SEPULUH
Sepuluh
"Kalau gue menang, gue dapat hadiah apa?" tanya Glen pada Risha.
"Kenapa gue yang harus ngasih lo hadiah? Setau gue hadiahnya udah disiapin sama panitia, lo menang atau kalah juga nggak penting bagi gue," balas Risha.
Ujian telah selesai, jadi sekarang sedang diadakan class meeting. Risha tidak mau ikut, tetapi Sima menjemput ke rumahnya dan memaksa Risha untuk datang. Tentu saja Risha menolak, tetapi Sima mengancamnya kalau Risha tidak mau datang ke sekolah, maka Sima tidak mau berbelanja dengannya.
"Tapi gue mau hadiah spesial dari lo," ucap Glen lalu menggoyangkan tangan Risha ke kanan dan kiri. "Ayolah, Rish, janjiin gue hadiah," bujuk Glen.
"Dih? Apaan sih lo? Geli banget gue liatnya," kata Risha kemudian berusaha menarik tangannya dari Glen.
"Eh! Eh! Baru gue tinggal bentar, udah gini aja kelakuan kalian berdua," tegur Sima.
Kuping Glen ditarik oleh Sima sampai tangan Risha lepas dari jangkauan Glen.
"Ampun Sim! Ampun, nggak lagi," mohon Glen.
"Kak Sima, masa Glen maksa gue nyiapin hadiah untuk dia kalau menang lomba nanti. Gue udah nolak tapi dia maksa banget, nggak like deh sama Glen," adu Risha.
Sima menatap Glen lalu memutar kuping Glen yang masih ia pegang.
"Berani banget lo maksa adik gue untuk nurutin kemauan lo, ya?" geram Sima.
"Ampun Sima, jangan diputar, panas banget telinga gue rasanya."
"Kalau gitu lo harus janji, jangan gangguin Risha lagi?" Anggukan yang diberikan Glen membuat Sima melepaskan kuping Glen yang sudah merah. "Udah sana pergi, jangan ganggu," usir Sima.
Risha tertawa karena Glen pasrah dan langsung pergi setelah memberikan tatapan julid pada Risha.
"Untung ada lo, kalau enggak dia pasti masih maksa."
Sima menarik sebuah kursi kosong dan meletakkannya di samping Risha. "Bentar lagi pertandingannya mulai, lo nggak mau nonton? Gue udah beli banyak cemilan nih, ada minum juga."
"Malas banget, gue mau ngadem aja di sini, di lapangan itu panas banget."
Sima cemberut, niatnya mengajak Risha hadir di acara class meeting in untuk menonton pertandingan, bukannya untuk menikmati AC di dalam kelas.
"Tapi gue pengen nonton," kata Sima. Memperhatikan Risha yang masih diam, karena tidak mempan maka Sima memeluk tubuh Risha agar bujukannya berhasil.
Sima menggoyangkan badan Risha. "Pengen nonton, pengen nonton," gumamnya.
Risha menjauhkan badannya dari Sima dan melepaskan tangan Sima dengan paksa dari tubuhnya, tetapi tidak berhasil karena Sima mengaitkan kesepuluh jarinya.
"Iya-iya kita nonton," kata Risha, akhirnya dia menyerah daripada Sima terus menempelinya seperti itu.
Sima bersorak kemudian berdiri, mengambil barang-barang serta makanan dan minuman yang tadinya ia beli. "Ayo kita ke lapangan sekarang, nanti nggak dapat tempat duduk," ajak Sima dan langsung ke luar dari kelas.
Risha mengiyakan dan mengikuti Sima, mengambil plastik berisi minuman yang dibawa Sima karena sahabatnya itu terlihat kesusahan membawa barang yang cukup banyak. Risha saja sampai heran, dia sendiri hanya membawa handphone yang dicasing nya ada beberapa lembar uang.
"Thankyou sist," kata Risha.
"Memangnya lo mau nonton apa sih? Kenapa semangat banget kayak gini? Gue kan jadi curiga, lo yang biasanya nggak suka sama pertandingan olahraga jadi pengen banget nonton sampai maksa-maksa gue," kata Risha mengungkapkan rasa penasarannya. "Gue kan jadi curiga kalau lo mau lihat cowok yang lo suka."
Risha melotot mendengar ucapannya sendiri. "Ada cowok yang lagi lo suka?" tanya Risha heboh, langkahnya sudah terhenti agar bisa memaksa Sima untuk menjawab pertanyaannya.
"Apaan sih? Jangan sembarangan," kilah Sima, tetapi wajahnya sudah memerah, Risha tebak kalau Sima sedang malu.
"Jangan bohong," kata Risha. "Siapa, sih? Nggak seru banget sih lo sampai rahasiakan ini dari gue. Yaampun gue penasaran banget, cowok kayak apa sih yang bisa bikin lo jatuh cinta."
"Risha jangan besar-besar ngomongnya, gue jadi malu."
Risha melompat-lompat kecil karena Sima tidak mengelak, tadinya ia merasa sangat bosan, tetapi sekarang berubah menjadi sangat antusias.
"Pokoknya lo harus kasih tau gue siapa orang yang lo suka, biar bisa gue amati, dia pantas atau enggak untuk lo."
Risha membayangkan bagaimana Sima akan berjalan di samping cowok yang ia sukai, pasti Sima akan merasa sangat malu dan canggung. Risha tidak sabar melihatnya.
"Siapa, sih? Kasih tau gue," desak Risha.
"Lo kenal orangnya," kata Sima memberikan clue.
"Gue nggak mau pakai clue, langsung aja kasih tau namanya."
Sima menggigit bibirnya, wajahnya semakin memerah.
"Siapa, sih?" desak Risha lagi.
"Risha, Sima."
Panggilan itu menghancurkan suasana bahagia yang tadinya Risha rasakan, padahal Sima akan memberitahu nama orang yang dia sukai, tetapi malah mendapatkan gangguan.
"Iya, kenapa? Lif?" Sima yang menjawab karena Risha sudah jengkel.
"Kalian mau ikut tanding basket puteri, nggak? Tim kelas kita kurang dua orang, kalian kan jago main basket," kata Alifa.
"Gue nggak mau," tolak Risha langsung.
Sekarang ini dia tidak semangat untuk bertanding, Risha hanya mau tau siapa cowok yang disukai oleh Sima. Itu saja.
"Gue juga enggak, deh, maaf ya, Lif, tapi lo cari orang lain aja," kata Sima yang ikut menolak.
"Yahhh, jangan nolak dong, gue bingung banget harus ajak siapa lagi, gue udah tanya di grup kelas tapi diabaikan, sekarang cewek-cewek di kelas kita juga lagi mencar. Gue cuma ketemu sama kalian." Alifa memasang tampang memelas, ternyata menjadi wakil ketua kelas bisa merepotkan seperti ini. "Risha, Sima, please mau ya."
"Tapi gue benar-benar lagi nggak pengen," kata Risha tegas. "Lo hubungi aja mereka satu-satu," saran Risha.
"Gue sama Sima pergi dulu, ya, kami mau nonton pertandingannya. Masih ada waktu untuk cari personel, semangat Alifa," kata Risha lalu menarik tangan Sima agar mengikutinya.
"Kasihan banget loh, Rish," ucap Sima, sesekali dia menoleh ke belakang untuk menatap Alifa yang masih berdiri di tempat tadi.
"Lo mau tanding? Nggak mau nonton cowok yang lo suka?"
Sama tidak menjawab, tadi dia lupa tujuannya datang class meeting hari ini.
"Nah, lo mau nonton, kan? Udah bener gue tolak ajakannya tadi." Risha rasa Sima sudah setuju dengan keputusannya. "Oh iya, lo belum kasih tau ke gue nama cowok yang lo suka. Cepat kasih tau."
"Gue kasih tau, tapi jangan bilang siapa-siapa, ya?"
Memberitahu Risha yang sahabatnya dari taman kanak-kanak saja Sima sangat malu, apalagi kalau hal ini sampai tersebar di sekolahan. Sepertinya dia akan memilih untuk pindah sekolah, kalau perlu pindah negara sekalian.
"Oke-oke." Risha setuju dengan syaratnya.
"Gue suka sama ... Ogya."
Wajah Sima kembali memerah ketika menyebutkan nama Ogya, sedangkan Risha tertegun.
"Maksud lo Ogya kembarannya Ochi?" tanya Risha memastikan dan anggukan yang diberikan Sima membuatnya menghela napas.
"Lo kan tau kalau kembarannya nyebelin, bisa-bisanya lo suka sama Ogya."
"Ya, mau gimana lagi, udah terlanjur suka," jawab Sima sekenanya.
"Lo tiba-tiba suka sama Ogya? Sebelumnya kalian biasa aja."
Seingat Risha, saat mereka bertemu dengan Ogya, raut wajah Sima tidak menunjukkan kalau dia menyukai Ogya.
"Baru-baru ini aja, sih."
"Gue aduin ke papa Juna," kata Risha lalu berlari menuju ke lapangan dan dikejar oleh Sima.
🐇🐇🐇
Rabu, 12 Juli 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top