalian daritadi cerita, Ibuk sudah perhatikan dari tadi," balas Buk Rida---guru tersebut---dengan pandangan masih fokus kepada kedua muridnya tersebut.

"Nggak penting maksudnya, Buk," ralat Risha cepat.

"Kalau nggak penting, kenapa dibicarakan?"

Lah, iya juga.

Risha mendorong kursinya pelan agar menabrak meja Sima, mengisyaratkan untuk meminta bantuan.

"Kami minta maaf, Buk." Sima yang mengerti kode dari Risha langsung meminta maaf. Jalan terbaik.

"Jangan mau, Buk. Hukum aja, apalagi Risha, daritadi ngejawab semua omongan, Ibuk," hasut Glen.

Lihat cowok itu, katanya suka sama Risha, tetapi malah menghasut guru agar menghukumnya. Apa itu arti, suka?

"Loh, jangan ngehasut ya!" ucap Risha kesal, bahkan cewek itu sampai menggebrak mejanya pelan.

"Glen benar, Risha cepat ke perpustakaan dan buat rangkuman tentang sistem pernapasan!" titah guru tersebut membuat Risha menatap Glen dengan tajam.

"Kenapa cuma Saya? Sima enggak?" protes Risha, seingatnya yang ditegur mereka berdua, kenapa yang dihukum cuma dia sendiri?

"Kan yang melawan cuma lo sendiri," potong Glen membuat Buk Rida menatap cowok itu tajam. Dari tadi Glen selalu membuat Buk Rida tidak bisa bicara karena cowok itu lebih dulu mengeluarkan suaranya.

"Glen, kamu juga ikut Risha ke perpustakaan. Kalian berdua Ibuk hukum," titah Buk Rida tidak terbantahkan.

"Ini bukan hukuman, tetapi hadiah," gumam Glen diiringi senyum gelinya.

Berbeda dengan Glen yang senang, Risha justru memasang wajah jutek seraya mengambil sebuah buku dan pena dari tasnya. Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, cewek itu langsung keluar dari kelas tanpa mengucapkan apapun.

Bagi Risha, Buk Rida sungguh tidak adil, apa-apaan dihukum hanya karena menjawab pertanyaan yang diajukan? Memangnya salah? Risha yakin, jika dirinya tidak menjawab juga pasti akan ada pertanyaan 'Kenapa diam saja?' Sungguh aneh.

"Isiin absen gue juga dong," pinta Glen yang kini sudah berdiri di samping Risha yang sedang mengisi absen di komputer.

"Isi sendiri!" tukas Risha lalu masuk ke perpustakaan dan langsung mencari buku biologi yang memuat materi sistem pernapasan. Sungguh cewek itu lupa membawa bukunya, bukan tertinggal di kelas, tetapi tertinggal di rumah. Sudah kebiasaan.

"Lo nggak bawa buku, ya?" Sudah tau tapi tetap bertanya, membuang-buang waktu dan tenaga saja.

"Itu buku kelas dua belas, buku kita yang ini," ucap Glen seraya mengambil buku paket dengan sampul berwarna hijau tua.

Tanpa mengucapkan terimakasih, Risha mengambil buku yang dipegang Glen lalu duduk di salah satu kursi. Membuka buku paketnya lalu mencari bab tentang sistem pernapasan. Glen mengambil tempat di sebelah Risha agar lebih mudah mengganggu cewek itu.

"Lo cantik banget," ucap Glen tiba-tiba.

Bukannya tersipu, Risha justru mendengus. "Gue udah biasa dipuji cantik, jadi pujian lo nggak ngaruh!"

"Lo baik banget," lanjut Glen.

"Nggak usah sarkas, gue tau maksud lo apa!" balas Risha dilanjutkan dengan pukulan di lengan Glen yang menimbulkan suara nyaring.

"Panas banget pukulan lo," desis Glen sambil mengusap lengannya yang sudah memerah. Pukulan dari putri kesayangan Fauzan itu memang tidak main-main. Risha memberikan pukulan sepenuh hati.

"Itu peringatan, kalau lo ganggu gue lagi, bukan tangan lo, tapi pipi lo itu yang jadi sasaran gue," ancam Risha pelan. Cewek itu masih ingat kalau ia sedang berada di perpustakaan, bukan lapangan sehingga dia bisa membalas Glen dengan jurus-jurus andalannya.

"Pipi? Di cium?"

Akhirnya pipi Glen benar-benar dicium ... oleh telapak tangan Risha sehingga meninggalkan cap lima jari di pipi cowok itu sebagai tanda ciumnya. Kissmark dari tangan Risha yang tidak akan hilang dengan mudah.

🐇🐇🐇

Jum'at, 12 Maret 2021

Hallo semuanya 👋👋

Masih ada yang nyimpan cerita ini di perpustakaan? Setelah lama Risha tidak hadir 😗

Beberapa bulan ini aku ikut event dan fokus ke situ. Alhamdulillah eventnya udah kelar, tapi ... aku ikut event baru lagi 😗😗

Sambil nungguin Risha yang suka lama updatenya, boleh dong mampir di cerita aku yang lain 😗

Ada yang udah selesai, ada juga yang masih on going.

Ditunggu kedatangannya 😗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top