CHAPTER 12

P.s. Bacanya sambil dengerin multimedia ya...
Atau kaku bisa cari di spotify or Joox lagu Peace by Taylor Swift



𝙴 𝙰 𝙲 𝙴

"Sora, apa yang membuatmu bahagia?" tanya Taehyung setelah perahunya sampai di tengah danau. Hanya ada Taehyung, Sora, dan hal yang paling membuat gadis itu bahagia.

"Kedamaian."

"Kedamaian," ucap Sora bersamaan dengan isi kepala Taehyung yang menebak. Jawabannya masih sama. Tak berubah sejak mereka berada di masa sekolah ataupun setahun lalu saat Taehyung mula membuka diri.

Dulu, Taehyung remaja sering bertanya-tanya, bagaimana bisa sebuah kedamaian membuat gadis SMA seperti Sora merasa bahagia. Jika bertanya pada gadis lainnya, mereka mungkin akan menjawab dengan sederet merek kosmetik mahal yang sedang tren, fesyen mewah dari desainer ternama, gadget keluaran terbaru, pergi jalan-jalan ke luar negeri, atau sesuatu yang sangat sederhana seperti es krim mint choco kesukaan Taera. Setidaknya, semua itu memiliki wujud.

Ya, Taehyung benar-benar buta mengapa gadis remaja seperti Sora justru memilih kedamaian sebagai sumber bahagianya. Itu terdengar seperti jawaban yang akan diucapkan oleh orang dewasa yang memiliki hidup berat ataupun seorang veteran perang yang lelah dengan desing peluru dan ledakan.

Sementara Sora ... gadis itu bukan keduanya.

Namun, setahun lalu Taehyung lebih mengerti kenapa si gadis memilih kedamaian. Setelah melewati fase terendah dalam hidupnya, Taehyung lebih tahu apa makna kedamaian yang dimaksud Sora. Lebih dari sekadar suasana tenang tanpa gangguan, lebih dari merasa aman dan nyaman, kedamaian itu benar-benar sesuatu yang mewah saat kau berada di titik terendah dalam hidupmu.

Kedamaian benar-benar membuatmu tenang tanpa merasa diburu. Kedamaian menghentikan perang di kepalamu. Kedamaian membantumu merasakan kehangatan seperti pelukan ibu.

Ya, sampai sejauh ini, Taehyung berpikir bahwa kedamaian adalah sebuah kemewahan saat kau terpuruk, bukan saat kau mendapatkan kehidupan nyaman dengan segala kebutuhan yang terpenuhi. Bukan pula saat kau memiliki orang-orang terbaik di sisimu yang rela mati untukmu, bahkan jika itu dua kali.

Tapi, kenapa Sora tak mengubah jawabannya sampai sejauh ini?

Apakah gadis itu masih diburu?

Apakah perang di dalam kepalanya masih bergema?

Bukankah Seongwoo sudah baik-baik saja sejak kesadarannya dua minggu lalu?

Bahkan belakangan ini Taehyung merasa jika kini Sora mulai membuka diri. Mereka semakin dekat sejak Seongwoo sadar dua minggu lalu. Sora menepati janjinya. Ia pulang. Benar-benar pulang, dan kembali seperti Sora yang selalu Taehyung dambakan.

Tapi, kenapa Taehyung merasa jika ada sesuatu dalam diri gadisnya yang terasa menjauh?

"Ayo menepi, Taeyung. Langitnya mulai gelap," ujar si Sora, menarik pria di hadapannya itu kembali pada kenyataan.

Taehyung tersenyum, kedua tangannya mencengkeram erat dayung di sisi kiri dan kanan. Mendorong pelan untuk membawa perahunya ke tepian. Mungkin belum saatnya untuk bertanya.

***

Sepasang manik cokelat itu sulit terpejam meski gadis di seberang sudah terlelap sejak satu jam terakhir. Masih pukul sebelas malam lebih sedikit. Hari pertama liburan mereka cukup melelahkan mengingat setibanya di vila, Sora meminta untuk berkeliling dan menikmati nyamannya ketenangan danau.

Sora tampak begitu tenang saat terlelap. Seolah, segala hal tak kasat mata yang ditanggungnya sendiri sirna saat netranya memejam. Taehyung suka melihatnya begini.

Oh, hampir jam sebelas lewat sebelas ya? Taehyung jadi ingat peristiwa dua tahun lalu. Saat semuanya kacau. Saat ia kehilangan segalanya. Saat itu pula, gadis yang tidur di ranjang seberang itulah yang datang menghampirinya.

Meski ribuan penolakan diajukan, gadis itu tampak kukuh dan enggan menyerah

Malam itu, seminggu setelah Taehyung sadar. Park Jimin—satu-satunya orang yang paling Taehyung percaya, selalu datang untuk menjaganya. Kadang, Jimin membawa kekasihnya, Jungha. Dan di malam lain, Sora akan bergantian menjaganya.

Jimin kala itu memang cukup terkejut dengan kehadiran Sora. Namun, sebelum kepergiannya, Seokjin pernah bercerita bahwa Sora adalah rekannya. Jimin bisa mempercayainya.

Ya, tampaknya Seokjin mengatakan semua itu bahkan sebelum Sora menyetujui permintaan si sulung Kim untuk menjaga Taehyung.

Jimin mencoba memberikan sesuap bubur, namun Taehyung tampaknya benar-benar enggan bertahan hidup. Keadaan seolah mengikis harapan hidup pemuda yang berbagai bebat di tubuhnya itu.

Dan malam itu, Jimin akhirnya menyerah setelah tubuh dan pikirannya berada di puncak lelah. Sepuluh menit dihabiskan di kamar mandi untuk bersembunyi karena air matanya tumpah. Ia tidak mau Taehyung melihatnya seperti ini. Ia tidak mau membuat sahabatnya berpikir macam-macam saat ini.

"Taehyung, kalau membutuhkan sesuatu, bilang ya," uajr Jimin seraya menempati kursi di samping ranjangnya. Taehyung melirik sekilas. Ia tahu Jimin lelah. Lalu, kenapa tidak menyerah?

"Tae ... tolong jangan berpikir kalau kau sendirian ya. Kau punya aku, kakek, ada Jungha, juga Sora ... Kami di sini, Tae."

Sementara itu, Kim Taehyung benar-benar tak menghiraukan apa yang diucapkan Jimin. Ia menggeser tubuhnya, membelakangi Jimin dan menatap langit malam di luar jendela. Benaknya terisi penuh dengan hal-hal yang masih sulit diterima. Isi kepalanya seolah hampir meledak.

Suara pintu yang digeser membuat Jimin bangkit dari kursinya. Menatap siapa yang datang, si pemuda kemudian melayangkan senyum kecut pada dua wanita di sana. Sora dan Jungha.

Jimin langsung menggeleng lemah dengan wajah pasrah bahkan sebelum Sora ataupun Jungha bersuara. Namun, kedua wanita itu jelas tahu apa artinya. Tidak ada perubahan sama sekali. Taehyung masih berada di ambang kewarasan.

"Kalian pulanglah, aku akan menjaga Taehyung malam ini," ujar Sora, tak tega melihat betapa berantakannya Jimin sekarang. Wajahnya bengkak dengan dua mata sembab yang merah. Jimin menangis. Tak perlu diragukan lagi betapa pria ini teramat menyayangi sahabatnya.

"Tidak apa-apa, Sora. Aku bisa—"

"Jimin, kau juga harus menjaga dirimu," sela si gadis sebelum Jimin sempat menyelesaikan kalimatnya. Iya, pria itu terlihat begitu menyedihkan. Sora tak tega. "Kau harus beristirahat dan tetap sehat, Jimin. Kemarilah saat keadaanmu lebih baik."

"Kurasa Sora benar, Jim," bujuk Jungha, pada kekasihnya. "Beristirahatlah, malam ini. Besok kita kemari lagi."

Dan setelah kebisuan yang cukup lama, Jimin pun menyerah. Ia memang harus beristirahat sebelum kewarasannya terjun bebas. Ia harus tetap baik-baik saja agar selalu bisa menjaga Taehyung. Seperti janji mereka semasa sekolah dulu.

"Aku titip Taehyung ya, Sora. Tolong bujuk dia untuk menyuap makanannya," pesan Jimin sebelum benar-benar meninggalkan ruang rawat Taehyung bersama Jungha.

Pandangan Sora kini terfokus pada Taehyung yang tidur memunggunginya. Banyak sekali pikiran yang mengganggu Sora selama setengah jam ia memandangi punggung itu. Hingga akhirnya gadis ini berjalan menuju sisi lain ranjang, memberanikan diri untuk berhadapan dengan Taehyung yang memejam.

Sedikit mencondongkan tubuhnya mendekat, Sora mengamati beberapa luka gores di wajah si pemuda. Itu pasti perih. Sora pernah mendapatkan beberapa juga di tempat yang sama.

"Kenapa memandangiku seperti itu?" suara berat si pria mengejutkan Sora. Membuat gadis itu mundur beberapa langkah sebelum menyadari sesuatu. Taehyung mulai berbicara.

"Aku melihat sesuatu yang sama," ujarnya yang membuat Taehyung menatap penuh tanya. "Luka-luka itu, aku juga pernah mendapatkannya."

Keheningan menyelimuti keduanya. Sesuatu yang terasa tak nyaman, namun terasa lebih baik daripada saat melihat Taehyung histeris atau menangis tersedu dalam kurungan kenyataan paling mengerikan dalam hidupnya.

"Pasti berbeda. Luka yang kita alami berbeda."

"Tentu, Taehyung. Luka yang kita alami berbeda. Setiap orang memiliki luka yang berbeda meski terlihat sama."

"Apa maksudmu?"

"Meski sama-sama memiliki luka di tempat yang sama, namun alasan di balik luka setiap orang sangatlah berbeda, Taehyung," si gadis tersenyum. Tidak ingin memberikan penjelasan lebih karena tahu sekali Taehyung takkan mendengarnya saat ini.

Dan sekali lagi, kesunyian kembali menggerogoti keduanya. Taehyung di sana tampak ingin kembali bicara. Namun, setiap pandangan mereka bertemu, nyali dalam diri Taehyung seolah menciut.

Sora pun tak bisa memaksa. Yang bisa ia lakukan hanya menemani dan menunggu Taehyung siap mencurahkan segalanya.

"Kau ingin makan sesuatu? Aku membawa cheesecake," ujar Sora mengingat tadi Jimin memintanya untuk membujuk Taehyung makan.

"Kalau aku menolak, apakah kau akan lelah? Apakah kau akan menyerah? Lalu pergi, seperti Jimin tadi?"

"Taehyung, pertama, Jimin tidak menyerah. Ia hanya sedikit beristirahat karena kondisinya juga tak baik saat ini." Taehyung tampak gelisah. Ia tak menemukan sesuatu di mata gadis itu yang mengindikasikan sebuah kebohongan. "Jimin takkan pergi begitu saja. Kurasa kau yang paling tahu itu."

"Kedua, aku juga takkan memaksa," ucapnya sekali lagi. "Dan aku juga di sini. Aku akan menunggumu sampai kau siap melangkah dari tempat itu, Taehyung."

Tempat itu. Iya, saat itu Taehyung benar-benar tidak tahu apa yang dimaksud dengan tempat itu oleh Sora. Tapi kini, saat menilik kembali masa kelam itu, Taehyung cukup paham mengenai tempat paling mengerikan di dunia ini saat kau berada di titik terendah dalam hidupmu. Pikiranmu sendiri.

Dan malam itu, Taehyung ingat bagaimana Sora perlahan membimbingnya keluar dari kubangan. Menuntunnya penuh kesabaran kala ia sendiri mencoba membangun kepercayaan.

Taehyung ingat, setiap malam gadis itu diam-diam merapal doa saat menghadap jendela. Selalu di waktu yang sama. 11:11. Dan saat ditanya, si gadis hanya tersenyum sambil bicara, "11:11 adalah angka yang cantik untuk membuat permohonan. Dan percaya atau tidak, doamu akan lebih mudah terkabul pada 11:11."

Lucu sekali saat dulu Taehyung menolak mentah-mentah ujaran si gadis padahal saat ini ia diam-diam sering melakukannya. Rapalan doa pada jam sebelas lewat sebelas.

Dan malam ini pula, sambil memandangi Sora yang terlelap di seberang, Taehyung kembali merapalkan keinginannya. Satu kata. Kedamaian.

Kedamaian untuk gadisnya, dan kedamaian untuk mereka berdua.

"Kuharap, kau mencapai kebahagiaanmu Sora. Kuharap, kita bisa selalu bersama dalam kedamaian, selamanya."

Diam-diam di seberang, si gadis melirik pemuda yang kini berbaring di atas ranjang. Perlahan, seisi ruangan hanya dipenuhi dengan suara detak jarum jam dan embusan napas teratur yang pelan. Taehyung sudah terlelap dalam tidurnya.

Dan diam-diam dari tempatnya, Sora berbisik lirih atas doa Taehyung yang tak sengaja ia curi dengar...

"Tapi, Taehyung, bagaimana jika selamanya aku takkan pernah memberikan kedamaian untukmu..."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top