CHAPTER 10

Ada beberapa kenangan dalam kepala yang benar-benar ingin segera dilupakan dan dihapus bagaimanapun caranya. Namun, semakin keras mencoba, memori usang tentang semua itu justru makin kuat melekat di dalam sana. Seperti pelat baja yang sudah ditakdirkan untuk dipatri dalam benak. Tak bisa dilepas atapun dihancurkan.

Tetapi, memupuk pelat baja itu dengan butiran memori baru jelas bisa membantu. Memang butuh waktu sampai semuanya tertutup, dan waktu-waktu inilah yang sangat menentukan bagaimana kita akan bertindak dengan memori itu.

Taehyung memang tidak melihat langsung bagaimana kecelakaan itu terjadi. Namun, decitan dan lengkingan keras itu benar-benar membuatnya berantakan. Pelat baja itu kembali muncul ke permukaan ingatan dan membawa efek luar biasa pada tubuhnya.

Segala yang terjadi malam itu memukulnya dalam sepersekon detik. Menghujam tajam tepat di luka basahnya dan menghuyungkan tubuhnya jauh ke belakang.

Malam itu, Taehyung ingat sekali bagaimana semuanya jadi berantakan. Hidupnya luar biasa hebat dijungkirbalikkan hanya dalam semalam. Semua hancur dan semua jadi tanggung jawabnya sendirian.

Pesta itu, siapa yang menyangka akan menjadi pesta terakhir yang dihadiri Taehyung bersama keluarganya? Siapa yang tahu kalau saat itu Taehyung seketika harus kehilangan Ayah, Ibu, Jungkook, dan Seokjin?

Ah, kenapa juga malam itu membiarkan ayahnya yang lelah menyetir sendirian?

Seharusnya Taehyung tidak perlu mencari-cari kesempatan untuk duduk di dekat Sora saat gadis itu menumpang mobil mereka. Seharusnya Taehyung mengambil alih kursi kemudi dan membiarkan Ayahnya beristirahat di kursi belakang bersama Ibu.

Seharusnya, seharusnya, dan seharusnya.

Ah, apa yang diharapkan dari semua itu? Toh tak mungkin membawa semua yang pergi kembali.

"Taehyung-ah, kau baik-baik saja?"

Panggilan Jimin menyeretnya kembali pada kenyataan. Pria itu terlihat panik bukan kepalang saat Taehyung membaca rautnya. Ah, terjadi lagi ya? Sepertinya keadaannya masih benar-benar kacau.

Bangkit dari sofa kedua maniknya mencari-cari sekitar. Dan Taehyung tak menemukan siapapun di sana. Malam sudah pekat, dan Taehyung sepertinya merepotkan sekali.

"Minumlah ini, Taehyung-ah." Jimin memberikan segelas air padanya. Memastikan Taehyung meneguk semua yang diberikan sebelum kembali mengambil gelas itu dari tangan sahabatnya. "Bagaimana keadaanmu?"

Bagaimana keadaanmu?

Taehyung jelas tidak tahu jawaban apa yang harus diberikan. Ia tidak merasa baik-baik saja, namun ia juga tidak mau memperparah keadaan. Jimin sudah bekerja keras belakangan. Dan proyek besar akan segera dimulai dalam minggu ini. Tak mungkin makin merepotkan Jimin dengan keadaannya.

"Aku baik-baik saja, Jim."

Mengedarkan pandang ke kamar Sora yang tertutup, Taehyung tahu jika gadisnya belum pulang. Sora tak pernah menutup pintu kamar saat ia berada di rumah. Dan di saat keadaanya kacau begini, Sora jelas tidak mungkin mengabaikannya.

Ting! Tong!

Suara bel yang ditekan membuat Jimin beranjak. Melirik kawannya, kekecewaan jelas tergambar pada wajah Taehyung. Dia tahu, bukan Sora yang pulang. Untuk apa menekan bel kalau ia memiliki nomor pin? Tapi, melihat gadis itu secara nyata berada di ambang pintu, membuat Taehyung segera berdiri dan membawa gadis itu dalam pelukannya.

"Sora, akhirnya kau pulang!"

"I-iya Taehyung-ah," ujarnya sembari menepuk perlahan punggung Taehyung. Sebisa mungkin mencoba menenangkan pria itu sebelum melepaskan pelukannya perlahan.

Dan di sana, Taehyung makin mengeratkan pelukan untuk menghirup aroma menenangkan yang menguar dari tubuh gadisnya. Iya selalu begitu. Taehyung sendiri juga tidak paham kenapa ia menjadi adiktif pada Sora. Tapi memang begitu nyatanya. Gadis ini selalu mempu menenangkannya. Membawanya kembali pada realita tanpa perlu menamparnya dengan fakta.

"Sora, a-aku takut."

Isakan Taehyung terasa begitu pilu. Mengingatkan Sora pada kali pertama ia bertemu dengan Taehyung. Segalanya kacau dalam gelap malam penuh luka berbalur duka.

Taehyung sendirian. Benar-benar sendiri dan tenggelam dalam perihnya lara di malam ia kehilangan segalanya. Sorot matanya menantang langit, penuh amarah sekaligus ketakutan. Kalau saja punya daya, mungkin pemuda itu akan segera menyuarakan penderitaan atas besarnya sakit yang diterima.

Kembali pada masa kini, Sora bisa merasakan ketakutan yang sama dari sepasang manik yang menyorot pasrah itu. Well, posisinya sekarang sama sekali tidak bagus.

Ia pulang utuk mengambil beberapa barang. Setelahnya, ia harus segera kembali ke rumah sakit untuk menunggu Ong Seongwoo. Tidak seorang pun bisa dipercaya untuk menjaga Seongwoo. Ancaman besar mengincar dalam keadaannya yang lemah.

Pilihannya memang berat. Sora tidak mungkin meninggalkan Taehyung dalam keadaan seperti ini. Tapi, ia juga tidak bisa membiarkan Seongwoo sendirian terlalu lama. Apalagi, Taehyung punya orang-orang yang menjaganya di sini, namun tidak dengan Seongwoo.

"Taehyung, maafkan aku," Sora menghela napas berat sebelum melanjutkan, "Seongwoo mengalami kecelakaan tadi. Dan aku..."

Dekapan itu perlahan mengendur bersama kalimat yang diucapkan si gadis. Taehyung bisa merasakan sesuatu merobek hatinya perlahan.

"...harus menjaganya untuk sementara waktu."

Ia akan ditinggalkan lagi.

Sejujurnya, Kim Taehyung ingin sekali menolak apapun yang dikatakan Sora. Keadaannya sedang kacau. Ia tak mungkin melewati semua ini sendirian. Namun kala menatap netra kecokelatan yang penuh permohonan itu, Taehyung berusaha sekeras mungkin untuk menguatkan diri dan membuang semua ego.

"B-bagaimana keadaan Ong Seongwoo sekarang?"

"Tidak cukup baik, Tae. Keluarganya sedang berada dalam perjalanan pulang. Ia membutuhkanku setidaknya sampai keluarganya kembali," ucap Sora menjelaskan.

"Kalau begitu, kau harus menjaganya dulu, Sora." Senyum tipis menghias bibirnya, namun Taehyung bersumpah jika ia tengah mati-matian memenangkan perang di dalam kepala.

"Taehyung, tapi—"

"Aku baik-baik saja," potongnya cepat-cepat, menahan sesuatu di balik manik yang berusaha merembes keluar, "Jimin akan bermalam, kau tenang saja!"

Ah, kenapa Sora jadi merasa jahat sekali sekarang? Taehyung yang begini malah membuatnya tak ingin pergi. Tapi tak bisa begini. Seongwoo membutuhkannya.

Maka, cepat-cepat Sora mengambil beberapa barang yang dibutuhkan sebelum kembali ke rumah sakit. Terlalu lama di tinggal mungkin akan mengubah pikirannya.

"Hati-hati, Sora," ucap Taehyung sebelum merelakan pintu lift yang tertutup memisahkan keduanya.

Sebenarnya Taehyung masih ingin Sora di sini, atau setidaknya, mengantar gadisnya sampai ke tempat parkir. Akan tetapi, Sora tak mengizinkan. Gadis itu berkata jika lebih baik Taehyung beristirahat.

Ah, mungkin Sora tidak tahu kalau aku sama tidak baiknya dengan Seongwoo, batinnya. Ya, memang begitu. Taehyung bahkan belum sempat menceritakan apapun padanya.

Ting!

Tak terasa Taehyung berdiri cukup lama di depan pintu lift sampai pintu terbuka dan menampakkan dua orang yang membuatnya sedikit kebingungan.

"Taehyung-ssi?"

Suara nyaring nan riang itu menerpa indera pendengaran kala Taehyung baru saja kembali pada kenyataan. Di depan pintu lift yang masih terbuka, ada Hoseok yang tampaknya baru kembali dari kantor.

Tak hanya sendiri, rupanya Hoseok membawa seorang teman wanita di belakangnya. Dan setelah Taehyung menajamkan mata, entah bagaimana wanita yang kini melangkah mendekat padanya itu menumbuhkan sedikit semangat dalam hidupnya.

"Moon Taera?"

Mendengar namanya dipanggil, kedua alis Moon Taera terangkat. Melihat dengan jelas Kim Taehyung dengan netra redup dan ekspresi kosong.

"Taehyung? Kau tinggal di sini?" tanya Taera kala Taehyung mendekat.

"Ya, aku tinggal di sini," katanya. "Apa yang kau lakukan di sini—selarut ini?" tanya Taehyung kemudian. Apalagi bersama Jung Hoseok—yang selama ini Taehyung tahu tidak memiliki hubungan apapun dengan teman semasa sekolahnya ini.

"Ah, ada sedikit masalah di apartemen. Jadi aku akan bermalam di tempat Hoseok Oppa," jawab Taera yang semakin membuat Taehyung tak mengerti.

"Ya. Taera akan menginap di tempatku, Taehyung-ssi," jawab Hoseok penuh semangat. "Mungkin untuk seminggu ini."

"O-oppa? Kalian berkencan?" ujar si pemuda Kim penuh selidik.

"Tidak! Bukan begitu, tapi kami hanya—" terang Hoseok yang sepertinya malah membuat Taehyung makin curiga.

"Dia kerabatku," potong Taera. "Oppa, ini Kim Taehyung. Temanku semasa sekolah dulu."

"Wah, dunia benar-benar sempit ya," ujar Hoseok dengan ekspresi kagum. Seolah tak menyangka jika banyak orang di sekelilingnya saling mengenal. "Asal kau tahu, Taera, dia ini bosku di kantor."

Taera pun hanya tersenyum remeh seolah itu bukan informasi penting yang harus diketahuinya. Lagipula, apa sih yang tidak Taera ketahui?

"Taehyung-ah, kenapa kau lama—Moon Taera?!" Park Jimin yang tadinya berniat memanggil Taehyung, sontak berlari mendekat. Bak bocah ingusan yang baru saja menemukan ibunya saat tersesat di pusat perbelanjaan.

"Taera, apa yang kau lakukan di sini? Kau tinggal di sini?" tanya Jimin sembari melihat koper besar dan sebuah tas yang berada di sisi Taera.

"Untuk sementara ... ya. Aku menumpang di rumah Hoseok Oppa,"

"Op—"

"Taera adalah kerabatku, Jimin-ssi," potong Hoseok cepat-cepat. Tidak mau kalau sampai Jimin ikut salah sangka seperti Taehyung tadi.

Merasa waktunya terbuang cukup banyak, Taera harus segera mengakhiri obrolan malam ini. Lagipula, hari ini cukup melelahkan. Ingin segera meletakkan barang-barangnya dan menyuruh Hoseok menyiapkan makan malam untuknya.

Lagipula, setelah ini malamnya akan berlangsung panjang. Taera tidak mau membuang-buang waktu. Ia harus bertindak cepat sebelum orang lain mengambil bagiannya.

"Kalau tidak keberatan, aku ingin meletakkan barang-barangku dan aku sudah sangat lapar. Jadi, permisi, tuan-tuan," pamit Taera sembari menarik Hoseok.

"Bagaimana kalau makan malam bersama?" ujar Taehyung tiba-tiba.

Ah, sialan! Kenapa perasaan itu muncul di saat-saat seperti ini? Taera jelas tahu bagaimana keadaan Taehyung. Dia juga tidak mungkin setega itu membiarkan Taehyung sendiri. Cukup sekali saja kesalahan itu terjadi. Kali ini, Taera tak mau menyesal lagi.

"Bukan ide buruk, Taehyung-ah. Aku akan membersihkan tubuhku dulu, setelahnya kami akan datang ke tempatmu," ucap Moon Taera tanpa berbalik. Melirik ke arah Hoseok yang menatapnya ngeri.

"Oppa, setelah makan malam, tolong bantu aku..." lirih Taera sembari melanjutkan langkah menuju unit apartemen Hoseok.

Well, memangnya apa yang bisa Hoseok lakukan? Berkata tidak?

***

Pintu lift terbuka dan Sora masih berat hati meninggalkan gedung tempat tinggalnya bersama Taehyung. Jujur, ini sangat berat. Tapi bagaimanapun juga, posisi Seongwoo lebih rawan. Sora tidak mungkin meninggalkan temannya saat lengah begitu.

"Jadi, kau akan keluar atau tidak?" sapa si wanita bersuara dingin yang sudah berdiri di hadapannya. Senyum remeh terukir di wajah cantiknya yang terasa begitu mengintimidasi.

Menghela napas berat, Sora lantas melangkah keluar lift. Menatap si mata hijau lekat-lekat, si gadis Kwon buka suara dengan penuh permohonan.

"Kau sudah berjanji, Taera. Dia temanmu, kau—"

"Temanku atau bukan, itu bukan urusanmu, Kwon Sora." Moon Taera melangkah ringan melewati Sora, membuat Sora berbalik dan menarik lengannya.

"Apa maksudmu? Kau sudah berjanji untuk—"

"Berjanji? Semua omong kosong itu hanya ada di kepalamu, Sora! Aku akan melakukan apa yang ingin kulakukan. Dan tidak seorang pun bisa menghalanginya!"

(*)

Huhu sorry if it takes a very long time~

Hope you enjoy it as much as I do

With Love,

Cill

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top