SEBELAS

Sebelas

Risha hanya bercanda, tidak mungkin juga jika ia melaporkan Sima yang mulai menyukai lawan jenis kepada Juna. Biarlah ini menjadi urusan Sima saja, dia tidak akan ikut campur, Risha hanya akan mendukung apapun keputusan Sima selagi hal itu masih baik.

"Calon adik ipar lo tuh," bisik Risha dengan mata yang mengarah pada Ochi.

Sima menyikut Risha agar tidak membahas hal itu lagi, Sima sudah merasa sangat malu, jika Risha terus-terusan seperti ini maka Sima tidak yakin bisa menahan kesadarannya lagi.

"Gue bakal bantuin lo," bisik Risha lagi, ia menunggu Ochi lebih dekat dengannya. "Ochi, duduk di sini aja sama kami, ajak juga teman-teman lo," kata Risha ketika Ochi dan teman-temannya lewat di sampingnya.

Ochi menatap Risha dengan pandangan menyelidik, pasti ada sesuatu.

"Kita duduk di sini aja, Chi. Tempatnya strategis juga," kata salah satu teman Ochi dan disetujui yang lain membuat Ochi ikut menyetujuinya.

"Duduk di sebelah Sima aja," ucap Risha dan langsung dihadiahi Sima dengan cubitan di pinggang Risha.

"Lo harusnya bilang terimakasih karena udah gue bantuin untuk dekat sama adik ipar."

Lantaran sudah terlanjur, Sima tidak bisa mengatakan apapun, Sima menyapa Ochi dan teman-temannya sebagai bentuk kesopanan, barulah Ochi dan teman-temannya duduk di sebelah Sima.

"Kelas gue tanding sama kelas kalian, gue yakin pasti kelas gue yang menang, Ogya kan jago main basketnya," ucap Ochi pada Sima dan Risha. "Kelas kalian pasti kalah."

Mendengar nama Ogya disebut, wajah Sima kembali memerah. Entah karena apa bisa seperti itu, rasanya bibir Sima tertarik ingin tersenyum tetapi Sima menahannya agar orang-orang tidak curiga dengan tingkahnya.

Sejak satu minggu ini, Sima selalu antusias dengan apa yang berhubungan dengan Ogya. Hal ini dimulai sejak ia tanpa sengaja melihat Ogya tertawa lepas, tawa yang membuat Sima membeku dan kakinya terasa berubah seperti jeli. Setelah kejadian itu, Sima selalu terbayang-bayang suara tawa Ogya. Bukan hanya itu, Sima merasa ingin selalu melihat Ogya.

"Gue nggak bisa nebak hasil pertandingan, lo tanya aja ke Sima, dia pasti tau," balas Risha.

Sima menoleh ke arah Ochi dan Risha bergantian ketika namanya disebut, Sima sama sekali tidak tau apa yang dibicarakan keduanya karena daritadi dia sibuk mengingat Ogya hingga tidak sadar dengan apa yang terjadi di sekelilingnya.

"Hah? Kenapa?"

Ochi terkekeh. "Lah? Nggak fokus dia."

Sima tersenyum malu karena tingkahnya tadi.

"Kata Ochi kelas kita bakalan kalah sama kelas dia, soalnya Ogya jago main basket. Menurut lo gimana?" ucap Risha seraya menahan senyumnya karena Sima terlihat salah tingkah.

"Ya-ya gue nggak tau."

Risha menatap lurus ke depan agar tawanya tidak keluar, menurutnya Sima sangat lucu, kalau dia sampai kelepasan tertawa, pasti Ochi akan curiga.

"Kalau menurut gue, Ogya nggak terlalu ahli. Kalau menurut lo, Ogya itu gimana Sim?" pancing Risha.

Dalam diam Sima mengutuk Risha yang terus-menerus mendorong Risha pada salah tingkah. Sudah jelas Risha tau kalau Sima sedang berada di fase mudah baper meskipun hanya dengan mendengar nama Ogya, malah terus didorong untuk mengatakan pendapatnya tentang Ogya.

"Enak aja lo bilang kembaran gue nggak ahli, Ogya itu hebat banget main basketnya," seru Ochi yang tak terima Ogya diremehkan.

Ochi mendengus dan menatap dengan pandangan tak suka pada Risha. "Risha itu nggak benar kan, Sim? Ogya main basketnya hebat, kan?" Ochi meminta persetujuan dari Sima, seperti yang direncanakan oleh Risha.

"I-iya, Ogya hebat," kata Sima dengan gugup. Risha menahan tawanya karena saat menyebutkan nama Ogya, suara Sima bergetar.

"Tuh, kan, apa gue bilang," kata Ochi dengan bangga.

Risha mengangguk setuju kemudian memeluk Sima dari samping. "Lo lucu banget tau."

🐇🐇🐇

"Dengerin gue ya, pokoknya kalau nanti gue dapat kesempatan, gue bakalan balas apa yang udah lo lakuin ke gue tadi. Gue malu banget Rish, lo bukannya tenangin gue malah bikin gue tambah gugup. Resek banget lo," omel Sima.

Risha menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri, tangannya mengetuk-ngetuk setir mobil dengan riang, mengabaikan ucapan Sima yang baginya hanya angin lalu. Risha yakin kalau Sima tidak akan memiliki kesempatan, karena Risha belum pernah jatuh cinta seperti yang dirasakan Sima.

"Kalau lo jatuh cinta, pasti lo bakalan ngerasain apa yang gue rasain sekarang," kata Sima jengkel.

Melihat Risha yang mengejeknya begitu memancing emosi Sima.

"Gue nggak yakin kalau gue bisa jatuh cinta, kalau gue belum nemu orang yang gue cinta sampai umur gue tiga puluh tahun, palingan gue minta dijodohin aja sama papa."

Sima melotot mendengar ucapan Risha, masa iya Risha mau dijodohkan? Kalau Sima sih tidak mau. Jika Juna menjodohkannya maka Sima akan langsung menolak tanpa pikir panjang.

"Kayaknya ada yang salah sama pikiran lo," tukas Sima lalu menatap ke arah depan, memperhatikan mobil di hadapan mereka yang berhenti karena lampu merah.

"Memangnya kenapa? Apa yang salah sama yang gue bilang?" tanya Risha.

Mobil yang tadinya berhenti kembali Risha jalankan karena lampu sudah berubah menjadi hijau dan suara klakson terdengar bersahut-sahutan.

"Karena lo bilang mau dijodohkan," jawab Sima.

"Nggak ada yang salah, lagipula gue yakin kalau papa nggak akan jodohin gue sama orang yang nggak benar. Papa pasti jodohin gue sama yang ganteng, tajir, baik, sopan, rajin beribadah, rajin menabung, tidak sombong dan dari keluarga baik-baik."

Menurut Risha tidak ada yang salah dengan ucapannya, lagipula Risha menaruh kepercayaan penuh pada Fauzan.

"Kalau nanti lo nggak bakalan cinta sama cowok yang dijodohin sama lo, gimana?"

"Ya, nggak gimana-gimana, cinta pasti datang karena terbiasa. Jangan dibikin ribet," kata Risha dengan bijak.

Sima menggelengkan kepalanya prihatin. "Semoga lo bisa jatuh cinta sebelum berumur tiga puluh tahun," harap Sima.

Risha tertawa mendengar harapan Sima.

"Jauh banget sih rumah lo," gerutu Risha setelah melewati gerbang kompleks perumahan.

"Mana gue tau kalau adik-adik kita ngumpul di rumah gue," balas Sima.

Seperti yang dikatakan Risha pada Fauzan, jika ia dan Sima ingin pergi berbelanja untuk liburan kali ini, Fauzan pun mengizinkan jika Rahagi dan Rahardian diajak. Adik-adik Sima pun ingin ikut, karena itu Risha dan Sima menjemput mereka dulu, lagian Rahagi dan Rahardian sedang bermain di rumah Sima.

Gerbang rumah Sima terbuka, jadi Risha langsung memasukkan mobil yang dikendarainya ke pekarangan rumah.

"Akhirnya sampai juga," gumam Risha.

"Turun dulu deh, gue mau ganti baju," kata Sima. "Lo bawa baju ganti?" tanyanya Sima.

"Enggak, gue cuma bawa handphone, dompet aja gue minta dibawain sama Rahagi."

"Yaudah, lo pakai baju gue aja."

"Okay."

🐇🐇🐇

Senin, 17 Juli 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top