3|| Tugas Kelompok

Hari Minggu

Yaya sudah hampir seminggu bersekolah disana. Kian hari, temannya semakin bertambah mengingat Yaya ini adalah anak gaul. Tapi, dirinya masih lebih akrab dengan ketiga sahabat plus teman pertamanya.

Pagi ini, tepatnya jam 09:00 ... Yaya sedang rebahan di atas kasur empuknya. Sambil memainkan benda kecil kesayangan semua orang. Ia menghela nafas. Jujur, dia sangat bosan! Tidak melakukan apa apa. Bukan karena apa ... tapi karena dirinya tidak tau harus apa.

Bereskan rumah, di marahin bi Tia. Nyiram tanaman, tidak di perbolehkan pak Santo. Nonton TV, lagi gaada serial kesukaannya. Mau tidur, matanya ga ngantuk.

Yaya mengusap wajahnya dan meletakkan HP di samping. Ia bangkit lalu berjalan keluar untuk menemui papa mama nya.

"Bi ..., papa dengan mama Yaya kok gaada," tanya Yaya kepada bi Tia.

"Oiya ..., tadi mereka bilang ada urusan trus pergi."

Yaya mengangguk. Ia sudah terbiasa akan hal ini. Jadi, tidak perlu heran.

Ia menghela nafas lelah kemudian berjalan ke luar rumah. Hanya iseng berjalan, lumayan jalan jalan buat mengisi waktu luangnya. Tak lama, ada seseorang yang menepuk bahu Yaya.

"Hai Yaya!! Mo kemana?"

"Owh ... Lo Han, gue cuma iseng jalan jalan aja. Bosen sih," keluh Yaya kepada Hanna.

"Oalah bosen ya? Sama sih~ gue juga. Tapi gue lagi pengen ke perpustakaan dekat sini. Lo mau ikut?" Tawar Hanna.

Yaya mengangguk dengan semangat. Dari pada dikatain orang kurang kerjaan, mending ikut sahabat barunya.

Beberapa menit berjalan, sampailah mereka ke perpustakaan besar yaitu 'Perpustakaan Ilmu'.

Yaya dan Hanna pun memasuki perpustakaan. Yaya mengikuti Hanna dari belakang. Ya ... dia masih orang baru disini. Perpustakaan ini juga luas. Entar takutnya nyasar lagi.

"Han, lo mau cari buku apa?" sudah sepuluh menit ia mengikuti Hanna. Tapi tak pernah berhenti untuk memilih buku.

"Ehe ... bentar Yaya. Gue lagi cari ..."
Hanna melirik samping "nah! buku ini kayaknya menarik," kata nya tiba tiba langsung mengambil beberapa buku di rak dan memilih.

"Buku apaan tuh?" Yaya yang kepo, membaca judul buku tersebut. Merinding seketika setelahnya. "Han, lo kok mau baca buku kayak gitu?" Pasalnya, buku buku yang sahabatnya pilih ini, adalah buku tentang pembunuhan, hantu, teror.

"Mau lah! Buku buku ini kan seru! Baca aja kalo ga percaya," Hanna menawarkan salah satu buku yang ia pegang.

Yaya sang pemberani tapi dari belakang pun cengengesan ditambah berkeringat dingin. Melihat sampul nya saja sudah membuat bulu kuduk Yaya berdiri apalagi membacanya.

Hanna mengerjap kala Yaya mundur menjauhinya dengan perlahan "Ya ... lo mau kemana?"

Yaya tersentak. Menggaruk tengkuknya "ee ... ehehehe gapapa Han. Gue ... Gue,"

"Gue mau cari buku! Ya iya! Ehehehe" lanjutnya cepat.

"Tapi, nanti kalo lo jauh dari gue, gimana kalo ilang? Kan gue yang repot," cibir Hanna.

"Ya ... ga bakal lah! Kan-kan deket doank."

Yaya mulai mencari buku untuk dibaca sekaligus alasan yang bagus agar tidak membaca nya:v

Di toleh nya ke kanan dan ke kiri. Barang kali ada buku Upin Ipin hidup dan bisa bicara itu? Kan mayan buat di jual. Pasti harga nya akan mahal uyye >•<

Tak sengaja, Yaya menemukan rak yang berisi novel kisah cinta dan akhirnya membuat ia tertarik.

Dibacanya satu persatu buku tersebut mencari buku mana yang akan ia bawa pulang.

"Hm ..., Han. Menurut lo ...~ bagusan mana? Yang ini? Atau yang ini?" Tanya Yaya sembari menunjukkan dua buku pilihannya kepada Hanna.

"Dua duanya bagus kok."

"Di sini boleh pinjam berapa buku?"

"Satu."

Yaya cemberut mendengarnya. Pasalnya, dari judul dan deskripsi buku tersebut, menurut nya sangatlah bagus.

Ia terus berusaha untuk memilih yang mana sampai ia tak sadar ada sosok yang mengintainya dari kejauhan.

Sosok tersebut berjalan sambil mengendap endap layaknya seorang pengendap profesional karena tak ada bunyi sedikit pun yang sosok itu keluarkan.

Pisau yang berada di genggaman tangan, dan tatapan tajam tak lepas dari Yaya.

Sang sosok menyeringai saat dirinya berada tepat di belakang Yaya.

"BA!!!"

"KIYA MAKAN TUPAI"

Yaya menatap horor kepada orang yang telah membuat dirinya terkejut setengah mati. Tak lupa, latahnya membuat bingung/protesnya salah satu readers:V

"Ying!!! Gue kaget tau gak!!!"

Ying yang merupakan pelaku tertawa lepas sembari memegang perut saking ngakak nya ia membuat mereka jadi sorotan orang.

"Maaf maaf," maafnya masih tertawa.

Yaya merotasikan bola mata malas sebagai tanggapan.

"Ying ... lo ngapain bawa pisau segala?" Tanya Hanna mendekati Yaya dan Ying.

"Ho'oh. Mau nyembelih kambing lo? Lebaran itu habis puasa kali," ledek Yaya.

"Ngeh ... sapa bilang gue mau nyembelih kambing? Gue tadi di suruh emak buat beli piso. Kebetulan toko nya deket sini. Trus, gue liat Yaya. Dan gue malah punya ide buat ngerjain dia," jelas Ying panjang × lebar.

Yaya dan Hanna hanya meng 'oh' kan.

"Sekarang sarungin dulu tu pisau. Entar takutnya ngelukai orang. Trus lo di tuduh pembunuh," ucap Hanna.

"Iyaiya," Ying memasang sarung dari pisaunya dan meletakkan ke dalam tas yang ia tenteng.

"Btw Ying ..., menurut lo bagusan yang mana?" Yaya kembali menunjukkan kedua buku itu.

"Hm, menurut gue yang ini. Tapi terserah lo."

"Ok! Makasih!!" Pekik Yaya senang.

"Lo ga mau milih buku?" Tanya Hanna lagi.

"Eung ... Nggak ah! Lain kali aja" jawab gadis berkuncir dua itu.

"Yodah! Gue udah pilih. Lo gimana?" tanya Hanna.

"Udah deng" ujar Yaya.

Ying berkata, "Ok! Kita keluar nih?"

"Yups. Kuy lah" ajak Hanna.

Mereka pun menuju tempat sang penjaga perpustakaan.

"Hn... Buku ini belum ada tanda cap nya. Tolong eneng yang pakai jilbab ambilin cap di meja sebrang sana," suruh wanita yang merupakan penjaga perpustakaan itu.

Yaya mengangguk "kita nunggu di depan yak."

"Sip~"

Yaya pun pergi tak lama kembali lagi dengan sebuah cap.

"Ini," Yaya memberikan cap tersebut.

Wanita itu pun meng cap buku Yaya.

"Terimakasih," ucap nya dengan senyum manis.

"Sama sama."

Ia berbalik namun mukanya malah membentur dada bidang seorang pemuda sampai pemuda itu mundur beberapa langkah sementara Yaya mengusap keningnya.

"Aduh~ eh? Solar?" gumam gadis tersebut dengan suara pelan.

Solar berdecak lidah kembali melangkah maju melewati Yaya dan memberikan sebuah buku pada si wanita.

"Eum ... buk, apa kau mengenal pemuda tadi?" Bisik Yaya ketika bayangan Solar kembali menghilang.

"Tentu saja kenal neng ...~ dia sering banget ke sini."

"Tau namanya gak?" Tanya Yaya lagi.

"Engga neng~ saya ngga tau siapa namanya. Dia nya ga pernah ngomong."

"Kenapa dia ga pernah ngomong ya?" Gumam Yaya tapi kini di dengar sang ibuk.

"Ada kemungkinan dia itu bisu."

Yaya tersentak mendengar pernyataan itu. Tapi ada benarnya juga. Mungkin Boboiboy Solar memang bisu. Soalnya yang lain juga mengatakan tidak pernah melihat ataupun mendengar Solar berbicara. Se dingin atau se cuek apapun orang itu pasti akan bicara. Setidaknya sepatah kata.

Yaya keluar dari tempat tadi.

"Ya ... lo kok lama banget?" Protes Ying dengan tampang masam.

"Kalian tadi liat ga Solar lewat?" tanya Yaya tanpa menjawab Ying.

"Iya" jawab Hanna & Ying bersamaan.

"Apa menurut kalian dia bisu?"

Sama seperti dugaan Yaya. Sikap kedua sahabatnya pun serupa dengan nya tadi.

"Mungkin," hanya itulah yang bisa Hanna katakan.

Yaya mendengus. Ini lah nasib orang yang mempunyai sikap kepo terlalu tinggi.

Keesokan harinya ⛅

Seperti biasa, Yaya and friends berjalan di halaman sekolah bersama. Dan sekarang, ia telah pun berada di bangkunya.

Gadis itu membuka tas untuk mencari buku mapel IPA sebab, jadwal pelajaran telah pun berganti.

Kriiiiiiinnnggg

Bel sekolah berbunyi. Siswa siswi yang tadinya berada di dalam, kini berbondong bondong untuk masuk kedalam kelas masing masing.

Tak lama, ia mendengar sebuah tarikan bangku di sampingnya. Dan itu berasal dari Solar yang baru duduk. Yaya menebak kalau Solar baru saja dari perpustakaan sekolah. Rajin sekaleh dia membaca. Tentu saja seperti author yang sedang mengetik sambil rebahan di kasur ini 😎.

Seorang pria paruh baya dengan lagak seperti super hero memasuki kelas.

"Selamat pagi wahai anak anak murid, kebenaran. Sudahkah kalian bersiap untuk pelajaran IPA???" Teriaknya alay.

Tidak perlu di jelaskan siapa orang itu (⌐■-■) 🚮.

"Siap" -all

"Siap siap apanya? Siapin dulu kelasnya kali!" umpat papa Zola selaku guru IPA ini.

Semua siswa meneguk ludah sampailah sang ketua kelas mengucapkan dengan lantang "selamat pagi pak kebenaran"

"Selamat siang semua" jawab guru itu membuat semua mengerjap.

"Pak ... bukannya selamat pagi ya?" tanya salah satu siswa.

"Heyyy apa telinga kamu ini tertinggal di rumah haaahhh??!! tadi kan bapak sudah mengucapkan selamat pagi! jadi, tentu saja sekarang selamat siang!!!" Teriak nya memarahi siswa yang tak berdosa tersebut.

'buset, galak banget ni guru' batin Yaya ngeri.

"I-iya pak*pundung*"
.

.

.

.
Skip time
.

.

.

.
"Sekarang ... bapak ada tugas untuk kalian semua," kata papa Zola saat jam pelajarannya hampir habis.

"Tugas apa pak?"

"Tugas kelompok membuat kerajinan dengan bahan bekas. Hasilnya harus berupa pemandangan tiga dimensi."

Yaya melirik satu kelas untuk memilih siapa saja yang akan menjadi kelompok nya.

"Tiap kelompok harus terdiri dari dua orang yang merupakan teman sebangku."

"HUUAAAPPPPAAAAAAAAA???!!!!!!" Teriakan Yaya berhasil mengundang seluruh tatapan mata ke arahnya membuat dia malu sendiri.

"Ada apa Yaya?" Papa Zola mendekat.

"Erk ... gapapa kok pak hehehe," tepis Yaya. Papa Zola menyipitkan matanya mendeteksi apa yang aneh. Tapi syukurlah tidak dilanjutkan.

Bel pun kembali berbunyi untuk yang kedua kalinya. Papa Zola keluar dari kelas diikuti murid lain.

Gadis bermanik hazel itu menghela nafas lega. Dengan patah patah, ia menoleh ke samping "Lar," panggilnya.

Pemuda tersebut tak menghiraukan.

"Solar," panggil Yaya lagi masih saja di kacangin.

"Solar," masih tak dihiraukan

"Boboiboy Solar!!"

"HOY MINYAK BUMI!!! NOLEH NAPA SIH!!! LO BUDEG?! TULI?! KOCAK?! ATAU APA HUH?!!" Sungguh Yaya sangat ingin menampol pemuda paling menyebalkan disampingnya ini.

Akan tetapi nyali nya hilang seketika kala Solar melototi dirinya dengan sangat menyeramkan "eum ... ma-maaf. Ya lo sih dari tadi gue panggil ga nge respon!!" Solar merotasikan bola mata malas.

"Jadi ... kita bakal ngerjainnya dimana? Di rumah lo atau di rumah gue?" seperti yang Yaya duga, pertanyaannya tidak di kubris sama sekali.

"Ya ... ke kantin yuk," ajak Hanna dari luar kelas.

Yaya kembali melihat pada Solar. Berdecak lidah seharusnya ia tidak perlu susah payah bertanya. Lebih baik mengerjakan sendiri.

Yaya pun berjalan ke arah Hanna dengan kesal. Sambil mengomel ngomel dalam hati.

"Rumah lo dimana?"

TBC

Yeayyy tugas ku yang menumpuk telah selesai semuaaaa 💃.

Ok! Apa hanya aku yang merasa kalo chap kali ini membosankan? Atau aneh? =>=

Ada yang mau kasih saran? Aku perlu banget nih!! Please!! 😭

Karena banyak sekali yang harus aku tingkatkan. Tapi ga tau yang mana 😭

Maafin juga tentang judul part nya. Otak saya lagi buntu 🙇.

Numpang nge tag boleh? 😗

blugawh
Dhianav
Akiya_05
LitGemYa
pulpen_jeruk
Ray_67
Raisya_wildania
nabilarizky_12
HalianaYana
knsa_sy
nailarahmi0607
Boba_enak
Luna_Kamahashi

Trus ga inget apa lagi nama akun kalian 😭🔫.

Oiya ... maaf untuk tag nya mengganggu. Tapi aku ga ngerti kenapa tiap author kalo nge tag itu akhirnya pada minta maaf? :V

Yang aku tau readers nya seneng di tag :V.

Au ah!

Kalau ada kesalahan kata/kalimat ... mohon dimaafkan.

Disana gunung
Disini gunung
Di tengah tengahnya pulau Jawa
Readers nya bingung
Authornya lebih bingung
VOTE WOYYY VOTE 😣

Udah ya :D

See you next chapter 👋

Wassalamu'alaikum

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top